Part (1) Keluarga yang hancur

268 34 83
                                    

"Hujan tidak pernah tahu apa alasan dia turun ke bumi. Tetapi, air mata selalu punya seribu alasan untuk apa dia diluncurkan."

(Diary Asma)

Jangan lupa vote, komen dan share jika kamu menyukai cerita ini 👍

Happy reading ❤️

Pecahan kaca berhamburan di mana-mana, membuat keadaan rumah itu tampak sangat mengerikan. Asma menatap sendu setiap sudut rumahnya, rumah yang dulu penuh kebahagiaan dan keceriaan, kini hanya ada keheningan.

Gadis yang baru genap berumur 16 tahun itu terduduk lesu. Matanya menatap vas bunga berwarna putih kesayangan bundanya dulu, kini telah hancur. Sama seperti keadaan hatinya saat ini, hancur dan berantakan. Hatinya tidak bisa kembali seperti dulu meski berulang kali diperbaiki, sama halnya dengan vas itu.

Tangisnya pecah saat mengingat kembali masa lalu yang dulu pernah hadir di hidupnya, Asma menangis sendiri di ruang keluarga rumahnya yang seperti kapal karam itu. Butiran kristal bening itu terus mengalir, membuat arus yang tak tahu kapan berhentinya.

Beberapa kali ia memukul dadanya, mencoba meringankan sakit yang ia rasa. Ia ingin kehidupannya seperti dulu lagi, ia ingin bahagia seperti keluarga lain. Namun yang ia dapat hanya sakit, sakit dan sakit.

Ia iri dengan tetangga atau bahkan saudaranya, yang memiliki keluarga lengkap dan saling menyayangi. Sempat terbesit dipikirannya untuk mengakhiri hidup. Namun, ia segera mengenyahkan pemikiran itu. Ia tak mau bertindak bodoh dengan melakukan hal yang hanya akan menyeretnya ke dalam lembah penyesalan abadi.

"Ayah ... Bunda ... Asma kangen sama kalian. Asma pengen kita kayak dulu lagi, Asma nggak mau ditinggal sendiri kayak gini. Asma sakit, Bun. Asma pengen kayak mereka yang hidup bahagia sama orang tuanya," ucapnya lirih, air mata masih setia menemani.

"Ayah! Bunda! Aku butuh kalian, katanya dulu kita akan hidup bahagia selamanya. Tapi apa buktinya sekarang? Kalian malah bercerai tanpa mempedulikan Asma sama sekali. Asma kecewa sama kalian, kalian pembohong!" teriaknya, ia memeluk tubuhnya sendiri seraya sesegukan.

Asma terlalu lama menangis hingga tanpa sadar ia  tertidur pulas di atas lantai yang dingin, berharap ini semua hanya mimpi dan ketika ia bangun keluarganya baik-baik saja. Kesadarannya kembali ketika merasakan ada seseorang yang mengelus-elus kepalanya.

Asma kira orang tuanya yang membangunkannya, tetapi saat matanya terbuka ia langsung dikejutkan dengan lelaki yang telah menemaninya selama setahun belakangan ini. "Afnan," cicitnya lirih yang dibalas senyum manis dari lelaki itu.

"Aku tadi chat tapi enggak kamu balas, terus aku telpon tapi enggak kamu angkat. Akhirnya aku mutusin untuk datang ke sini, pas aku masuk langsung lihat kamu tidur di lantai makanya aku bawa kamu ke kamar. Aku enggak mau kamu sakit, Yang," jelas lelaki itu lembut, masih setia mengelus-elus surai rambut kekasihnya.

Asma mengerjapkan matanya, ia kira tadi malam adalah sebuah mimpi. Tetapi nyatanya, kejadian itu benar-benar terjadi dan ia benar-benar sudah kehilangan orang tuanya. Setelah kesadarannya berangsur-angsur kembali, Asma langsung memeluk Afnan erat. Ia kembali menangis, menumpahkan segala rasa sakitnya di dada lelaki itu.

"Enggak ada lagi yang tersisa. Aku udah enggak punya siapa-siapa lagi," adunya seraya menangis di dekapan Afnan.

"Kamu enggak boleh ngomong gitu, Yang. Masih ada aku yang bakalan selalu ada untuk kamu dan aku janji akan selalu berusaha buat kamu bahagia," balas Afnan. Tangannya mengelus punggung ramping kekasihnya itu sayang.

"Aku takut." Asma sesegukan, ia semakin erat memeluk tubuh Afnan.

"Kamu enggak usah takut. Ada aku yang selalu jaga kamu," tutur Afnan, senyumnya tak pernah pudar di wajahnya.

"Aku takut kamu ninggalin aku kayak mereka, Nan. Mereka bilang aku cuman bawa bencana bagi kehidupan mereka. Aku itu kayak hama, makanya mereka enggak mau aku ada di dalam hidup mereka."

Afnan melepaskan pelukan Asma dari tubuhnya, ia memegang pundak Asma seraya berkata, "Husst, kamu enggak boleh ngomong kayak gitu, Yang. Aku akan selalu jadi pelindung kamu. Aku enggak bakalan ninggalin kamu sendiri. Aku janji, Sayang."

"Tapi benar kata mereka, Nan. Kalau aku ini memang anak pembawa sial. Aku emang nggak pantes untuk hidup, lebih baik aku mati aja." Asma sama sekali tidak mendengarkan ucapan Afnan, gadis itu sudah termakan omongan orang-orang yang mengatakan hal buruk tentangnya.

"Asma! Jangan pernah kamu ngomong kayak gitu lagi. Masih ada aku, Ma. Masih ada aku yang bakalan ada di samping kamu." Afnan mencoba meyakinkan, mencoba membangun dinding semangat agar kekasihnya ini bangkit dari keterpurukan.

Asma masih terus menundukkan kepalanya, ia tak mau menatap mata Afnan. Masih ada keraguan di hatinya, ia masih trauma dengan perpisahan. Ia takut lelaki di depannya ini juga akan meninggalkannya seperti kedua orang tuanya.

"Kamu tatap mata aku, Ma. Apa kamu nggak lihat ada kesungguhan di sana? Apa selama ini aku pernah nyakitin kamu? Apa yang buat kamu nggak yakin sama aku, Ma? Apa mungkin kamu udah punya orang lain sebagai ganti aku?" tanya Afnan, ia tak suka melihat Asma seperti ini, ini bukan Asma-nya yang selalu ceria dan periang.

"Aku trauma sama perpisahan, Nan. Aku takut kalau kamu juga ninggalin aku kayak mereka. Aku enggak tau apa yang bikin hati ini ragu. Cuman kamu sandaran aku, Nan. Jadi, enggak bakalan ada orang lain yang bisa gantiin kamu," tutur gadis itu, air matanya mengalir membentuk arus di pipinya.

"Ingat janji dan pegang kata-kata aku, Ma. Aku enggak bakalan ninggalin kamu dan aku akan selalu ada buat kamu. Kamu harus yakin sama aku." Asma mengangguk, mungkin Afnan benar. Ia tak seharusnya meragukan janji Afnan. Selama ia menjalin kasih dengan lelaki itu, sekali pun ia tak pernah bertengkar. Kebahagiaan seolah selalu ada ketika mereka bersama.

"Maafin aku, Nan."

"Kamu enggak usah minta maaf, ini bukan salah kamu," jawab lelaki itu, ia kembali menarik Asma ke dalam pelukannya. Memberikan kenyamanan untuk gadis itu.

"Makasih, Nan."

***

To be continued ....


Salam hangat❤️

Dwi Nurmalasari

Ig : dwinurmalasary28

Diary Asma (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang