Brian-1

19 2 0
                                    

"Bri, gue mau kuliah ke Kanada,"

"Ha? Jauh amet, gamau di Depok aja?"

"Hahaha, lagi sebenernya udah ada beasiswa." Seperti yang ada dalam pikiran saya, Cici memang secerdas itu. 

"Pinter amat lo, ya yaudah..."

"Gapapa kan?"

*** 

"Ya buset Ci... gue kira lo bakal stay di sini." Saya sok-sokan pasang muka sedih di depan Cici, karena Cici harus berangkat ke Kanada saat ini.

"Haha kan kemaren aku udah pernah bilang bakalan lanjut ke Kanada.."

"Huhu... tapi lo pulang kan?"

"Ya pulang lah Briiii... tapi,"

"Tapi apaan?"

"Lama..."

Tahu kan? Saya bukannya tidak mau melepas salah satu sahabat saya untuk mengejar mimpinya, tapi rasanya sayang sekali. 

"Yaaah, ati-ati deh kalo gitu Ci, kasih kabar ya anjir sampe ilang kontak parah sih, gue dobrak rumah lu sih."

"Dobrak ae sih Bri, ntar lo yang dimarah mama gue."

Setelahnya tinggal beberapa menit sampai Cici harus berangkat masuk ke gate dan memasuki pesawat yang akan membawa dia ke Kanada. Meninggalkan keluarga, meninggalkan semua di sini dan termasuk saya, mungkin juga hati saya.

Papa Cici selanjutnya langsung menepuk pelan pundak saya, sembari memberi kalimat penyemangat mainstream yang entah kenapa malah sangat memotivasi saya. 

"Bri, lagian Cici cuma sekolah. Yaelah empat tahun doang kok paling lama, masa seorang Brian gabisa nunggu sih?" 

Agak sedikit mengejek, yet make a challenge on me, so just wait on in and see you again Cici!

***

By the way, ada yang pengen tahu Cici kaya apa? Eh gausah ya, anaknya lagi jauh soalnya, kasihan kalau diomongin dibelakang, ya walau kayaknya cerita ini akan banyak seputar saya dan Cici. 

Tapi, ya gitu, besok ya hehe.

See ya!

***

PemberhentianWhere stories live. Discover now