3. Sahabat Raga

Zacznij od początku
                                    

"Jadi apa ceritanya Ar?"

Sial. Arkan hampir lupa, ia datang kesini kan untuk memberi informasi yang super duper hot. Melebihi air dispenser bi kokom.

"Jadi..."

Karel mengernyitkan keningnya, membuka telinga lebar-lebar.

"WOY DENGERIN!"

"DARI TADI JUGA GUA DENGERIN. LO PIKIR TADI GUA NGAPAIN? LAHIRAN?"

"GAK USAH TERIAK JUGA BEGO!"

"LO JUGA SAMA TERIAK BAHLUL!"

Keduanya saling menggeplak satu sama lain. Membuat Raga menghela nafasnya pelan namun dengan wajah yang datar.

"Dahlah lo emang gak pernah bener." Karel geram. Lebih baik ia mengalah, daripada nanti ujungnya Arkan menangis, bisa berabe. Ia tidak mau di hukum lagi oleh Raga kayak yang udah-udah hanya karena Arkan menangis.

"Sekolah kita kedatangan murid baru." ucap Arkan pelan. Karel hanya terdiam.

"SEKOLAH KITA KEDATANGAN MURID BARU!"

"YA GUA HARUS NGAPAIN? KAYANG?"

"Ck, Mas Raga." adu Arkan, membuat Karel memutar bola matanya malas.

"Hmm..." Raga hanya berdehem.

"Iya terus apa lagi Arkan? Kuping gue masih ada, jadi masih bisa denger. Lanjutin ceritanya lagi, gue bakal dengerin. Jangan ngadu apa-apa lagi ke mas Raga ya?"

tersenyum menang. Ia bertepuk tangan lalu setelahnya mendekati Karel.

"Gua mau pacaran." Arkan Menaik turunkan alisnya.

"Hah?"

"Sama murid baru."

"Jangan ngadi-ngadi." Karel melingkarkan tangannya di leher Arkan. Menarik lelaki itu agar lebih mendekat.

"Jangan ya?"

"Kenapa?"

Karel menghela nafas, bagaimana ia menjelaskannya setelah apa yang terjadi dengan Raga tadi pagi.

"Kenapa gua gak boleh pacaran?"

"Doi lo udah banyak."

"Gua udah putusin semuanya."

"Hah? Gila lo. 25 cewek lo? Lo putusin? Seriusan? Kenapa? Kok bisa?"

"Murid baru." singkat, padat dan jelas. Itulah jawaban Arkan.

"Ck," entah untuk keberapa kalinya Karel memutar kedua bola matanya malas.

"Udah gua bilang, jangan pacaran sama murid baru itu."

"Kenapa?"

"Ya karena Ra---"

"Pelajaran apa sekarang?" tanya Raga, dengan nada yang seperti biasa. Dingin.

---memotong ucapan Karel, membuat Karel mengernyitkan dahinya. "Pak Ujang kayaknya."

"Mau masuk? " tanya Arkan.

"Et dah, kesambet apaan lu? Tiba-tiba ngajak masuk kelas?"

"Gua nanya setan!"

Raga bangkit dari duduknya, berhasil membuat Karel dan Arkan sontak memandangnya.

"Mau kemana lo?" tanya Karel.

"Kelas." jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah Karel.

Apa mereka tidak salah dengar?

Raga? Masuk kelas?

Tidak mungkin!

"Kesambet kali tu bocah," celetuk Arkan. Karel hanya mengangkat bahunya tidak tahu.

Bad Boy (Revisi)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz