🍁Tiga puluh dua

Mulai dari awal
                                    

Ia kemudian melihat Sowon yang sedang menyeruput teh hangat di balik selimut nya.

"Kau tipe yang kram di punggung atau di perut?"

Sowon menatapnya aneh dengan mata membesar, bagaimana bisa bosnya bertanya seperti itu?

"Perut mu sakit kan? Kram?" Sowon mengangguk lagi sembari melemparkan pandangan aneh.

"Air panas nya masih ada tidak?" gadis itu mengangguk lagi.

Seungcheol kemudian meraih sebuah cangkir keramik dan teko berisi air panas.

Menyiram cangkir tersebut dengan air panas di wastafel kemudian mengeringkannya.

"Nah, kompres pakai ini dulu. Nanti aku buatkan handuk untuk kompres,"

Sowon menatap nya tidak percaya.

"Tahu darimana?" bisik nya malu sambil meraih cangkir yang diberikan kemudian diselipkan ke bawah selimut.

Setelah diletakkan di atas perut, rasanya menjadi lebih nyaman.

Sepertinya untuk menjalani hari besok harus makan obat pereda nyeri.

Untung saja Sowon sudah perhitungkan dari kemarin karena firasatnya berkata sebentar lagi ia akan kedatangan tamu bulanan.

"Ada darah di lantai. Kan tidak mungkin aku yang berdarah," senyum nya kemudian menelefon customer service meminta handuk ukuran lebih kecil.

"Kau sudah persiapkan ya?" tanya Seungcheol yang mengembalikan Sowon yang sedang termenung.

"Ya? Ya," entah persiapan apapun yang dimaksud Seungcheol, sepertinya tidak sepenuhnya Sowon tidak mengerti.

"Kalau sudah mau habis bilang saja, nanti aku belikan. Jangan sampai kau tidak nyaman jadi tidak bisa bekerja,"

Sowon mengangguk lagi. Sudah berapa kali ia mengangguk?

"Kau mau makan tidak? Biasanya sih harus makan yang hangat dan berprotein kan?"

Beberapa kali Seungcheol bermonolog sendiri kemudian mengambil keputusan seperti dia yang biasanya.

Sowon hanya mampu menatap lelaki itu, bagaimana bisa ia mengerti cara memperlakukan wanita yang sedang haid sebegitunya.

Kalau menurut Seungcheol sih, belajar dari pengalaman.

Terima kasih kepada nona mantan yang sudah berikan pelajaran yang bisa Seungcheol banggakan sekarang.

Semangkok bubur, tiga butir telur rebus, dan sebuah handuk kecil pesanan Seungcheol sampai tidak lama.

"Makan telurnya dulu, kalau tidak bisa makan tiga, makan dua saja."

Sowon memberikan cangkir yang sudah mendingin kepada Seungcheol, menerima sebutir telur yang masih hangat sebagai pengganti kompres.

"Anda belajar darimana?"

Seungcheol yang sedang mengupas cangkang telur menoleh, "Tidak semuanya kau harus tahu,"

"Kalau anda tahu banyak berarti saya bukan yang pertama menerima perlakuan seperti ini?"

Seungcheol memberikan telur yang sudah terkupas sempurna, "Sudah mulai mau bicara serius dengan ku?"

Sowon mengalihkan pandangannya, memilih untuk mengigit sebagian dari telur yang diberikan.

"Apa kalau aku begini kau ngak nyaman ya?"

Sekarang gadis itu malah jadi diam, walau Seungcheol berharap ia akan memberikan beberapa pendapatnya seperti biasa.

"Apa aku akan menjadi tidak profesional kalau menyatakan perasaan pada mu?"

Sowon masih diam, tidak pasti harus memberikan jawaban seperti apa.

"Entahlah, saya tidak pernah berfikir kesana? Tidak ada yang bisa mengatur kalau sudah berhubungan dengan perasaan kan?"

Seungcheol kembali memasing sebuah telur lagi untuk di makan, kemudian membuang cangkang telur ke tempat sampah.

"Kan kau suruh coba, makanya aku coba. Manatau aku punya kesempatan yang berbeda dengan Hwang Minhyun. Makanya aku tanya kau nyaman tidak kalau aku begini,"

Sowon kembali diam, otaknya benar-benar kosong.

Rasanya nyeri di punggung dan kram di perutnya hilang begitu saja. Malah jantungnya berdegup kencang saat ini.

"Ya, walau kau bukan yang pertama, aku ingin kau jadi yang terakhir saja,"

Sowon langsung menolehkan kepalanya, melihat lelaki yang sedang mengaduk bubur.

"Kalau kau sedang kedatangan bulan jadi diam sekali ya," kekeh nya, bingung harus mengatakan apa lagi untuk memperjelas perkatannya.

Apa yang tadi cukup jelas?

Apa Seungcheol harus bilang terang-terangan bahwa ia menyukai Sowon?

"Saya tidak tahu," merupakan kalimat pertama yang diberikan Sowom.

"Saya rasa saya belum bisa memastikan apa saya nyaman. Tapi rasanya saya mulai terbiasa dengan anda yang sedikit berbeda sekarang,"

Seungcheol menarik sebelah ujung bibirnya, "Benarkah?"

Gadis itu hanya mengangguk, "Hanya waktu yang bisa memutuskan apa saya bisa nyaman dengan anda atau tidak. Sampai saat itu tiba saya akan bilang kok,"

"Masih bisa makan ini tidak?" Seungcheol menyodorkan mangkuk bubur nya yang diraih lagi oleh Sowon.

Gadis itu melihat Seungcheol karena mangkuk tidak kunjung dilepaskan lelaki itu.

"Tapi aku mau kau tahu kalau aku tulus, bukan karena alasan apapun. Aku benar-benar tulus menyukai mu,"

Lelaki itu tersenyum ketika melihat semburat merah yang terpancar dipipi Sowon.

"Makan yang banyak kemudian istirahat. Besok masih harus bekerja, kalau lusa tidak ingin keluar liburan aku tidak akan paksa,"

Gadis itu menjatuhkan kepala nya.

Rasanya sudah lama ia tidak merasakan perasaan berdebar seperti ini. Terakhir kali adalah dengan Seokjin kan?

Tapi Sowon senang kalau yang membuatnya berdebar adalah Seungcheol, karna ia tahu lelaki itu baik hatinya.

"Kalau akhirnya saya menjadi nyaman dengan anda, apa yang akan anda lakukan?"

Seungcheol yang juga sudah berada dibawah selimut menoleh kearah Sowon.

"Kalau kau maunya bagaimana?"

Pacaran?

Tapi gadis itu lebih memilih untuk mengangkat bahu nya.

"Kalau ditebak?"

Sowon sempat berfikir haruskah ia mengatakan yang ada dikepala nya, namun akhirnya keluar dengan bisikan, "Menjalin hubungan?"

Seungcheol malah menggeleng, "Menjadikan mu milik ku dan menjaga mu selamanya. Tidak akan membiarkan orang lain merebut milik ku lagi."

Rasanya Sowon ingin pulang ke Korea saja!

TBC

Happy Sunday❤

-Keipaplova
16th Aug 2020

✔Perfecto [CSC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang