Gangguan Emosional

Start from the beginning
                                    

“Ya ya, terserah kau saja Jeon Jungkook.” Jungkook tertawa kecil.

“Hyung, bagaimana jika kapan-kapan kita minum sehabis pulang kerja, lalu kita bisa bertukar opini mengenai kasusnya.”

“Oke. Kedengarannya tidak buruk.”

.

Jungkook kembali keesokan harinya dan mendapati kondisi normal di gedung mewah itu. Tidak ada yang berubah semenjak penyelidikan itu. Mungkin memang benar jika itu hanya gossip semata.

Lift telah bekerja kembali dan Jungkook tidak membuang waktu untuk bergabung dengan kerumunan orang-orang di depan lift. Tujuannya adalah lantai 10.

Sesampainya disana ia dihadapkan oleh lorong yang cukup lenggang meskipun sedang waktu menunjukkan tengah hari. Ia langsung meluncur karena telah diberitahu Yoongi nomor apartemen tuan Kim. Begitu ia melihat pintunya, seseorang keluar dari sana.

Begitu Jungkook mendekat, ia mulai mencium bau aneh. Baunya seperti membuka kamar apartemen dan seseorang yang belum mandi selama bertahun-tahun keluar. Bau itu mengalir keluar dari sesuatu yang berada di kedua tangan sosok itu dan membanjiri sepanjang lorong. Beruntung keadaan cukup sepi dan Jungkook yakin tidak ada orang lain selain mereka.

"Tuan Kim." panggilnya.

Seorang pemuda berpakaian kemeja putih kebesaran bergaris diagonal cokelat menoleh. Wajahnya pucat pasi oleh keterkejutan. Wajah manis itu tidak nampak seperti apa yang Jungkook bayangkan. Ia nampak lugu dan tidak terlihat seperti orang yang menderita ganguan mental emosional.

Tubuhnya semampai kurus dan Jungkook yakin ia tidak berbobot lebih dari enam puluh kilogram. Rambutnya cokelat keriting dan ia memiliki anting-anting panjang di telinga kirinya. Di pipinya terdapar ruam keunguan yang Jungkook pikir akan sedikit menghalangi padangan matanya. Bibirnya kering pecah-pecah dan menyisakan jejak darah karena mungkin digigit terlalu lama.

Lengan kemeja yang kebesaran menampilkan tangannya yang tertutupi oleh sesuatu yang tampak seperti saus barbekyu yang penuh minyak. Bahkan ada sisa yang menyiprat di celana panjang hitamnya. Ia menggerakkan tangan kurusnya untuk membersihkan serpihan di bajunya, sisa makanan.

"Tuan Kim? Saya Jeon Jungkook. Anda menelepon kantor kami untuk seorang psikiater."

Terpegang erat di salah satu tangannya adalah sebuah tas plastik hitam besar, seperti sebuah plastik sampah. Ketika ia menggerakkannya, apapun yang ia simpan di dalamnya tampak teraduk-aduk. Bau busuk itu rupanya tak keluar dari badan pemuda itu, melainkan dari dalam plastik sampah itu.

Ia menatap Jungkook dengan matanya yang bulat besar dan berwarna cokelat jernih. Ada ketakutan dan Jungkook bisa melihat air mata menggenang di pelupuknya.

“T-terimakasih telah datang. Tapi t-api Saya harus membuang sampah ini. Tuan Jeon bisa menunggu di dalam.”

Suara baritone lembut mampir di telinga Jungkook. Ia nampak kikuk namun dapat membalas perkataan Jungkook dengan baik. Tetapi alih-alih menurutinya untuk menunggu di dalam apartemen yang ternyata berbau harum, Jungkook mengambil alih kantong plastik yang sedari tadi di seret pemuda itu.

Katakan bagaimana mungkin ia membiarkan pemuda ringkih itu membawa kantong sampah yang ternyata memang sangat berat itu. Melihat dari jumlah luka di tangannya saja Jungkook dapat membayangkan bagimana pemuda itu melukai dirinya sendiri. Ia tidak setega itu.

“Biarkan Saya membantu,” Jungkook mencoba meraihnya untuk menolongnya, melihat sikapnya yang mencoba meraih kantong sampah itu, ia mengenggam lebih erat tas plastik hitam besar dan memeluknya di depan dadanya meskipun nampak terpogoh. Isinya menimbulkan suara yang membuat Jungkook muak. Hei, ini sampah dan Jungkook seakan bisa merasakan makan siangnya tadi naik ke belakang tenggorokannya.

Your NightmareWhere stories live. Discover now