23. Nantha Hilang (Lagi)

34 8 4
                                    

Mungkin ini yang dinamakan rasa nyaman, saat aku melihatmu menatapku tulus.

***

Wanita cantik berambut gelombang bagus itu mendengus. Sudah lama sekali ia ingin mengeluarkan Nantha dari rumah ini, tetapi tidak ada kesempatan yang bagus. Ditya terlalu protektif sehingga pergerakannya sedikit saja sudah terbaca. Sebenarnya ia kesal jika harus bersama gadis manja dan menyusahkan ini.

"Pa ... kita nggak makan malam dulu nih?" tanya wanita itu, Lasmi namanya.

Nantha duduk di belakang bersama Zero. Ya, cowok itu ikut mengantar keluarga Ditya ke bandara. Tentu saja atas kemauan pihak Ditya dan orang tua lelaki itu.

"Mau makan malam juga nanti ketinggal. Mending kamu beli aja, makan di pesawat." Ditya masih terfokus pada menyetirnya.

Anak Lasmi tidur pulas di pangkuannya dengan wajah imut menggemaskan. Sedangkan Nantha memandang ke depan dengan tatapan kosong. Ekspresi wajahnya datar dan sayu. Zero sedari tadi bermain ponsel. Memecah kegabutannya dengan bermain Mobile Legend.

"Kei ... kamu pasti senang kan, bisa diajak pergi sama Papa gini?" tanya Ditya setelah Lasmi tidak lagi menyambung pembicaraan yang tadi.

Nantha diam, karena tidak mendengar. Ia tidak fokus, pikirannya melayang entah ke mana. Sehingga matanya memerah, mengeluarkan cairan bening berbentuk seperti kristal yang biasa disebut air mata.

"Kei ...," panggil Ditya sekali lagi.

Nantha sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadikan tangisan tadi sebagai tangisan terakhir. Tetapi mengapa ia tidak bisa menepati janji? Apakah ia baru saja merasa dikhianati? Bahkan tidak lagi dibutuhkan dan tidak lagi dianggap.

"Ma, dia lagi tidur, ya?" tanya Ditya pada Lasmi. Wanita itu melirik ke belakang sebentar dan menggeleng sebagai jawaban.

"Zero kamu ajak bicara Nantha, ya. Biar nggak diam aja jadi sunyi gitu. Kayak di TPU gini kan jadinya. Ciptakan suasana hangat dan kekeluargaan. Kalian kan, sudah pasti akan bersama. Ya, kan?"

Zero yang nerasa dirinya terpanggil, seketika menoleh tanpa memerhatikan lagi permainannya. Padahal sebentar lagi savage, malah diajak bicara. Kalah deh, tidak jadi.

"Eh? Kenapa, Om? Iya. Nan, lo--kamu ... lapar? Kok diam aja?" tanya Zero berbaik pada Nantha. Meskipun dalam hati sedang marah dan kesal karena kalah dari game-nya.

"Kalian kan sudah saling kenal, harusnya tidak secanggung ini. Lagian Nantha anaknya--"

"Tidak usah sok tahu," potong gadis itu cepat. Jelas saja Ditya tidak mengenal sifatnya. Ditya hanya berusaha mengingat delapan tahun lalu, saat ia masih duduk di bangku SD.

Jalanan yang awalnya hening, menjadi ramai, di depan sana terdapat beberapa orang. Yang sepertinya sedang melakukan aktivitas malam. Ditya tak sempat menyambungi ucapan Nantha karena atensinya teralihkan.

Ditya memelankan laju mobilnya, menilik dengan jeli. Ternyata itu sekumpulan geng motor pemalak. Sedang menghadang mobilnya dengan gaya mondar-mandir di jalanan.

Zero masih belum menyadari, masih berusaha mengajak bicara Nantha. Padahal hanya mendapat tatapan tajam dari gadis itu. Mungkin itu dikarenakan kesan Zero sebelum ini tidaklah menyenangkan. Lelaki itu satu-satunya adik kelas Luthfa yang suka nyolot dan berbicara sesukanya.

Tin-tin-tin!

Ditya mengklakson agar perkumpulan itu minggir dan urusannya selesai. Tetapi, tidak semudah itu, karena nyatanya ada yang tidak terima. Sehingga mengharuskan Ditya menuruti kemauannya.

Mendaki Menuju Hatimu [TAMAT] ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon