🍁Part 4🍁

25 3 0
                                    


Dokter yang kemarin memeriksa Andra, pagi ini datang kembali bersama seorang perawat dengan membawa beberapa alat tulis dan alat medis. Mereka akan melakukan tes ingatan padanya. Andra yang merasa dirinya sedang sakit, tak banyak berulah. Diam saja, mengikuti perintah sang dokter dan perawat.

"Posisinya duduk saja ya, biar santai."

Andra yang mendengar intruksi itu, langsung bangun. Mengubah posisinya yang semula terlentang di atas ranjang kini duduk.

Perawat bertubuh ramping yang diperkirakan berusia 35 tahun itu mulai menyiapkan bol poin dan membuka bukunya. Siap mencatat apapun yang diperintah untuk dicatatnya.

Dokter itu berdiri di samping Andra, sedangkan perawatnya mengekor di belakang Dokter.

"Apa kau masih merasakan sakit dibagian kepalamu?" Dokter itu mulai melontarkan pertanyaan pertama.

"Tidak, hanya kadang terasa sedikit pusing saja," jawab Andra santai. Jawaban itu langsung dicatat oleh si perawat yang memiliki paras keibuan.

Mengingat bahwa Andra tidak mempunyai seorang pendamping dalam penanganan penyakitnya, Dokter akan merasa sedikit kesulitan dalam mengorek informasi pribadi Andra dan perkembangan ingatan juga kesehatannya.

"Apa yang kau tahu, atau kau ingat ketika pertama kali membuka mata ditempat ini?" tanya Dokter itu lagi. Memastikan ingatan Andra.

Di luar ruangan, si hantu atau yang memperkenalkan diri dengan nama Preti pada Andra, menghentikan langkahnya tepat di depan daun pintu. Untung saja pendengarannya cukup tajam, sehingga dialog mereka bisa terdengar olehnya. Apalagi kamar pasien yang ini memang bukan ruangan kedap suara, ukurannya juga tidak terlalu luas. Andai kata tadi dia menerobos menembus pintu yang keadaanya masih tertutup, detik itu juga Andra akan menjerit ketakutan, hingga diponis gila dan tugasnya untuk menolong Andra agar Preti bisa kembali pada tubuhnya pasti akan gagal. Ia sendiri lupa kalau sekarang, Andra sudah tidak koma seperti dulu sehingga dirinya tidak bisa begitu saja  keluar masuk kamar.

Preti menyembunyikan diri dibalik tembok, menguping obrolan mereka.

"Aku ingat kalau namaku Andra Argana, aku juga ingat alamat rumahku."

Perawat menyerahkan alat tulis, menyuruh Andra untuk menuliskan alamat rumahnya dan ternyata yang tertulis benar, sesuai dengan identitas Andra.

Dokter melirik ke arah perawat yang berdiri di belakangnya dan memberikan bahasa isyarat dengan menganggukan kepala. Perempuan yang memiliki rambut sebahu itu langsung mengerti dengan isyarat yang diberikan  atasannya. Ia bersiap mencatat setiap kalimat yang keluar dari mulut Andra.

Dokter itu kembali melayangkan pandangannya ke arah Andra dan bertanya kembali. "Apa kau ingat, kejadian terakhir sebelum berada di tempat ini?"

Andra bergeming, ia memejamkan matanya berusaha mengingat kembali kejadian yang telah dilauinya sebelum berakhir di tempat ini. Naas, hanya gelap yang muncul ketika ia memejamkan mata. Akhirnya, ia menggeleng pelan.

Preti membulatkan mulutnya sempurna. "Rupanya benar dugaanku, kalau cowok itu hilang ingatan. Ini akan sangat mudah kalau aku mengaku sebagai teman masa kecilnya. Dia tidak akan curiga dan takut padaku," gumam Preti tersenyum senang.

"Tidak usah dipaksakan, kalau tidak ingat. Begini, apa kau sedikitnya ingat tentang orang tua atau temanmu?"

Andra diam untuk beberapa saat, mencoba mengingat kembali apa yang pertama dilihatnya kemarin ketika membuka mata. "Ingat."

"Benarkah?" tanya Dokter itu antusias, sedangkan di luar Preti sedang dilanda ketakutan. Ia cemas. Takut Andra mengatakan tentang dirinya pada Dokter itu kemudian si Dokter mencari datanya pribadinya dan semuanya terbongkar kalau Andra tidak pernah punya teman bernama Preti dan tidak pernah ada seorangpun yang mengunjungi Andra di Rumah Sakit, selain hantu Preti. Preti bukanlah nama aslinya. Menyembunyikan identitas yang di maksud sang malaikat bukan hanya tidak boleh mengaku sebagai hantu, tapi juga tidak boleh mengakui nama aslinya dan siapa dirinya.

The Death LineWhere stories live. Discover now