6. Kanada & Peraturan

Mulai dari awal
                                    

"Iyain aja."

"Ciee.. kira-kira anaknya bakalan gimana nih. Eh gimana perasaan lo jadi nyonya Lych sekarang? Eh malem pertama lo gimana??"

"Lia, gue nggak ada waktu. Bentar lagi gue mau flight."

"Oke, good luck, Heya. Miss you!"

"Miss you too! Good luck, Lia sayang. Semoga skripsinya lancar. Gue sayang sama lo, maaf nggak bisa ngirimin standee Zayn Malik di wisuda lo nanti."

"Nggak papa. Take care, bilangin ke gue kalo ada apa-apa. Salam juga buat Kak Mark, bilangin dari mantan korban laprak Kimdas yang dapet nilai enam puluh gara-gara margin kelebihan satu senti dikit! Aelah!!"

Heya tertawa dari arah seberang sana. Setelah tak ada pesan lagi yang ingin diberikan, panggilan tersebut segera dimatikan. Bertepatan dengan itu juga, badan Lia segera ambruk ke bawah lantai bersama ponselnya.

BRUKK

TOK TOK

"Lia!"

Dari balik pintu kamarnya, bundanya tiba-tiba datang menghampirinya.

"Lia, bangun! Lah kenapa pula kau!?"

Bundanya dengan terkejut langsung menghampiri putrinya yang terjatuh itu.

"Lia!" Bunda menepuk pipinya. Dengan keadaan setengah sadar, akhirnya Lia terbangun juga.

"Bun, temen Lia udah ada yang kawin."

"Jadi kau mau kawin juga?"

"Hueee!! Masa Lia masih ngurusin skripsi terus sih!"

"Ya makanya kelarin!"

"Hueee!"

"Biar langsung kawin!"

"Masalahnya jodoh nih lagi dimana sekarang??"

"Kerjain skripsi dulu baru kau ketemu jodoh!"

"Hueeeeee!"

□□□□□

Sambungan telepon tadi segera ia matikan. Heya baru saja menelpon temannya, Lia. Ia hendak memberitahukan kabar kepergiannya hari ini ke Kanada. Setelah memastikan penampilannya sudah rapi, barulah ia segera berjalan keluar dari dalam toilet. Posisinya saat ini sedang berada di dalam ruang tunggu bandara, ia hendak menghampiri salah satu tempat duduk dimana ada keberadaan suaminya di sana. 

Dari arah kejauhan Heya dapat melihat Mark yang tengah sibuk menaruh fokusnya di depan layar laptopnya. Heya terduduk langsung di sampingnya, Mark yang menyadari dengan keberadaannya langsung menutup layar laptopnya segera.

"Sisa tiga puluh menit lagi sebelum flight." Mark membuka suara selagi mengecek waktu di jam tangannya.

Heya tersenyum tipis membalasnya. Dia terdiam sejenak, sejak tadi, entah ada perasaan apa yang terus mengganjal di hatinya sampai saat ini. Membuatnya sedikit tak tenang mengenai penerbangan yang akan ia lakukan ini.

Perlahan, ia semakin dibuat tenggelam dengan lamunannya yang dipenuhi rasa kecemasan. Sebelum akhirnya sebuah kulit tangan yang terasa hangat mulai menggengam erat tangannya. Matanya tertoleh ke sampingnya, melihat ada Mark yang juga ikut menatapnya balik.

"Kenapa?"

Suaranya lembut dan Heya hanya bisa membalasnya dengan sebuah gelengan kepala. Mark seolah tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini. Dia hanya terdiam dan tak membalasnya. Lalu dirasakannyalah salah satu tangan Mark yang sedang mengusap pundaknya.

me after you [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang