1

168 13 3
                                    

"Pembunuhan kembali terjadi di daerah Tokyo. Korban ditemukan dalam kon--"

Pemuda berambut pirang itu mematikan televisi setelah menelusuri semua saluran yang ada. Ia mengambil sebungkus keripik, berlama-lama memegangnya sebelum dijatuhkan kembali ke lantai.

"Savin akan memarahiku," rengeknya sembari memeluk bantal.

Ia menggeliat di atas sofa, menikmati satu hari libur berharganya di Jepang--entah sudah berapa kali ia mengunjungi negeri ini untuk pengambilan film.

Kiro meletakkan bantalnya di pinggir sofa, bangkit setelah sekian lama merebahkan diri. Apartemen yang ia tinggali terasa begitu sunyi, seolah tak ada seekor semut pun yang berjalan-jalan.

Ia menghela napas, mengingat kenangannya bersama gadis pemilik apartemen ini, tepat tiga tahun lalu di hari ulang tahunnya. Namun, bagaikan angin yang tertiup begitu saja, sang gadis menghilang tanpa kabar, meninggalkan sebuah kamar yang terbuka, lengkap dengan berbagai perabotan yang tidak bergeser sama sekali.

Padahal, mereka sudah berjanji hendak bertemu pada kunjungan Kiro kali ini.

Mungkin dia pergi ke luar negeri, pikir Kiro. 

"Dan dia akan segera kembali!" Kiro meregangkan tubuhnya yang kaku, kemudian meraih topi hitam yang ia letakkan di meja. Tak lupa, kacamata tanpa lensa turut digunakannya untuk menyembunyikan identitas sebagai superstar kelas atas.

Pemuda itu lantas membuka ponsel, menelusuri tempat wisata yang menarik perhatiannya. Netra birunya memindai malas, hampir semua tempat sudah pernah ia kunjungi karena keperluan kerja.

Tiba-tiba, gerakannya berhenti. Ia mengerutkan dahi, mengetuk meja dengan cincin di jari telunjuknya. "Tempat itu saja." Ia terus berpikir, sebelum akhirnya mengetikkan nama tempat yang hendak dikunjungi.

Sungai Meguro.

Kiro mengetikkan setiap huruf dengan berhati-hati, takut membuat kesalahan yang akan mengantarkannya pada destinasi tidak menyenangkan.

Sebuah senyum terukir di wajahnya, bersyukur destinasi yang diinginkan tidak terlalu jauh dari apartemen yang ia tempati. Ia segera mempersiapkan diri, meminum segelas air mineral sebelum meninggalkan kediaman tersebut.

Ketika melangkah meninggalkan ruangan tersebut, berkas sinar matahari menyeruak masuk ke mata Kiro, membuat pemuda itu harus menutup matanya selama beberapa saat untuk beradaptasi dengan intensitas cahaya tersebut.

Ia berlari cepat, mengabaikan beberapa orang yang menunjuknya sambil berbisik-bisik kecil. Dalam hati, Kiro menyesal tidak menggunakan masker kain ketika hendak berjalan. Seharusnya, ia jauh lebih memperhatikan penyamarannya.

Namun, tidak ada langkah untuk berhenti lagi. Ia ingin segera sampai ke tempat yang penuh dengan bunga sakura tersebut, tempat di mana ia betemu dengan (name) untuk pertama kalinya.

Spring Lullaby || Kiro x readerWhere stories live. Discover now