Alam yang sedari tadi mencuri pandang tahu gerak gerik Bintang, akhirnya dia pindah duduk disebelah Bintang "Kenapa?" tanyanya.

"Mau nangis, Iron Man mati kamu gak bisa lihat?" dia berbicara dengan suara seraknya dan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Pundakku nganggur"

"Emang kenapa?"

"Katanya mau nangis?"

"Ha?" Bintang tercengang, Alam gak abis kesambet kan? Tanyanya dalam hati. Alam yang melihat Bintang menatapnya dengan wajah bingung, tangannya meraih kepala Bintang untuk disandarkan dipundaknya.

"Udah diem, nonton aja, kalau mau nangis, nangis aja gak usah malu"

Mereka berdua keluar bioskop bersama, sedangkan Bintang berjalan sambil menunduk.

"Kamu ngapain nunduk?"

"Masih nanya, kamu gak liat mataku sembab gini?" dia mendongakkan kepalanya sambil menunjuk matanya yang sembab.

"Iya aku lihat"

"Ya kan aku malu orang lihat wajahku gini"

"Apalagi aku"

"Ish!"

"Haha bukan gitu, takutnya orang anggap aku abis apa-apain kamu sampai sembab gini"

"Yaudah jangan jalan sama aku" Bintang memberi jarak jauh dengan Alam, seketika itu tangan Alam menariknya.

"Ngambek mulu"

"Abisnya kamu nyebelin"

"Iya iya" ucapnya sambil tertawa. Bintang melihat tangan Alam yang menggenggam pergelangan tangannya.

"Aku berasa kaya barang yang diseret" gumamnya, Alam tetap mendengar walaupun Bintang berucap dengan suara kecil. Dia melepaskan genggamanya dan menautkan tanganya dengan Bintang. Bintang mempertanyakan keadaan jantungnya, jangan sampai berhenti, bisa mati dia.

"Aku gak bakal hilang Alam"

"Emang yang nyuruh kamu hilang siapa?"

Bukan itu maksud Bintang, gimana caranya jantungnya tak berlari maraton? Dia belum siap untuk digenggam erat begini, haduh.

"Kamu mau makan? kenapa pipimu merah begitu?" sambil memandang Bintang yang berusaha menyembunyikan wajahnya. Mampus! Batinnya.

"Mau pulang" dia mengalihkan pembicaraan.

"Gak makan dulu?"

"Udah kenyang"

"Bukannya kamu laperan ya?" teringat lagi kejadian saat di perpustakaan.

"Udah kenyang gara-gara menangisi kepergian Iron Man"

"Itu hanya film"

"Iya tau, tapi tuh masih gak rela"

"Iya terserah"

Saat tiba rumah Bintang, Alam memarkirkan sepedanya.

"Kamu mau mampir?" tanya bintang.

"Mampir ke toko kue mu, bunda pesen sesuatu"

Mereka masuk langsung disambut oleh ibunya Bintang. "Loh kalian kok bareng?"

"Kebetulan" ucap Bintang lalu melenggang masuk ke dalam. Sedangkan ibunya Bintang menyelidiki Alam dari atas kepala sampai ujung kaki.

"Eh gini tante, saya gak sengaja ketemu Bintang di bioskop. Terus bunda menyuruh saya ambil kue"

"Oh putranya Dina ya?"

"Iya tante" Alam menunjukkan senyumnya.

"Terus itu anak nangis sampai matanya kaya abis di gebukin orang sekampung, itu gara-gara liat film?"

"Iya"

"Oala Bintang Bintang, film aja kok di tangisin" ibunya menggelengkan kepalanya karna heran dengan sifat anaknya sendiri, sedangkan Alam tersenyum dengan tingkah Bintang.

"Oh iya, ini pesanan bunda kamu" dia menyerahkan sekotak yang berisi kue.

"Makasi tante" ucapnya lalu berpamitan dan melenggang pergi.

Sedangkan Bintang yang sampai kamarnya langsung membuka buku catatanya dan menulis sesuatu disana.

Bahkan aku tidak bisa memastikan
Kebetulan itu bisa disebut takdir atau bukan
Kebetulan itu kau yang merencanakan
Atau semesta yang menjadwalkan?
Tolong jangan menyebalkan
Datang dan menggenggam tangan orang sembarangan
Dan jangan tanya penyebab rona merah pipiku
Sudah pasti itu bukan kepanasan!

- setelah menonton bioskop -

Aku Bukan RumahWhere stories live. Discover now