25. First Date

En başından başla
                                    

Melihat mereka diam, Diya ikut terdiam. Sama sekali tidak berani menginterupsi. Entah kenapa, aura yang terpancar dari mereka membuat suasana berubah tegang. Tatapan mereka seperti layaknya dua saudara yang sudah belasan tahun tidak bertemu. Terasa dekat namun juga terasa asing di satu waktu.

Diya memang tidak terlalu tahu apa yang terjadi, namun saat mengingat hubungan keduanya yang buruk, sedikit banyak dia mengerti.

Bahwa mereka butuh waktu. Untuk berkomunikasi tanpa malu, untuk sebuah bantuan yang mungkin tidak terlalu penting, hanya untuk berusaha mendekatkan diri setelah terbentang jarak yang begitu jauhnya.

Kedua cowok di depannya seperti sedang membuat dunia sendiri tanpanya. Dengan frekuensi yang berbeda dengan dirinya.

Itu sebabnya, sejak awal Diya tidak ingin datang. Bukan karena takut. Namun karena mungkin saja keberadaannya akan mengganggu mereka.

"Boleh pinjem mobil nggak nih?" tanya Rafan kesal. "Kalo nggak boleh, gue pergi!"

Fier terkekeh pelan. Nada tidak sabar Rafan bercampur malu membuat Fier terharu. Dia merogoh saku celananya lalu menarik kunci mobil dari sana.

"Ini permintaan tolong pertama lo." Fier melambung-lambungkan kuncinya di depan Rafan. Lalu melemparnya pelan hingga Rafan bisa menangkapnya sigap. "Mana mungkin gue tolak."

Rafan menatap kunci di tangannya sambil tersenyum tipis. Tanpa bertanya, Fier memberikan apa yang dia mau dengan mudahnya. Dia tidak tahu akan seringan ini rasanya.

"Makasih Bang." Rafan balas melempar kunci motornya ke arah Fier. "Gue duluan."
"Hm." Fier menoleh ke arah Diya lagi. "Selamat bersenang-senang."

Lagi-lagi Diya terdiam. Dia hanya bisa membalas kata-kata Fier dengan senyum kaku.

"Ayo." ajak Rafan. Diya terkejut dengan genggaman Rafan yang menarik tangannya tiba-tiba. Jantungnya berdebar saat melihat pertautan tangan mereka. Ini bukan pertama kalinya, namun rasanya seperti tersengat listrik puluhan volt.

Namun sayangnya ini bukan waktu yang tepat untuk merasakan hatinya berbunga-bunga. Seluruhnya terabaikan dengan semua pertanyaan yang berputar di kepala. Diya menggenggam tangan Rafan balik dan berusaha menyejajarkan langkah Rafan yang lebar.

"Tadi kak Fier bilang selamat bersenang-senang, maksudnya apa sih?" tanya Diya penasaran.
"Lah, gue kan tadi janji mau ajak lo jalan. Lupa?"

"Kita jadi jalan?" tanya Diya kaget.
"Loh?" Rafan menghentikan langkahnya. Dia menatap Diya lurus dan tajam. "Lo nggak percaya sama kata-kata gue?"

Diya meringis bersalah. Namun sedetik kemudian dia tersenyum lebar. "Kita jadi jalan?!!!" serunya antusias.

Rafan mendengus kasar. Ditatapnya Diya gemas. Rafan hanya mengingkari janjinya satu kali, satu kali! Tapi Diya bertingkah seakan jika Rafan menepati janjinya itu berarti sebuah keajaiban.

"Ya jadi lah, ngapain masih nanya!" seru Rafan sebal.

"Ya maaf..."
Mana tahu tadi Rafan serius dengan kata-katanya. Saat tadi Rafan melemparkan gagasan itu, Diya pikir Rafan tidak bersungguh-sungguh. Setidaknya hanya untuk membuatnya diam tidak merajuk lagi. Dan kalaupun benar, Rafan tahu pasti kalau dia tidak bisa kemana-mana.

"Ari gimana?" tanya Diya.

"Lo pikir kenapa sampe gue pinjem mobil ke abang?" tanya Rafan. "Kalo cuma kita berdua, motor gue aja cukup."

Baru setelah itu pemahaman masuk ke otaknya. Jadi itu alasan Rafan bertukar kunci? Karena mereka mengajak Ari juga?

Langkah Diya memelan lalu berhenti perlahan. Karena tangan mereka masih bertaut, langkah Rafan pun ikut terhenti. Rafan ingin protes. Namun melihat Diya yang menatapnya lekat, alis Rafan terangkat.

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Jun 13, 2020 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

It (Rafan)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin