24. Permintaan Maaf Rafan

5.8K 644 92
                                    


Setelah melambai kepada mobil ayahnya, Diya kemudian menutup pintu gerbang rumah dan memasang gembok. Baru setelah itu Diya menoleh ke arah Rafan yang duduk bertengger di atas motor.

Yang bisa Diya berikan hanyalah tatapan datar. Karena jujur saja, saking marahnya, Diya sampai malas bertemu Rafan lagi.

Rafan mengernyit melihat wajah Diya yang suram. "Kenapa muka lu?"

Diya berusaha menahan diri. Mengunci mulutnya yang ingin berteriak, juga menahan tangannya untuk tidak menjambak.

Kebetulan Diya melihat rambut Rafan yang acak-acakan karena pakai helm tadi. Dengan senyum murah hati, Diya menghampiri Rafan lalu menata rambut Rafan agar rapi.

"Adaw," Rafan meringis kecil saat Diya menarik rambutnya yang mencuat. "Pelan-pelan!" Rafan meringis, karena beberapa kali Diya menarik rambutnya. Bahkan Diya menyemburkan sedikit uap ludahnya ke telapak tangan lalu mengusapkan ke rambut Rafan agar rapi.

Rafan melonjak kaget. Dia shock dengan apa yang Diya lakukan padanya. "DI! LO NGAPAIN?!" jeritnya heboh.

"Nggak suka?" tanya Diya pura-pura kaget. "Sori."

Diya mengusap kedua telapak tangannya dengan sapu tangan lalu melesakkannya lagi ke saku baju. Wajahnya begitu tenang seperti apa yang dilakukannya adalah hal wajar. Baru setelah itu Diya mengambil helm yang tergantung di jok saat Rafan masih ternganga menatapnya.

Setelah memasang helm, Diya menaikkan kakinya ke pijakan. Karena sulit, dia berpegangan pada lengan kemeja Rafan. Diya naik ke boncengan dengan menarik kemeja Rafan kuat-kuat. Rafan heboh lagi.

"DI, SOBEK DI, SOBEEEK!"

Sebelum benar-benar sobek, Diya melepaskannya. Dia duduk lalu menepuk kedua bahu Rafan sekuat tenaga.

"Ayo berangkat."

Rafan mengaduh lagi sambil berjingkat ngeri.

"Di, lo lagi kenapa sih? Sakiiiit!" serunya sambil meringis kesakitan.

"Sori." Lagi-lagi permintaan maaf Diya terdengar seperti dibuat-buat. Seakan dia tidak menyesal sama sekali. "Udah siang. Ayok berangkat."

Rafan diam sambil mengusap tulang selangkanya yang berdenyut. Dia menoleh ke belakang. "Lu kenapa-"

"Sssh!" Diya memutar kepala Rafan menyuruhnya menatap ke depan.

"Aduduh," Rafan memegangi lehernya yang kaget. Dia mengernyit bingung. Keheranan melihat tingkah Diya yang aneh ini. Namun dia tidak punya pilihan lain selain menghadap depan, memakai helmnya lalu meluncur dari sana.

---

Rafan menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Dia pusing melihat tingkah Diya hari ini. Bicaranya hanya sepotong-potong, sedangkan wajahnya benar-benar masam.

"PMS kali." tebak Yusuf.

Rafan tertawa sumbang. Menakutkan. Dia harus menghadapi sikap Diya yang seperti itu sebulan sekali? Rafan menggeleng kuat. Dia tidak akan sanggup.

"Yang bener lu. Jangan ngarang!" sergah Rafan.

"Ya mana gue tahu. Namanya aja nebak."

"Tapi emang sih. Kakak gue yang cewek kalo PMS, beuh. Bokap gue aja sampe ngumpet. Sewot mulu bawaannya." kata Riko.

Dahi Rafan mengernyit dalam. Seingatnya Fianer tidak seperti itu. Dia menyebalkan bukan hanya sebulan sekali saat PMS, tapi setiap hari. Sampai-sampai Rafan tidak bisa membedakan mana PMS mana hari biasa saking terbiasanya dengan sikap kakaknya.

It (Rafan)Место, где живут истории. Откройте их для себя