Satu

3.8K 509 79
                                    


"Andai perahu ini karam dan kita harus berenang menuju tepian, akankah kita sampai di pesisir yang sama?"

"Andai perahu ini karam dan kita harus berenang menuju tepian, akankah kita sampai di pesisir yang sama?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

●●●●

Tok

Tok

Tok

Bunyi palu menjadi awal mula keheningan dalam ruangan sebelum suara hakim menggema, dengan lantang membacakan penutup dari putusan akhir pengadilan.

Jevian duduk di salah satu kursi di dalam ruangan. Menarik napasnya dalam-dalam, menutup kedua bola matanya erat. Menikmati perih yang berkecamuk tiada henti, sebelum riuh terdengar dari sisi seberang.

Seorang wanita menangis meminta keadilan sembari memeluk tubuhnya erat. Rahang Jevian mengeras meski wajahnya tak mengeluarkan reaksi apa-apa. Maka saat ketua hakim mengundurkan diri, ia ikut berdiri. Menarik napas panjang sebelum berbalik.

Lalu pualam mereka bertemu dalam sepersekian detik yang sunyi.

Tidak ada suara yang terlontar dari keduanya, tidak ada senyum yang terpatri dari bibir. Pualam keduanya seolah melebur dengan genangan air mata yang sudah tumpah ruah memendam emosi.

Lalu Jevian mengalihkan pandangan lebih dulu, ragu untuk terus mematut diri lebih lama di sana. Langkah panjangnya membelah ruang sidang. Meninggalkan ribuan luka lama yang akan ia kubur sesegera mungkin.


●●●●


"Ayah?!"

Jevian tak mampu menahan senyumnya saat mendapati Dave sudah berdiri di depan pintu. Piyama abu-abu metalik yang melekat pada tubuhnya membuat jagoan kecil itu tampak menggemaskan.

"AYAH!!" pekik Dave usai ia memastikan kehadiran sang ayah.

Dave mengambil langkah besar-besar, menghamburkan diri pada Jevian yang sudah menekuk kaki di depan pintu.

"Kok bisa tau ini Ayah?" tanya Jevian takjup.

"Kan ada suara mobilnya."

Kekehan Jevian menggema, tak mampu lagi menahan diri. Sementara Dave hanya diam, mengeratkan pelukannya.

"Ayah pulang?!"

Pekik lain disusul suara gaduh hentakan kaki menarik atensi keduanya. Memberi jarak pada Dave sejenak, satu lagi hantaman pelukan Jevian terima. Kedua bocah laki-laki itu saling berebut siapa yang akan memeluk leher sang ayah lebih erat. Lalu Jevian berdiri, menukar sepatunya dengan sandal rumahan hitam berbulu lembut. Menggendong kedua jagoan yang sudah tak lagi ringan itu masuk lebih jauh ke dalam rumah.

"Ayah bau!" ujar Dave ketika ketiganya sampai di sofa bed di jantung rumah. Jevian meletakkan keduanya masing-masing di salah satu paha. Tawa ringan mengalun dari bibirnya.

Desiderari | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now