Prolog

10 0 0
                                    

'Dia' semakin mendekat..

Tubuhku sudah kehabisan tenaga, luka di bahuku tidak berhenti mengeluarkan darah

Aku terus berjalan menuju ke pemukiman warga, tapi sialnya kebun ini sangat luas dan aku tidak segera sampai

Jam berapa ini? 9? 10? 12? Yang jelas ini sudah sangat larut malam. Dan aku terlalu ceroboh untuk menghampirinya seorang diri tanpa bala bantuan, hanya untuk menuruti emosi pribadi demi mereka yang telah mati di tangannya

Aku tahu aku akan mati hari ini.. terlepas apakah dia berhasil menangkapku atau tidak.

Aku akan membunuhnya... demi semua orang..demi sahabatku..

Aku melihat cahaya putih yang bergerak di kejauhan. Sepertinya itu kendaraan. Mobil? Aku akan menghampiri cahaya itu dan meminta pertolongan.

Aku berlari sekuat tenaga meski kakiku telah beberapa kali terkilir dan tergores duri tanaman. Pada akhirnya aku mencapai jalan beraspal dimana mobil tersebut berlajur.

Aku berdiri di bahu jalan dan melambaikan tanganku,

"Tolong!"

Mobil itu berhenti tepat di depanku. Kaca jendela dibuka dan terlihat seorang pria seperti seorang bapak-bapak menyapaku,

"Hei, kenapa kamu? Kecelakaan? Sini saya bantu"

"Izinkan saya masuk, pak. Saya mohon. Saya akan ceritakan semuanya di jalan. Bawa saya keluar dari sini.." ucapku sambil terengah-engah.

Bapak tersebut mengizinkanku masuk ke dalam mobilnya. Dia menyetir sendiri, tanpa membawa penumpang. Aku duduk di kursi belakang.

"Ada apa? Kenapa penuh luka? Saya bawa ke rumah sakit terdekat, ya?" kata bapak tersebut sambil menjalankan mobilnya.

"Saya dikejar seseorang.. dia ingin membunuh saya. Jangan bawa saya ke rumah sakit, saya tolong bawa saya ke kantor polisi terdekat. Saya tahu identitas pelaku dan dia harus segera ditangkap,"

Aku terus memegang bahuku yang berdarah..

"Oke oke, tenang. Kamu nggak akan kenapa-napa. Disini aman. Tapi apa yang anak muda seperti kamu lakukan di tempat sepi seperti ini malam-malam?"

"...."

"Nak? Ada apa? Kenapa diam?"

"Saya.."

DOR!

Beberapa tembakan dilontarkan ke arah mobil. Dan satu peluru mengenai bapak yang menolongku. Dia meninggal seketika dengan tembakan di kepalanya. Mobil yang aku tumpangi terpelosok ke sawah.

Kepalaku terbentur pintu mobil. Aku hampir kehilangan kesadaran. Tiba-tiba pintu mobil terbuka. Sial, itu 'Dia'. 'Dia' telah berhasil menangkapku dan menarikku keluar dari mobil.

"Mau lari kemana? Aku tidak akan membiarkan kamu menghalangiku.. ini sudah kamu mati," ucap si pembunuh tersebut sambil menodongkan pistolnya ke arahku.

Aku terbaring di tanah sawah, dikelilingi tanaman padi yang sepertinya merupakan hal terakhir yang akan aku  lihat di hidupku.

"Dengan satu peluru ini, maka aku deklarasikan bahwa '10 Petaka' akan selesai.. Selamat tinggal. Unus.. vindictae.. peccatum"

...

...

The X MurderWhere stories live. Discover now