Salahnya di Mana?

14 1 0
                                    

"Kita makan! Perutku lapar. Mengertilah!, babangmu ini butuh asupan gizi agar tetap stabil dan sehat. Sudah! Jangan melongo begitu" towel Bobi ke hidung Neneng mesra. Diraihnya tangan Neneng dan menyuruhnya untuk segera duduk di jok belakang.

Neneng bergeming minta penjelasan. Wajahya kaku dan tegang. "Jelaskan atau aku akan pulang tanpamu," ancamnya.

Bobi menghela nafas. Dibukanya kembali helm yang sudah melekat di kepalanya. "Neng, aku ini anak seorang pemilik Rumah Sakit terbesar di kota ini. Papanya Wulan adalah bawahannya Papaku. Kami beberapa kali bertemu. Pernah satu kali di jamuan makan Bapak Gubernur. Udah segitu aja," Bobi memberi penjelasan singkat.

"Segitu aja? Kamu benar-benar, ya? kenapa nggak bilang dari awal?" Mata Neneng mulai berkaca-kaca. Entah bagaimana menjelaskannya. Dadanya terasa sesak seakan Bobi membohonginya. "Kamu tidak jujur selama ini. Kamu pembohong," ketus Neneng menahan gejolak hatinya yang terasa sakit.

Bobi mulai bingung, kenapa masalah sepele begitu membuat Neneng bersedih dan menuduhnya berbohong. Salahnya apa?

"Lho, aku salah apa? Udah deh, perutku benar-benar lapar. Ngojek hari ini bikin lelah banget. Ayo, Neng kita makan!," keluh Bobi tak peka.

"Kamu jahat! Kamu egois!" Neneng histeris dan memukul Bobi dengan tas tangannya. Apa sih? Bobi benar-benar bingung. "Hampir enam bulan kita pacaran, kamu tidak pernah cerita. Jangan kan bercerita bertemu pun susah. Alasanmu sibuk. Malam ini jelas terlihat kalau aku tidak mengenalmu sama sekali. Siapa sebenarnya kamu, dan posisi aku bagi kamu jelas sudah. Sebaiknya kita jelaskan sekarang. Atau aku saja yang akan menjelaskan," cecar Neneng sesak. Air matanya mengalir deras.

"Neng!" Bobi terkejut dengan reaksi pacarnya itu. Dia melakukan kesalahan apa kali ini? Permintaan Neneng sudah dikabulkannya walau sebenarnya rasa lelah dan lapar mendera saat itu.

"Ternyata aku tidak ada artinya bagi kamu. Mungkin aku hanya bertepuk sebelah tangan. Daripada hatiku semakin sakit, lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Mungkin aku hanya menjadi beban atau penggangu kehidupanmu yang selama ini tenang. Jadi, lebih baik kita memilih jalan masing-masing," bibir Neneng bergetar. Hatinya benar-benar sakit.

Neneng berbalik berjalan menjauhi Bobi yang masih duduk di atas tunggangan hitamnya. "Tunggu!" pinta Bobi. Dia meraba-raba maksud perkataan Neneng barusan. Mengurai benang kusut di otaknya dan menyambungkan dengan benang semu yang diputus Neneng.

"Tidak bijak mengambil keputusan di saat pikiran kacau seperti itu. Jangan akhiri sesuatu yang dimulai darimu. Kejam sekali. Memangnya apa salahku? Aku memang begini adanya. Tidak pandai berpura-pura. Aku memang anak seorang pemilik Rumah Sakit terbesar di kota ini. Lalu, apa salah jika pilihanku ngojek dan punya kehidupan sendiri? Salahnya di mana, Neng. Lalu, apa harus aku memberitahumu? Apa pernah kau bertanya? Siapa aku sebenarnya akankah berpengaruh dengan hubungan kita?" suara Bobi terdengar serak. Neneng tercekat.

"Aku belum pernah memiliki hubungan dengan wanita manapun. Ketika dirimu menyatakan suka, aku begitu gamang karena sebenarnya rasa itu juga ada. Aku hanya ragu apakah bisa menjadi pria idamanmu. Tapi...,"suara Bobi tercekat. Dia tidak pandai mengungkapkan isi hatinya. Lidahnya kelu tidak tahu lagi harus mengurai kata mencerminkan isi hatinya saat itu. Rasa laparnya menguap digantikan rasa perih di dadanya. Hatinya tersakiti dengan keputusan Neneng.

**********

"Kamu... apa artinya aku bagimu?" tanya Neneng membalikkan badan. Kakinya kaku untuk bergerak mendekati Bobi. Matanya berkabut. Neneng menggigit bibir bawahnya yang bergetar.

Bobi memandang sayu padanya. "Apa artinya dirimu? Kenapa harus ditanya lagi?"

Neneng menyeka air matanya, "o-on, jawab saja!" bagai singa lapar Neneng begitu gemes menghadapi sikap Bobi. Dasar dodol! Bego! Kaleng kerupuk! Perkedel jagung!. Neneng mengumpat dalam hati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 26, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sejumput Kata Pengurai RasaWhere stories live. Discover now