Prolog

209 29 63
                                    

Hari masih pagi, entah bisa dikatakan pagi atau tidak, Atma juga tidak tahu. Pasalnya fajar bahkan belum menampakkan batang hidungnya, tanda-tanda matahari akan terbit saja tidak ada, apa bisa dikatakan bahwa saat ini hari sudah pagi? Hei, ayam bahkan masih enggan untuk berkokok, mereka pasti sedang menikmati hangatnya kandang pada dini hari yang lebih dari kata dingin ini. Namun, lihatlah dia, seorang gadis yang bernama lengkap Atmadinata ini bahkan sudah rapih dengan pakaian hitam putih khas MABA-mahasiswa baru-yang melekat pas pada tubuhnya.


"Langit bahkan masih hitam, bagaimana bisa mereka setidak semanusiawi itu?" keluhan terlontar dari bibirnya. Atma tidak suka ini, keadaan di mana dia dipaksa untuk mematuhi orang asing yang bahkan namanya saja Atma tidak pernah mau ambil pusing siapa, tetapi Atma tidak memiliki pilihan, bukan?


"Hei!" seseorang menepuk bahunya, jelas saja Atma terlonjak kaget. Atma menoleh dengan sangat tidak ramah. Di hadapannya kini, ada seorang gadis yang sama persis berpakaian khas MABA seperti dirinya, tersenyum lebar kelewat ramah pada Atma.


"Aku harap mulutmu tidak akan robek. Ya, setidaknya jangan di hadapanku, itu mengerikan," pikir Atma.


"Mahasiswa baru juga?"

Atma memandangnya dengan mimik muka mencela. Tidak sopan? Biarkan. Atma tidak pernah mau ambil pusing. Pertanyaan retorik macam apa yang baru saja dilontarkan gadis asing dengan senyum lebar kelewat ramah ini?


Atma memutar bola mata jengah, "Bukan."


"Eh? Masa sih?"


"Bodoh," ucap Atma pelan.

Gadis di hadapannya tertawa, memukul bahu Atma seolah mereka adalah teman akrab, "Pintar juga kamu membuat lelucon," ujarnya.


"Benar bodoh ternyata." Atma memutar bola matanya jengah, lagi. Tanpa memedulikan gadis asing itu, Atma beranjak pergi dari sana, meninggalkan gadis asing itu yang menganggap ucapan Atma adalah lelucon. Dasar payah!

ɤɤɤ


Waktu sudah menunjukkan pukul 11:00 WIB, Atma juga seluruh maba sama sekali belum beranjak dari tempat ini. Bisa dibayangkan seperti apa keadaannya? Ya, tidak jauh-jauh dari kata bosan, lelah, dan juga mengantuk pastinya. Hei, jangan salah! Duduk diam berjam-jam sambil mendengarkan materi membosankan itu juga bisa melelahkan.


Atma benci ini, lagi-lagi dia terpaksa melakukan hal yang dia tidak suka. Keramaian, duduk berjajar tanpa jarak, Atma enggan dengan itu. Atma mendongak menatap langit-langit ruangan, cukup lama sampai seseorang di sebelahnya mengajaknya bicara.


"Hai, aku Arkais."

Atma tidak memedulikannya, entah kepada siapapun seseorang di sebelahnya ini berbicara. Sekalipun ia berbicara padanya, Atma tidak peduli.

Ponsel di dalam saku roknya bergetar tanda ada notifikasi masuk. Atma mengabaikannya, karena itu pasti hanya notifikasi pesan dari operator.


Pemateri masih mengoceh panjang lebar, entah mengenai apa Atma tidak mengerti. DISTIM-disiplin tim-terlihat berjaga dengan mimik muka yang menurut Atma dibuat-buat untuk terlihat garang.


"Hei, aku Arkais." Seseorang di sebelahnya belum menyerah, kali ini sambil mengulurkan tangan padanya. Atma menatap uluran tangan itu, sebelum kemudian mengarahkan pandangannya pada si pemilik tangan.

|Trilogy-1| SenandikaWhere stories live. Discover now