Part 2 | Hati

2.2K 120 3
                                    

Zaky bersiap-siap pergi ke kantornya ketika itu. Sebelumnya Zaky mencium kening Keyra, dan wanita itu kegirangan. Rasanya saat-saat Zaky berada di rumah terlalu singkat. Keyra masih ingin bermanja tapi Zaky harus bekerja demi kelangsungan hidup mereka.

"Kenapa cemberut?" tanya Zaky.

"Seandainya Papa ada di rumah, kamu bisa ikut aku ke kantor. Kalau kamu ikut, Mama sendirian di rumah. Aku yang nggak tenang, Key," jelas Zaky memberi pengertian. Usia Keyra memang bisa dibilang masih remaja. Kebanyakan gadis seusianya belum menikah dan masih menikmati masa muda.

"Iya, Kak, aku paham," ucap Keyra tersenyum.

'Tapi, siapa yang ngawasin Kakak di sana? Siapa yang marah kalau ada yang berani nyentuh Kakak?' batin Keyra. Cemburunya besar. Zaky bagai mainan yang hanya boleh ia punyai, tidak boleh disentuh apalagi dimiliki orang lain.

"Ya, sudah aku pergi dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Motor matic itu melaju membelah Kota Samarinda. Keyra meremas bajunya lalu menunduk pasrah. Ia berbalik badan dan hendak beranjak ke dapur.

"Mau ke mana?" tanya Sela-ibu mertuanya.

"Mau masak, Bu."

"Nggak usah, temani aja ibu ke spa, ya? Soal makan nanti pesen aja," ujar Sela sembari tersenyum. Keyra mengangguk kecil dan pergi ke kamar mengganti baju.

Ibu mertuanya tidak galak, sangat memanjakan Keyra. Bahkan Keyra seperti anak sendiri. Sela tidak pernah memaksa ini itu, atau menuntut Keyra harus segera punya anak. Baginya, Keyra bisa memanfaatkan waktu dua tahun kebersamaannya dengan Zaky.

Sepanjang perjalanan, Keyra hanya melamun. Teringat saat-saat indah ketika ia resmi menjadi istri Zaky Alamsyah. Hingga jentikkan jari Sela membuatnya tersadar dari lamunan.

"Jangan ngelamun nggak boleh," kata Sela.

"Mmm, Bu ... Keyra boleh nanya?"

"Hm?"

"Apa dalam rumah tangga pertengkaran itu hal yang wajar?" tanya Keyra serius. Baru kali ini ia berekspresi datar di hadapan mertuanya. Biasanya, Keyra selalu ceria dan gembira.

"Iya, sudah biasa. Hubungan apa pun itu, Key. Nggak selalu mulus kayak ubin masjid. Ada aja kendalanya," jawab Sela sambil terus fokus ke jalanan. "Kenapa nanya begitu? Lagi berantem ama Mas Zaky?" tanya Sela penasaran. Mata Keyra berkaca-kaca dan Sela tahu apa yang dialami menantunya ini.

"Kamu cemburu?"

"Bu-bukan cemburu, Bu. Lebih tepatnya curiga. Ada chat cewek di ponselnya. Kupikir itu teman kerja, tapi masa harus pakai emotikon love segala?" jawab Keyra.

"Hm, kamu harus tanya ke dia langsung, minta penjelasan. Jangan diem begini," kata Sela memberi saran. Ekspresinya berubah aneh. Bak tahu apa yang disembunyikan putranya.

"Nggak, Bu. Keyra diem aja dulu sampai terbukti jelas. Mungkin kemarin cuma salah lihat."

***

Hatinya bimbang, haruskah bertanya atau tetap diam seperti ini? Bagaimana perasaan wanita yang mencurigai sesuatu itu tapi canggung untuk menanyakannya? Keyra memang seperti anak kecil, tapi ia ingin berpikir lebih dewasa agar hatinya terselamatkan.

Malam ini, tidak ada perlakuan romantis darinya. Sepulang kerja, Keyra hanya menyiapkan makanan dan menunggu suaminya itu di dekat meja. Tidak menegur sama sekali. Zaky pun merasa heran tapi berusaha berpikir positif. Mungkin Keyra sedang kedatangan tamu bulanan.

Biasanya Zaky menceritakan kejadian lucu di kantor. Namun, setelah salat Isya, Keyra langsung masuk ke kamarnya. Zaky hanya menggeleng pelan melihat tingkah sang istri.

"Wajar aja, Ky. Istrimu masih 18 tahun. Sifatnya labil dan belum bisa mengendalikan emosi," ucap Sela yang tiba-tiba duduk di samping Zaky.

"Itulah, Ma. Apalagi kalau dia lagi haid, seharian mungkin aku dimarahin. Nggak jelas, sih kadang haha," kata Zaky tertawa receh. Membayangkan dirinya dipukul dan ditendang Keyra jika perempuan itu sedang marah.

"Kalian ada masalah?" tanya Sela.

Zaky mengerutkan dahi dan menggeleng. "Nggak ada, Ma. Aman, kayaknya emang dia yang lagi sensi," jawab Zaky santai dan meminum kopinya.

Dalam hati, Sela ingin bertanya tentang chat wanita itu. Namun, ia hanya akan menyulut emosi karena dianggap ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Akhirnya, Sela memilih diam. Membiarkan keduanya menyelesaikan masalah ini. Harus mandiri.

Dalam kamar, Keyra kembali menitikkan air mata sembari memeluk bingkai foto. Zaky masuk diam-diam dan menutup pintu perlahan. Tentu saja Keyra tidak menyadari hal itu karena ia memejamkan mata. Seulas senyum terpancar di wajah Zaky, ia gemas dengan tingkah istrinya ini.

"Kenapa, sih? Ada masalah?"

"Papa ...."

"Kamu mau ketemu Papa?" tanya Zaky.

Keyra mengangguk cepat seperti anak kecil. Zaky menariknya dalam dekapan, hangat begitu menenangkan. Keyra mengusap air matanya yang semakin banyak. Hatinya pedih dan perih. Lama tidak bertemu papanya.

"Besok aku izin. Kita ke rumah ibu," ucap Zaky.

"Tapi, Kak, kalau Papa gak ada gimana? Sia-sia dong kalo kita ke sana."

"Mana kita tau sebelum cek sendiri. Nomer ibumu juga gak aktif. Mau gak mau kita yang ke sana," ucap Zaky.

"Hu'um," gumam Keyra manut.

"Tidur, yuk."

"Kakak duluan aja. Ada yang masih harus kukerjakan."

***

Keesokan harinya, Keyra dan Zaky meminta izin untuk pergi sebentar. Rumah Bu Darsiah-ibu Keyra-terletak di desa. Tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu setengah jam dari rumah Zaky.

Lama tidak berkunjung, Keyra sedikit asing dengan pemandangan di sini. Sawah-sawah mengering, hewan ternak berkeliaran bebas. Tidak terlihat orang-orang melakukan aktivitas seperti biasa. Perasaan tidak nyaman menghampiri hatinya ketika sampai di depan rumah.

"Kak, ini kayak bukan rumah Ibu. Atau kita salah rumah?" tanya Keyra ragu.

"Kamu ni gimana, sih? Ini rumahnya. Mas tau betul, ada bunga anggrek tiga warna di sampingnya," ucap Zaky sembari menunjuk bunga itu.

"Ta-tapi-"

"Ssuuut! Diem dan ikut aku."

Zaky mengetuk pintu dan mengucap salam. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan senyum Keyra terlukis indah. Namun ....

"Lho, Ibu siapa?" tanya Keyra begitu mendapati sosok di hadapannya bukan sang ibu, melainkan orang lain.

"Saya pemilik rumah ini. Kamu siapa?" balas ibu itu. Keyra tersentak kaget. Kakinya lemas bak tidak dapat menahan tubuhnya lagi saat ini.

"Bukannya ini dulu punya Bu Darsiah?" tanya Zaky.

"Itu dulu, Mas. Sekarang udah punya saya. Saya beli dengan harga standar," jawab ibu itu santai.

"Terus, Bu Darsiah pindah ke mana?"

"Bukan urusan saya, ya."

Keyra ingin menahan air matanya jatuh. Jika ibunya tidak ada di sini, lantas pergi ke mana? Papanya tidak ada. Saudara jauh merantau di pulau seberang.

Keyra melenggang keluar pagar. Malas rasanya berdebat dengan orang tidak peduli. Hatinya menjerit, meneriaki nama ibunya yang entah berada di mana. Nomor teleponnya tidak aktif. Tetangga kanan kiri juga bagai tidak tahu apa-apa. Sia-sia berbicara dengan mereka.

"Sabar, ya, Mas bakal usahain cari ibu kamu," ucap Zaky menenangkan.

BERSAMBUNG

Ditunggu komen cerewetnya
Salam dari Mas Zaky dan Keyra ❤

Mendiang [END] Où les histoires vivent. Découvrez maintenant