⚠️15+ Area! Bullying - mental disorders - harsh words - blood - some crimes are here - please be smart !
____________
Tentang Zivana dan Samahita-si pencinta teh dan si mantan mafia yang doyan nyimpen susu cokelat dalam botol amer-dua orang dengan p...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Keringat sebesar biji jagung merayap di sekujur wajah Raja dan Zivana. Mereka berhenti sebentar untuk mengirup oksigen dalam-dalam, setelahnya Raja mengajak Zivana untuk melipir ke mini market—ada yang mau dia beli.
Waktu sepagi ini, pengunjung mini market tidak ramai, hanya ada satu dua yang berdiri di beberapa titik rak—sibuk memilih belanjaan. Penjaga mini market saja masih sibuk membersihkan lantai dan mengenyahkan debu yang menempel di barang-barang dengan kemoceng gotik.
Ketika mereka masuk, salah satu penjaga mini market memandang keduanya penuh selidik. Maklum, dia pasti menebak kalau Raja dan Zivana bolos sekolah—tepat—mereka memang bolos—divalidasi oleh seragam SMA yang masih bertengger di tubuh keduanya, di jam 9 pagi.
Zivana awet berdiri di dekat pintu—di depan ice box—dengan isi kepala yang tak berhenti memutar aksi keren Raja di kelasnya tadi—karena setahu Zivana—Raja anaknya kalem habis. Dan satu lagi, sejak kapan papa Raja punya yayasan sekolah? Bukannya dia seorang dokter? Duh kenapa jadi sebingung ini?
Sedang Raja sudah berkelana ke mana-mana—sibuk memilih-milih belanjaan. Memasukan alkohol 75%, betadine, hansaplast, perban, dan beberapa kudapan ringan ke dalam keranjang belanjaan yang dia ambil di dekat pintu masuk tadi.
Melihat Zivana hanya berdiam diri tanpa mengambil apa-apa membuat Raja berinisiatif mengajaknya ke lemari pendingin untuk memilih minuman.
“Lo mau minum apa? Ambil. Terserah mau berapa. Hukumnya wajib yah, Praya, bukan sunnah.”
Zivana menggeleng sambil melepaskan tangan Raja yang melingkar di pergelangan tangannya. Raja cukup kaget, dia bingung kenapa setiap kali dia memegang tangan Zivana atau berusaha melakukan sentuhan fisik, gadis itu memberikan respon tak suka, semacam takut. Padahal dulu, gadis itu tidak pernah keberatan.
Setelah menetralisir rasa kaget bercampur bingung, Raja berujar, “Oke, ini.”
Dia membuka lemari pendingin untuk mengambil sepuluh botol minuman—dua botol diantaranya ada ichitan—satu rasa thai tea, satu lagi rasa green tea—sisanya susu kotak berbagai merk dan rasa—lalu mengajak Zivana ke rak roti.
“Lo mau apa? Ambil roti yang lo suka. Kita bakal melakukan perjalanan panjang hari ini. Jadi pastikan perut lo terisi dengan sempurna,” terang Raja.
Zivana kembali menggeleng.
“Oke, ini.”
Raja mengambil sepuluh bungkus roti—empat diantaranya ada cheese cake—kesukaan mereka berdua—ah ralat, kesukaan mereka bertiga—Pangeran—sisanya hanya roti manis isi cokelat, keju, dan kacang.