Sifat rancun Leo selalu mengancam setiap kali Casey menolak.

-Bad angle-

Seharusnya Unna pulang saja memakan mie sambil menonton film dramatis, atau menyetel lagu Adele dan dia yang akan menyanyi dengan lebih dramatis.

Unna berdecak menatap sepatu hak yang sudah tidak layak dipakai akibat tidak memperhatikan jalanan yang berlubang.

"Bye sepatu sialan yang semoga gue juga ga terbuang seperti lo ditempat sampah."

Memilih tidak peduli pada kaki yang sering dirawat karena sekarang dia harus bertelanjang kaki, tidak peduli dress putih yang kotor atau rambut lepek berantakan, Unna lebih memilih berjalan kearah toko roti milik maminya.

"Demi emak Aruna yang kaya tapi tetep jualan roti, kenapa penampilan lo mirip sama orang yang ditinggal nikah?"

Unna memutar bola mata, memilih duduk, "Gue tau! terlalu sulit dibantah Bahkan keadaan gue lagi ga oke, lo masih heran kenapa ga bisa mencoret kata cantik dari diri gue"

Jagad berdecih, "Sekarang gue tau kenapa Tuhan ga pernah ngasih gue cobaan akhir-akhir ini, karena cobaan gue ngadepin orang yang percaya diri tingkat overdosis."

Unna tertawa, "Jangan terlalu sungkan muji, gue bakal dengerin."

Jagad menjitak kepala Unna, "Jadi gimana arah lo sekarang setelah memutuskan ga kuliah?"

"Gue ga kehilangan arah kaya yang lo pikirin selama ini! oke kali ini serius, jiakh nanti lo baper lagi persis waktu itu nembak lo sebagai percobaan, tapi dengan begonya lo nolak karena alasan persahabatan." Unna tertawa mengingat itu, seolah perasaan Jagad adalah candaan.

Jagad memutar bola mata malas, "Lo lagi ngehindar dari pertanyaan gue, karena sebenernya lo masih kehilangan arah."

Unna tertawa, memakan roti yang dipesan Jagad, "lo paling tau gue. Tapi tenang aja gue udah nemuin jati diri gue dengan cara menyelesaikan permasalahan orang lain."

"Kerjaan lo jadi hakim abal-abal masih lanjut?"

"Gue terlalu berlebihan kalau disebut penyembuh luka orang lain."

Unna mengedarkan pandangan, melihat apakah ada yang menjadi pusat perhatian. Dan menjetikan tangan, "Coba lo liat dua orang yang debat itu, ini part paling seru seolah-olah gue sutradara disebuah film, kita kasih nama Cahya dan Cahyo."

Jagad menyipitkan matanya pada dua orang yang Unna tunjuk, mereka sepasang kekasih yang sedang berdebat tanpa memperdulikan sekitar.

"Ayo kita putus!"

"Kita bisa cari jalan keluar dengan baik."

"Jalan satu-satunya cuma mengakhiri, gue gak pernah marah kalau lo lebih milih perempuan tadi, anggap kita gak pernah ketemu." Kata si Cahya.

Cahyo memegang lengan Cahya dengan amatir, "ini salah paham. Kasih waktu lima menit untuk membuktikan, atau satu menit buat menjelaskan."

Unna memutar bola matanya, "lima menit berharga, Cahya hidup mati lo lagi ditentuin menit." Tidak, Unna tidak berteriak.

Cahya menghela nafas, "gue milih yang pertama."

Unna menyibak rambut panjangnya, terkekeh seolah-olah penderitaan orang lain adalah hiburan, hal itu membuat Jagad menggeleng-gelengkan kepala tidak menyangka.

"lima menit aja ga cukupkan bikin aku percaya lagi? mending kita akhiri sampai disini. Aku ga marah, aku cuma cukup kecewa."

Dan benar, Unna sudah menebak akhir dari cerita ini Cahya meninggalkan Cahyo sendirian dengan kotak merah ditangannya.

"Lo mau tau apa yang bakal gue lakuin setelah ini?" tanya Unna dengan senyuman tertahan.

"Bantu jelasin biar si cewe percaya? kaya kisah percintaa lo dulu, dan gue yang harus ngeyakinin lo biar percaya bahwa cowok yang paling lo sayang ga brengsek?"

Damn!

Jagad terkekeh melihat perubahan wajah Unna, "Lo terlalu nutupin lubang orang lain, tapi lo lupa punya lubang yang lebih besar yang bisa kapan aja nenggelamin diri lo sendiri."

Unna tertawa, jelas hanya untuk menutupi kecanggungan.

"Hanya karena lo ga liat orang lain berusaha naik kedaratan, bukan berarti dia pasrah ditelan lubang itu."

"Tapi diliat dari cara lo, gue ga yakin lo udah mau bangkit buat lupain semuanya."

Unna berdiri, "Gue buktiin kalau gue bisa memperbaiki itu semua, seenggaknya bukan masalah gue tapi kesalah pahaman orang lain sebelum terlambat."

Unna berjalan ke ara luar, disusul Jagad . Mencari keberadaan Cahya tapi tidak ada. Matanya menangkap Leo yang berdiri tidak jauh, Unna sempat ingin menghampiri.

Seperti boomerang yang terasa nyata, Unna bisa jelas melihat punggung tegap yang membelakangi, mengobrol dengan Leo. Unna segera menarik Jagad, ke arah mobil milik cowok itu.

Jagad mengerutkan kening, tapi ketika seseorang melewati mobilnya, barulah Jagad mengerti semuanya.

"Apa lo butuh pemeran pendukung? pemeran utama dikehidupan lo udah muncul kepermukaan." Bisik Jagad meremehkan.

-bad angle-


Jangan diplagiat ya, aku ga akan ngedoain  tapi kalau kamu muntah paku, serius  kayanya bukan ulah aku. 🙂

maaciw yang udah baca, semoga suka,
see u pembaca yang malu-malu ga mau ninggalin jejak💗💐

BAD ANGLE [REVISI]Where stories live. Discover now