Tetap saja. Selera suami memang payah. Hinata menahan mulutnya untuk menyuruh suaminya untuk memakai sepatu lain. Yang lebih layak digunakan dengan rajutan Dior itu.

Hinata menarik napas, menghembuskan pelan-pelan. Berpikir positif agar kandungannya aman. "Suamiku, sebaiknya kau ganti baju saja."

Ayahnya Junichiro berdiri tegak setelah sempat membungkuk karena membenarkan belakang sepatunya yang terinjak. "Ada bekas cakaran di leherku. Dan juga gigitanmu di sana." Katanya santai, tanpa benar-benar memikirkan apa akibat perkataannya yang membuat Hinata auto megap-megap.

Kenapa membicarakan hal seperti itu di depan anak badungnya???

Crap!
Dia sudah melihat wajah Jun yang berubah songong sebelum merubah wajahnya hingga seinosen mungkin. "Wah, aku baru tahu bahwa Mom suka menyerang di saat lengah."

"Jun!" Hinata benar-benar ingin memelintir mulut lemas anak lelakinya itu.

"Jangan membuat ibumu kesal."

Junichiro kehilangan cengirannya. Ayahnya jarang bicara, tapi sekali bicara, pasti itu penting. Dan ia tidak mau kehilangan uang saku atau kartu saktinya. "Iya Dad."

"Kalau kau punya waktu luang untuk mewarnai rambutmu, kenapa kau harus bolos dan membuatku harus meminta maaf kepada gurumu."

"Itu bukan salahku," Junichiro mengelak, "Profesor Sarutobi tidak bilang kalau akan mengadakan kuliah online karena pandemi ini."

Mata suami Hinata memincing, "aku tahu kau bohong karena aku mendapat salinan e-mailmu."

Junichiro mangap, ingin membela diri tapi tampaknya itu mustahil. Tidak ada yang bisa mengelabui Tuan Tahu Segala. Seolah matanya bisa melihat apapun, dan bisa menembus apapun. Mengerikan!

"Aku jujur kok, kan Profesor Sarutobi memang tidak bicara langsung. Maksudku mengabari lewat e-mail." Junichiro buru-buru meralat. "Jadi itu bukan kesalahanku kalau aku melewatkan mata kuliahnya."

"Simpan semua alasanmu untuk nanti."

Hinata tahu kalau suaminya ternyata bisa keras juga pada sang anak. "Sebelum kamu pergi aku ingin bertanya," Hinata menahan kata-katanya hingga mendapatkan atensi dari ayahnya Jun.

"Kamu datang pada acara reuni? Karena aku diundang." Hinata melambaikan sebuah kertas tebal dengan warna navy yang ditulis dengan tinta perak.

"Mereka mengirimkannya lewat e-mail. Dipikirnya aku masih di Forks."

Jun mengernyit. Tempat itu memang tempat tinggal permanen mereka sebelum memutuskan untuk ke Jepang karena ibunya hamil dan ingin dekat dengan keluarga. Setidaknya memangkas jarak hingga keluarga Hyuuga tidak harus melewati waktu lebih dari dua puluh empat jam untuk bisa sampai.

"Aku kangen Forks." Hinata mendesah.

"Mom hanya suka berhayal menjadi Bella Swan, sayang sekali, Dad bukan vampir." Anaknya tertawa hingga mata sipitnya menghilang.

"Jun." Kali ini ayahnya yang memperingatkan hingga anak badung itu langsung kehilangan suara.

"Aku tidak berselera datang. Kita bicarakan ini lain kali." Ucap lelaki itu mengelak dan langsung merangkul anaknya sebelum melarikan diri.

Kedua lelaki itu bergegas pergi meninggalkan Hinata yang mendesah lelah.

Suaminya tidak suka datang di acara seperti itu kecuali benar-benar penting dan tidak dapat diwakilkan.

Hanya tiga tempat yang akan di sukai oleh suaminya. Ruang kerjanya, ranjangnya dan juga ruang makan.

Hingga mendumel hingga punggung itu menghilang dari pandangannya. Biar bagaimanapun, masih sulit membuat ayahnya Jun peduli pada sekitar dan memperdulikan dirinya sendiri.

Heks, Hinata yakin, jika ayahnya Jun tidak akan keluar rumah jika tadi tidak memergoki anaknya mangkir dari tugas belajar.

***TebakBapakCuy***

(Penampakan belakang suami Hinata dalam rajutan switer kerah tinggi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Penampakan belakang suami Hinata dalam rajutan switer kerah tinggi. Dior lho itu, mehong bo!)

Habis ini mau agak leha-leha ah. Aku akan update kalau bintanya udah 150. Dan komennya lebih dari 75. Ayo ramaikan. 🤣🤣🤣🤣

Her Husband (TAMAT  Di Hinovel)Where stories live. Discover now