Dieng

7 0 0
                                    

Jaka berjalan sambil memandang sekeliling mencari tempat berkumpul agen travel yang dipesannya. Ia memerhatikan atap yang melindungi peron dimana Ia sedang berjalan. Tiba-tiba Ia teringat salah satu materi bentang lebar pada kuliah Struktur dan Kontruksi di kampusnya.

Matahari belum sepenuhnya terbit tapi stasiun itu cukup ramai. Terlihat banyak orang memakai 'setelan' yang sama dengan Jaka yang nampak jelas seperti wisatawan. Orang-orang ini pasti berburu tempat untuk acara yang sama di Dieng.

Setelah berhasil menemukan travel agen dan melakukan pendataan ulang, tepat pukul 5.30 pagi mini-bus yang di naikinya mulai melaju menuju Dieng. Kursi disamping Jaka kosong membuat Ia mulai merasa rindu pada seseorang yang membuatnya tidak berhenti bicara di kereta.

Matahari hampir naik sempurna saat mini-bus yang dinaiki Jaka sampai di sebuah area parkir dengan signage membentuk kata 'SIKIDANG' dengan tulisan besar-besar berwarna kuning setelah dua jam perjalanan. Banyak wisatawan dalam maupun luar negeri terlihat berlalu-lalang membuat Jaka bergerak mengeluarkan kamera digitalnya tertarik untuk memotret.

Matanya mengintip melewati lubang kecil memotret hal-hal menarik sambil terus berjalan mengikuti rombongan agen travelnya menuju kawah.

Jaka membelalak ketika melihat seseorang dengan rambut pendek dan menggunakan masker sedang membeli sesuatu dari lubang kecil kameranya. Ia langsung melangkah menuju orang itu berharap kalau itu perempuan yang menemaninya di kereta.

Mini-bus itu kembali melesat meninggalkan area parkir yang di ujungnya terdapat gerbang dengan tulisan 'Selamat Datang di Taman Wisata Alam Telago Warno'. Jaka mendesah dalam-dalam menatap gerbang dengan atap unik yang semakin menjauh itu.

Setelah mengira perempuan berambut pendek di Kawah Sikidang tadi pagi itu Nabil, seharian itu fokus Jaka menjadi terbagi.

Baru saja Ia merasa kagum setelah melihat video dokumenter di Dieng Plateau Theater, kepalanya langsung melihat kanan-kiri mencari-cari seseorang. Baru saja lelahnya terbayar setelah mendaki menuju Batu Pandang Ratapan Angin dan menemukan indahnya pemandangan Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari ketinggian, pikirannya langsung berandai kalau saja ada seseorang yang membuatnya tertawa selama di kereta di sampingnya tadi malam pasti akan lebih menyenangkan.

Dan sekarang lagi-lagi Ia menyayangkan hanya bisa menikmati bagaimana indah dan tenangnya Telaga Warna dari dekat sendirian. Mini-bus itu kini melaju menuju penginapan dengan Jaka yang masih duduk sendirian di kursi belakang dekat jendela.

Jaka berjalan keluar dari rumah tempat Ia akan bermalam 2 hari kedepan. Pembukaan Dieng Culture Festival sudah akan di mulai, tapi Jaka lebih memilih untuk berjalan-jalan berkeliling melihat lingkungan rumah-rumah warga yang dijadikan homestay.

Ia terus berkeliling menelusuri jalanan yang ramai akan wisatawan sambil sesekali mencari hal-hal menarik untuk dipotret. Sejujurnya Jaka merasa bosan dan sedikit kesepian harus berjalan-jalan sendirian. Aku emang mau kesini sendirian, kan? Apa masalahnya, Jak? Gumamnya dalam hati berusaha menghilangkan ekspetasi-ekspetasi berlebih yang ada dipikirannya. Ia lalu memutuskan untuk memasuki sebuah kedai penjual makanan khas dieng, Mie Ongklok.

Setelah memesan satu porsi mie ongklok, pemilik kedai itu bertanya mengapa Jaka datang sendirian yang hanya Ia jawab dengan senyuman miris. Ia pun mulai melahap satu mangkuk mie ongklok sampai habis sampai akhirnya seseorang memukul punggungnya. Dengan perasaan kesal, Ia berbalik dan mendapatkan sesuatu yang membuatnya membelalak kaget.

"Hai, Jak." Sapa Nabil sambil tersenyum sedangkan Jaka masih terdiam. Kunyahannya berhenti. "Bu, Mie Ongkloknya satu lagi ya." Lanjutnya memesan pada pemilik kedai.

"Kamu beneran sendirian ternyata." Kata Nabil setelah berhasil duduk dihadapan Jaka.

"Iyalah. Ngapain juga boong, Bil." Jawabnya setelah berhasil menyadarkan diri dari kejutan yang tentu saja membuatnya senang bukan main.

Kereta dan DiengWhere stories live. Discover now