Ch. 1.2 (Complete)

Mulai dari awal
                                    

"Haha, as expected as Arvin, si Pangeran Es #2" ucap Hito sambil tertawa lepas. Arvin pun ikut tertawa melihat sikap Hito. Orang yang terkenal paling dingin di sekolah, ternyata bisa tertawa selepas itu. Dia juga senang karena bisa mengimbangi Hito, mengingat dirinya yang memiliki sifat mirip seperti Hito.

Hal tu juga yang diharapkan dari Ken, karena dia sering salah dalam merespon sikap Hito, jadi dia meminta Arvin untuk lebih dekat dengan Hito. Beruntung Ken adalah sahabat kecil Hito, kalau tidak dia sudah pasti mati membeku karena salah dalam menyikapi si Pangeran Es.

"Ntah lah, paling masih otw kesini," jawab Arvin ketika ingat pertanyaan Hito sebelumnya. "Lo sama Ken kan sekelas, kok gak bareng?" lanjutnya cepat.

"Gue tadi keluar duluan, bantu Mr. Febri bawa kantung isinya scrabble. Terus gue langsung aja kesini, dan gue juga gak tau kalo Ken juga diminta kesini," jelas Hito.

"Gue malah gak tau kalo lo juga diminta kesini. Tadi pas istirahat, Gwen cuma bilang ada satu orang lagi tapi belom dia kasih tau. Dan ternyata orang itu lo," ujar Arvin sambil menunjuk ke arah Hito.

"Dia juga cuma WA doang, gak bilang langsung. Gue kira cuma berdua aja, dan gue juga gak bilang ke Ken sih, jadinya ya gini." Hito tertawa risih begitu tahu kalau pertemuan di ruang Kepsek akan seramai ini.

"Takut kali dia sama lo, makanya jangan dingin-dingin jadi orang," sindir Arvin. Hito menatap Arvin dengan tatapan lo-juga-dingin-ya-Arvin.

"Bilangnya jangan telat, malah dia yang telat," keluh Hito. Arvin hanya terdiam mendengar hal itu.

Keheningan kembali menyelimuti ruangan Kepsek. Hito dan Arvin sibuk dengan HP masing-masing, sementara Pak Arya sibuk dengan tumpukan berkas diatas mejanya. Sampai suara ketukan pintu memecahkan keheningan itu. "Ya, masuk," jawab Pak Arya singkat.

Yang dinanti pun tiba, Gwen dan Ken datang berbarengan. Mereka masuk dengan tersenyum dan langsung menuju kursi tunggu. Hito dan Arvin menatap kedua orang temannya itu datar.

"Mampus kita, 2 Pangeran Es udah bete keknya," bisik Ken pada Gwen. Gwen hanya merespon dengan tertawa ngeri.

"Nah akhirnya lengkap juga, kalo gitu bisa kita mulai sekarang, kan?" tanya Pak Arya yang langsung dijawab anggukan kompak oleh mereka.

"Bapak mau membentuk satu kelompok. Kalian berempat anggotanya, tidak lebih dan tidak kurang. Kelompok ini memiliki tujuan untuk mengisi mading yang selama ini terlihat sepi, atau berisi hal yang itu-itu saja, dengan materi sebebas kreasi kalian namun masih dalam batasan normal. Kalian juga boleh mengadakan acara tertentu, selama hal itu memiliki manfaat bagi sekolah kita. Kalian akan berdiri sendiri sebagai kelompok baru, jadi tidak perlu takut terhadap OSIS atau yang lainnya. Bapak sengaja memilih kalian, sebagai siswa terbaik pada saat ini. Juga sebagai pengobat rindu para guru yang sebenarnya ingin melihat kalian berada di satu kelas. Bagaimana? Kalau ada pertanyaan silahkan." Pak Arya menjelaskan tujuannya memanggil Hito dan 3 temannya. Dan mereka berempat hanya bisa terdiam mendengarkan hal itu.

"Nama kelompoknya apa, Pak?" Ken buka suara duluan. Sepertinya dia terlihat bersemangat dengan ide tersebut.

"Namanya bebas, kalian tentukan sendiri. Kalian kan mewakili masing-masing jurusan, bisa jadi dapat nama yang bagus dan unik," jawab Pak Arya sambil melihat ke masing-masing siswa.

"Mari kita serahkan pada si ahli bahasa, Ken. Kosa kata dia pasti bejibun," sahut Hito sambil tersenyum miring menatap Arvin. Arvin yang terkejut mendengar hal itu, langsung melotot ke hadapan Hito.

"Hito... Awas lo ya," ancam Arvin. Ken yang melihat hal itu malah tertawa. sementara Gwen hanya bisa menghela nafas. Hito masih menatap Arvin dengan santai.

"Nah! Boleh juga pakai bahasa asing, tidak harus indonesia. Yang penting nama itu unik dan mampu mendeskripsikan kelompok baru ini." Pak Arya terlihat mendukung apa yang dikatakan oleh Hito.

Arvin hanya bisa menatap tak percaya setelah mendengar perkataan itu. Hito terlihat senang karena berhasil membuat Arvin seperti itu. "Perang es ini mah," batin Gwen melihat tingkah kedua temannya.

Melihat keempat siswanya hanya terdiam, Pak Arya memutuskan untuk menyudahi pertemuan itu. "Ada lagi? Kalau tidak, kita bisa sudahi pertemuan siang ini. Kalian boleh berdiskusi dulu untuk urusan nama, tidak usah terburu-buru. Nanti kalau sudah sepakat, kalian bisa lapor lagi ke saya. Gimana?"

Anggukan keempatnya dianggap sebagai jawaban 'ya' dan mereka dipersilahkan untuk pulang. Setelah bersalaman, mereka langsung membubarkan diri. Ketika Hito ingin keluar, Pak Arya memanggilnya. Hito pun berbalik dan menatap Pak Arya.

"Hito, saya kira kamu akan protes mendengar ide saya," ucap Pak Arya sambil membetulkan kacamatanya.

"Ah, mau protes pun, Bapak pasti punya seribu satu alasan untuk membuat saya menerima ide itu kan," jawab Hito datar.

"Haha, pintar sekali. Memang siswa favorit semua guru di sekolah ini. Kalau gitu, Bapak titip ide ini ke kamu dan 3 teman mu ya. Bapak yakin kalian pasti bisa mengembangkan ide ini menjadi sesuatu yang besar." Pak Arya kemudian mempersilahkan Hito untuk keluar. Hito pun mengangguk dan berkata, "permisi."

Sementara itu, diluar ruangan Kepsek, Arvin langsung bergegas untuk pulang. Sementara Gwen hanya terdiam seribu bahasa. Bahkan sejak Pak Arya menjelaskan panjang lebar pun dia hanya diam mendengarkan, tidak juga mengajukan pertanyaan atau protes. Entah apa yang dia pikirannya.

"Gue langsung cabut ya, kita ngomongin soalnya nama atau lainnya di WA aja. Atau besok-besok juga boleh," ujar Arvin cepat dan langsung meninggalkan Ken dan Gwen tanpa mendengarkan respon mereka.

"Lah, ditinggal. Kenapa tuh anak?" Ken kebingungan melihat sikap Arvin yang tergesa-gesa. Gwen hanya bisa menatap punggung Arvin yang semakin terlihat kecil sampai akhirnya tak terlihat lagi.

"Gara-gara Hito kali," ucap Gwen asal. Ken langsung tersadar kalau Hito tidak ada bersama mereka pun.

"Lah iya, Hito kemana? Kok langsung ngilang." Ken menengok kiri kanan mencari Hito. Dia baru ingat kalau Hito akan pulang bersamanya. Gwen yang menyadari bahwa Hito tidak ada disana pun ikut-ikutan mencari Hito.

"Lo kira gue hantu," suara Hito tiba-tiba muncul dari arah ruangan Kepsek, mengejutkan Ken dan Gwen.

"Lah, baru keluar. Perasaan tadi barengan deh." Ken langsung menghampiri Hito. Gwen terlihat lega begitu melihat Hito kembali. Sebenarnya, Gwen itu takut akan hantu. Dia kira, Hito diculik hantu atau semacamnya. Padahal sekolah mereka tidak terkenal akan hal-hal mistis seperti itu.

"Tadi ada yang ketinggalan. Ayo pulang, laper gue," jelas Hito berbohong. sambil mengajak Ken pulang. Gwen sepertinya tahu kalau Hito berbohong namun sedang tidak ingin bermasalah dengannya, jadi dibiarkan saja.

"Gwen pulang sama siapa?" tanya Ken sebelum meninggalkannya sendirian. Hito tersadar kalau kini mereka hanya tinggal bertiga pun kini sibuk mencari sosok yang sudah menghilang itu.

"Lah, mana Arvin? Udah balik duluan?" Hito bertanya sambil masih mencari keberadaan Arvin. Ken hanya mengangguk dan masih menunggu jawaban Gwen.

"Iya, tadi dia pamit duluan. Buru-buru tapi gak tau kenapa." Suara Gwen akhirnya terdengar setelah sekian lama dia terdiam membisu.

"Oiya, duluan aja gapapa, gue nanti naik ojol aja," lanjutnya menjawab pertanyaan Ken. Hito langsung berhenti mencari dan bersiap pulang begitu mendengar jawaban Gwen.

"Tiati kalo gitu, gue duluan ya. Hit, ayo balik. Gue tunggu diparkiran ya." Ken berpamitan sambil berjalan mendahului Hito. Hito pun bersiap menyusul, "duluan..," pamitnya ketika melewati Gwen. Gwen hanya mengangguk sambil tersenyum.

Gwen masih berada di sekitar ruangan guru dan Kepsek, berjalan pelan menuju halaman sekolah. Memikirkan apa saja yang sudah terjadi hari ini, tentang tujuan Pak Kepsek yang akhirnya terungkap, bagaimana kelanjutan kelompok baru tersebut, bagaimana dirinya dapat bertahan menghadapi dua orang cowok yang sangat dingin dan satunya sangat santai.

Gwen berharap, kelompok baru ini mampu memberi warna di hidupnya. "Yah, whatever will be, will be," gumamnya. Gwen langsung memesan ojol begitu sampai di halaman sekolah. Dia ingin segera pulang dan melupakan semua yang terjadi hari ini.

Penyendiri Yang (Kadang) Benci SendiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang