KEMPO

15 3 2
                                    

Bab sebelumnya sudah kubahas mengenai kesehatan dan sekarang adalah tentang bela diri. Random yah? Tapi, namanya juga riset jadi semua yang berhubungan dengan cerita harus dicari tahu.

Tapi, tentang cerita nanti yang ingin kubuat, saya sendiri pun masih belum jelas bagaimana. Karena dalam riset ini, saya hanya menjelaskan tentang apa yang akan berhubungan dengan ceritaku nanti. 😂😂

Please jangan lempari saya dengan sendal 😢😢

Oke, back to topic. Kali ini saya akan menjelaskan tentang bela diri kempo. Ada yang tahu tentang bela diri ini? Atau di antara kalian ada yang sedang menggelutinya? Kalau begitu tos, saya pun pernah menggelutinya 😅😅. Kenapa pernah? Karena sudah empat tahun saya tidak pernah lagi latihan. Bah ... kembali rancu lagi.

Osh.

Sekarang benar-benar masuk penjelasan.

Kempo

Shorinji kempo

Kalau dengar ini kebanyakan orang sering memabayangkan murid-murid shaolin. Yah, mungkin karena pelafalannya yang agak mirip. Atau mungkin karena kata shorinji merujuk pada kuil Shaolin di Tiongkok (huruf Kanji yang sama 少林寺 namun dilafalkan sebagai Shaolinsi dalam bahasa Tionghoa).

Sebenarnya, shorinji Kempo adalah salah satu dari seni bela diri yang berasal dari Jepang. Tapi, kalau di Indonesia biasa disebut dengan Kempo saja.

Shorinji Kempo dipopulerkan oleh Doshin So pada tahun 1947 sebagai sistem pelatihan dan pengembangan diri. Kata Shorinji Kempo sendiri berasal dari kata sho = kecil, rin = hutan, ji = kuil, ken = kepalan tangan/tinju, po = metoda.

Sementara metode latihannya, berdasarkan pada filosofi jiwa dan tubuh adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan dan melatih tubuh dan jiwa. Dengan cara tersebut Shorinji Kempo mempunyai tiga manfaat yaitu; pelatihan dan pertahanan diri, pelatihan mental, dan meningkatkan kesehatan

Sejarah terbentuknya kempo di mulai dari perjalanan Kaiso ke Tiongkok dengan tujuan yang kuat. Ia mempelajari teknik-teknik esoterik dari berbagai guru yang ia temui sehubungan dengan pekerjaannya yang tidak biasa.

Kemudian dalam keadaan perang di daerah timur laut Tiongkok, Kaiso menyadari bahwa “apabila masyarakat diatur oleh orang-orang, maka kedamaian sesungguhnya hanya dapat datang dari pengembangan rasa kasih sayang, keberanian dan rasa keadilan dalam diri sebanyak mungkin orang.” Kemudian Ia memutuskan mengumpulkan anak-anak muda dengan tujuan yang baik, untuk menerangkan sikap ini kepada mereka, dan menarik pengertian mereka, menanamkan kepercayaan diri, keberanian dan semangat, serta mendidik orang-orang yang ingin berjuang untuk kebangkitan tanah airnya.

Kembali dari Tiongkok, Kaiso mendapatkan kacaunya Jepang karena kekalahan. Nilai moralitas dan kemanusiaan telah hilang, dan masyarakat Jepang saling bermusuhan karena ketidakadilan dan kekerasan yang dilakukan secara terbuka di mata umum. Menanggapi hal ini, Kaiso mememerintahkan dan menyusun teknik teknik yang telah ia pelajari selama berada di Tiongkok, dengan menerapkan sentuhan kreasinya sendiri untuk membuat suatu sistem teknik yang baru yang dapat dinikmati para individu untuk dipelajari.

Kaiso mengubah rumahnya menjadi tempat latihan, dan mengajarkan teknik-teknik serta kata-kata nasihat mengenai pandangan hidupnya dan dunia. Kaiso pun membentuk berturut Nippon Hoppa Shorinji Kempo Kai dan Komanji Kyodan, Kongo Zen Sohonzan Shorinji. Lalu Nihon Shorinji Bugei Semmon Gakko (Akademi Budo Shorinji Jepang), dan Zen Nihon Shorinji Kempo Remmei (Federasi Shorinji Kempo Jepang). Kemudian, beberapa tahun kemudian, ia membentuk organisasi Shadan Hojin Nihon Shorinji Kempo Remmei (Yayasan Federasi Shorinji Kempo Jepang), yang secara khusus menerapkan usaha untuk pelatihan bagi orang-orang muda.

AWASOME JOURNALWhere stories live. Discover now