SI RAJA LANGIT

27 0 0
                                    

Langit begitu biru di atas sana. Sedangkan matahari bersembunyi di balik gumpalan awan putih yang tak seberapa banyaknya.

“kli-kli-kli” suara Si Raja Langit tengah berpatroli.

Terbang ke sana ke mari. Lalu ia turun dari langit dan mendarat pada sebuah ranting pohon untuk berteduh.

“Huft...cuaca siang ini benar-benar terik!” ucap Si Raja Langit.

“Aku yang berbulu lebat ini saja masih kepanasan. Apalagi mereka yang ada di bawah sana yang tak berbulu lebat sepertiku?” pikir Si Raja Langit.

Raja Langit masih terdiam di atas pohon hingga kemudian tanpa sadar ia melihat seekor tupai yang sedang melompat dari ranting satu ke ranting lainnya pada sebuah pohon yang tidak jauh dari pohon dimana Si Raja Langit berada.

Ada dua tupai yang sedang bekerjaran. Jelas sekali mereka sedang memadu kasih, menjalin cinta satu sama lainnya. Mereka saling menggigit dan menjambak bulu-bulu di tubuh mereka. Dunia serasa hanya milik mereka berdua. Tak ada yang lainnya.

Si Raja Langit yang sedang badmood karena cuaca yang terik, tiba-tiba saja merasa sangat senang sampai-sampai ia berteriak dalam hati

“PUCUK DICINTA ULAM PUN TIBA !”

Kedua bola mata Si Raja Langit yang berwarna kuning dan hitam, langsung tajam mengarah kepada dua tupai yang sedang dimabuk asmara itu. Matanya sama sekali tak berkedip seperti sebuah lensa. Si Raja Langit begitu detil menghitung berapa jaraknya dengan tupai-tupai itu. Berapa kecepatan yang dibutuhkan untuk sampai ke sana dan berapa kemungkinannya untuk berhasil mencengkeram tupai itu.

Sedangkan di tempat si tupai, daun-daun berguguran, waktu seraya berhenti dan hanya milik berdua. Tupai-tupai itu tenggelam dan terbuai dalam nikmat duniawi. Serasa sedang berada di taman-taman surga yang indah. Mereka bergelantungan di ranting-ranting pohon, menggigit dan mejambak. Mereka saling tertawa.
“Ha..ha..ha..”

Tak ada yang bisa mengganggu nikmat itu.

Kemudian, dari jarak 20 meter, Si Raja Langit melompat dan mengepakkan sayapnya yang lebar. Ia berteriak dalam hati
“100% !!”

Raja Langit melesat bagai peluru yang dilepaskan dari larasnya. Ia begitu cepat seperti kilat. Matanya seperti radar yang tak bisa melepaskan targetnya yang sudah dikunci. Sayap-sayap Raja Langit mengembang untuk mengendalikan kecepatan terbangnya. Sementara paruh dan kedua cakarnya sudah sangat gatal ingin segera menerkam sang mangsa.

Dan... sepersekian detik. Begitu cepatnya. Salah satu tupai bagai disambar petir.

Diterkam Si Raja Langit dengan cakar-cakarnya yang kuat. Bahkan si tupai tak bisa mengelak sama sekali. Si Raja Langit sudah yakin 100% pasti mendapatkan mangsa buruannya.

Ranting-ranting pohon bergoyang keras. Satu ekor tupai tersambar. Dan satu lainnya selamat. Itu semua terjadi begitu cepat. Dan terjadi begitu saja tanpa ada yang sadar. Hingga kemudian tupai yang selamat kemudian menyadari. Surga yang baru ia nikmati kini berubah menjad neraka!

Kekasih pujaan hatinya telah pergi. Benar-benar pergi untuk selamanya. Ia dibawa pergi dan dipaksa pergi oleh Si Raja Langit.

Seekor tupai yang selamat lantas menengadahkan kepalanya ke langit dan berteriak
“Elang Jawaaa !!!”

Sementara Si Raja Langit telah terbang menjauh dengan mangsa lezat di cengkeramannya. Ia pun tertawa sebagai tanda keberhasilannya.
“kli-kli-kli !!!”
**

QUOTE
Dialah Elang Jawa. Si Raja Langit di wilayah ini.

Elang Jawa memiliki nama ilmiah Nizaetus bartelsi. Ia merupakan burung yang istimewa karena dijadikan sebagai lambang negara Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan julukan ‘Burung Garuda’.
QUOTE

Elang Jawa terbang meninggi sambil membawa hasil buruannya. Namun lagi-lagi sambli terbang ia menggerutu
“Ahh...panasnya tak kunjung hilang.”

Bulunya yang cokelat dengan beberapa strip kehitaman tampaknya tak bisa menghalau cuaca panas siang ini.

Gunung Baluran: Sebuah FabelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang