Nouveau Visage

571 101 10
                                    

Ketukan pintu kamar membuat Jimin terbangun karena kaget. Ia melirik jam weker yang terletak di nakas sebelah tempat tidurnya, jam 7.14 di hari Minggu. Ia mengerang kesal, bangun pagi hari di hari Minggu adalah hal yang ia benci. Tak peduli dengan ketukan pintu kamarnya, ia melingkupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Tak lama ibunya membuka pintu kamarnya dan membuka tirai jendelanya, sinar matahari pun menyinari kamar itu.

"Ayo bangun Jimin! Temani eomma berjalan-jalan di sekitar rumah!" ucap ibunya lembut, mengguncangkan tubuh Jimin di balik selimut. Jimin kembali mengerang, pelan-pelan membuka selimutnya. Seyum semangat ibunya menyapa inderanya. Dengan lemas ia turun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi. Dari belakang, ibunya hanya tersenyum gemas melihat anak keduanya.

***

Pagi itu terlihat cerah, angin pagi bersilir-silir melewati wajahnya. Ibunya dengan semangat berjalan disebelahnya, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut perumahan itu. Jimin pun melakukan hal yang sama, ia cukup terkesan dengan lingkungan sekitar rumahnya. Perumahan itu cukup sepi, memberikan kenyamanan bagi seseorang yang ingin menghindari keramaian kota Seoul. Memang, perumahan ini terletak dipinggir kota yang sibuk itu, maka suasana di tempat itu wajar terjadi. Jimin bersyukur dapat tinggal di perumahan itu.

Netranya menangkap salah satu taman di perumahan itu. Taman bermain anak-anak yang ia rasa cukup lengkap, ada seluncuran, dua ayunan, jungkat-jungkit, dan kotak pasir. Jimin tersenyum kepada dirinya sendiri, rasa rindu kepada teman lamanya mulai muncul. Mungkin ia akan mengunjungi tempat itu nanti hanya untuk bernostalgia.

"Pagi! Keluargamu baru saja pindah ke rumah putih itu kan?" seorang wanita yang sepertinya seumuran dengan ibunya tiba-tiba berucap, senyum lebar wanita itu terpasang diwajahnya. Fokusnya terpecah menyadari kehadiran orang asing itu. Ibunya yang menyadari keberadaan wanita itu ikut tersenyum, mengangguk meng-iyakan. 

"Wah kebetulan sekali! Perkenalkan, namaku Yoo Kyungri. Panggil saja aku Kyungri. Aku tinggal di rumah biru itu, sebelah rumahmu." Senyum wanita itu tak pernah luntur dari wajahnya, sepertinya ia senang bertemu dengan ibunya. Ibunya pun menunjukkan senyum manisnya kepada wanita itu.

"Senang bertemu dengan seorang tetanggaku! Namaku Park Jiyu, panggil saja Jiyu," ucap ibunya semangat. Keduanya bersalaman, sepertinya wanita itu akan menjadi teman pertama bagi ibunya. Ibunya beruntung dapat dengan mudah mendapat teman baru, kini Jimin bertanya-tanya mengapa dirinya tak seperti ibunya yang dengan mudah mendapat teman baru.

"Lain kali kamu harus berkunjung ke rumah kami ya? Suamiku sangat pintar memasak, bahkan ia bekerja sebagai koki di restoran terkenal di Seoul!" wanita itu berujar, bagi Jimin sepertinya wanita ini cukup sombong. Namun sepertinya ibunya tak peduli akan hal itu, ibunya justru dengan semangat mengangguk.

Setelah bercakap-cakap sedikit, akhirnya wanita itu pergi melanjutkan aktivitasnya. Begitu pula dengan Jimin dan ibunya, mereka kembali ke rumah barunya.

***

Hari sudah sore, langit sudah mulai berwarna jingga keunguan. Jimin sedang berbaring di sofa sambil menonton televisi, mulutnya tak berhenti mengunyah makanan ringan. Yoongi dan Jihyo sedang dikamarnya masing-masing. Ibunya sedang didapur, sedangkan ayahnya sedang dikamar. Tiba-tiba suara bel rumahnya berbunyi, membuyarkan fokus Jimin ke acara di televisi.

"Jimin! Tolong lihat siapa yang datang!" ibunya berteriak dari dapur. Jimin menghembuskan napasnya kasar, tak rela meninggalkan posisi nyamannya. Jimin kembali fokus ke televisi, namun suara bel kembali terdengar.

"Jimin! Cepat buka pintunya!"  suara ibunya kembali terdengar. Jimin memutar matanya, ia kembali menghembuskan napasnya kasar. Dengan berat hati ia menarik tubuhnya untuk berdiri. Ia melangkah ke pintu depan rumahnya dengan malas, ia mengumpat kepada siapapun yang mengganggu waktu santainya. Ia membuka pintu rumahnya, seorang wanita yang pagi itu ia temui sedang berdiri didepan pintunya, membawa piring besar ditangannya. Wanita itu datang bersama dengan seorang gadis yang berdiri dibelakangnya, namun rupa gadis itu tak terlihat jelas selain rambut hitamnya.

En NuitWhere stories live. Discover now