Amerika vs China

1K 28 3
                                    

Pertumbuhan ekonomi global mengalami pelambatan drastis. Isu virus Corona (Covid-19) menggiring masyarakat dunia hingga ke tebing mematisurikan. Virus Covid-19 menjadi icon horor yang mendampak knock down”. Keramaian jagad manusia menjadi redup, sepi.

Aktivitas masyarakat tidak bebas lagi, bahkan dibatasi, lalu lintas ekonomi lesu, investasi dan perdagangan saham dunia anjlok, harga minyak mentah dunia terjun bebas. Kini ekonomi global sedang berbenah diri.

Dalam situasi seperti ini, kita harus lebih keras bekerja, juga responsibledalam menghadapi situasi yang gamang dan rentan. Jangan terlampau terjebak dan larut berkepanjangan mengikuti arus informasi dunia tentang gencarnya isu virus Covid-19. Ikhtikat bahwa bangsa ini dapat melepaskan diri dari jejaring perang paradigma” antara Amerika dengan China itu yang harus kita pahami dengan jeli. Mengapa terjadi perang paradigma, wacana, Amerika dengan China?

Hari ini, perang ekonomi sedang berjalan terkait Amerika dengan China. Amerika sebagai pemimpin dunia, tidak akan menyerah kepada China dalam hal apa saja. Ekspansi ekonomi China yang memiliki jaringan luas dengan overseas Chinese, telah menggeliat dan menunjukkan kekuatannya, dianggap Amerika sudah melampaui batas toleransi, sedikit banyak akan berpengaruh pada pergeseran roda ekonomi Amerika. Kewaspadaan ini disadari betul oleh Amerika.

Virus Covid-19 yang dianggap sebagai biang keladi mampu merontokkan ekonomi negara-negara yang tidak mempunyai basis ekonomi kuat. Hal itu akan mengakibatkan efek domino. Meski tidak sedahsyat seperti 1997, ketika George Soros mencoba memonopoli dolar Amerika lewat valas, yang pada akhirnya menggerus beberapa mata uang lain khususnya di Asia Tenggara.

Indonesia mendapat dampak yang sangat berat hingga rejim Orde Baru kukut dan terjadi reformasi ekonomi politik. Pengalaman 1997 dapat menjadi pelajaran penting meski isu yang terjadi berbeda.

Peringatan kepada pemerintah sekarang dalam merespons serta mensiasati gelombang besar tsunami wabah penyakit virus Covid-19 yang berdampak pada seluruh aktivitas manusia di muka bumi.

Dunia seakan lumpuh oleh virus tersebut. Meski semua pihak baik dalam negeri maupun luar negeri sibuk mengantisipasi wabahnya virus ini. Bahkan pemerintah mengeluarkan peraturan agar seluruh tempat wisata di tutup, mall ditiadakan aktivitasnya, aktivitas kantor di-lockdown dan transportasi massal dibatasi.

Kemandegan aktivitas masyarakat tentu saja berdampak pada lumpuhnya ekonomi. Sedang perkembangan politik juga berakibat menjadi dinamis. Pemerintah jika tidak hati-hati mengurai problematika keadaan ini akan terperosok pada jurang kesengsaraan.

Isu virus Covid-19 membuat pikiran saya menjadi terbalik. Ini hanya sekadar analisis pinggiran yang mungkin menjadi kontradiktif di saat dunia bersama-sama memerangi virus yang mahadahsyat ini.

Virus Covid-19 diyakini dapat membunuh manusia dalam waktu singkat. Saya justru sedikit mengkritisi dengan gelora isu secara masif tentang virus ini. Kewaspadaan tentu saja penting, tapi jangan juga terlampau naif.

Penulis tidak ikut melakukan radikalisasi aturan yang tidak membolehkan ini itu. Jika seluruh aktivitas manusia di-lockdown maka konsekuensinya akan lebih buruk. Ekonomi nasional mengalami pelambatan secara ekstrem.

Virus Covid-19 tidak akan pilih kasih hinggap pada orang yang yang dijangkitinya. Pada Presiden, Menteri, Gubernur, Kiai, Ustaz, Pendeta, Jenderal, tukang dawet, penjual sayur mayur pasar, sopir angkot, cendikiawan, mahasiswa, dll.

Virus ini dianggap mematikan. Dari cerita semua tentang pembicaraan virus Covid-19 yang mendunia yang kemudian menjadi aneh bagi saya adalah, begitu cepat kabar bahwa Amerika kini sudah tersedia obat penyembuh virus tersebut. Begitu juga China mengklaim sudah memproduksi obat yang dapat membunuh virus Covid-19.

Virus Corona dan Stabilitas Ekonomi Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin