10.9K 945 59
                                    

.treasure.

Sore itu langit cerah, Jung Wooyoung memilih duduk di rooftop gedung apartement yang ia tinggali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu langit cerah, Jung Wooyoung memilih duduk di rooftop gedung apartement yang ia tinggali. Ia memilih untuk mendudukkan diri pada bangku taman yang sengaja di tata bersama beberapa pot bunga di atas gedung 16 lantai ini.

Saat ini masih awal tahun, udaranya masih dingin untuk sekedar menghabiskan waktu di luar rumah. Tapi disinilah ia, menghabiskan waktu sepanjang sore hanya untuk menyaksikan kepadatan lalu lintas kota yang bentuknya bahkan tak berubah dari hari-kehari.

Di temani secangkir coklat panas dan beberapa pot bunga yang tumbuhannya nyaris mati tak terawat. Wooyoung mengeratkan selimut tipis yang membalut tubuhnya. Tak terlalu membantu memang, tapi lebih baik ketimbang tidak sama sekali.

Wooyoung kembali menikmati sesapan dari cairan berwarna coklat pekat yang mulai mendingin itu, sebelum getaran dari ponsel mengalihkan fokusnya. Sebuah pesan masuk dari Hangyul. Eum, bisa di katakan kekasihnya? Entahlah. Wooyoung hanya bisa berharap itu benar kekasihnya.

"Disini dingin."

Wooyoung yang terlarut dalam percakapan singkat bersama Hangyul, terkejut akan suara yang tiba-tiba menginterupsi kegiatan singkatnya ini. Hongjoong, yang muncul secara tiba-tiba bersama dengan kekasihnyaㅡSeonghwa.

"Hyung, kau mengejutkan ku." Wooyoung menatap Hongjoong dan Seonghwa bergantianㅡmeminta penjelasan karena mengganggu quality time nya. "Seonghwa khawatir padamu, dan kami memutuskan untuk mengunjungimu. And see what we've found. Seorang anak nakal berkeliaran di tengah cuaca dingin seperti ini." Omel Hongjoong panjang lebar, yang sayangnya hanya di jawab decakan malas dari yang bersangkutan.

"Kami mengkhawatirkan mu, Woo. Lalu kami semua memutuskan untuk datang dan menginap disiㅡ"

"KAU APA?! KALIAN SEMUA?! MAKSUDKU KALIAN SEMUA DATANG?!" potong Wooyoung. "Jangan memotong ucapan ku Jung Wooyoung." Balas Seonghwa datar bahkan tanpa menaikan nada suaranya sama sekali. Wooyoung mengerucutkan bibirnya dan melirik sebal pada Hongjoong yang terkekeh di samping Seonghwa.

"Sekarang kembali ke apart mu, dan jangan membantah. Ini bentuk sayang kami padamu, Woo." Lanjut Seongwha dengan nada lembutnya. "Ayolah, hyuuung. Aku hanya demam biasa. Kenapa kalian bersikap se-lebay ini terhadap ku. Bahkan kemarin Yeosang sakit saja kalian tidak se-lebay ini." Wooyoung yang masih tak terima kembali mengajukan protesnya.

"Karna kau bodoh. Tidak ada orang demam yang menghabiskan waktunya di atas tumpukan salju hanya dengan dilapisi selimut tipis, selain Jung Bodoh Wooyoung." Wooyoung ingin menangis rasanya saat di kata-katai oleh hyung kesayangannya. Ingin rasanya ia mengatakan pada dunia bahwa Seonghwa hyungnya itu jahat sekali sore ini, tapi ia terlanjur takut berbuat hal aneh lagi.

"Ppfftt. Wajah mu terlihat bodoh sekali, Woo. Kau harus melihat sendiri bagaimana wajahmu itu luar biasa konyolnya. AHAHAHAㅡBRUGH" tamparan penuh cinta Seonghwa layangkan ke kepala Hongjoong hingga membuat pemuda itu nyaris terjungkal kedepan. Tenaga Seonghwa sungguh tidak main-main ternyata.

"Rasakan" Ucap wooyoung penuh kemenangan. "Jung Woㅡ""Baik yang mulia. Hamba akan lekas pergi dari singgasana anda. Salam hormat yang mulia ratu, Seonghwaaaaaa" Potong Wooyoung sembari menunduk sebelum melarikan diri dengan lilitan selimut di tubuh dan cangkir kosong di tangan kirinya.

•°•°•°•

Wooyoung memelankan langkah kakinya saat sudah mendekati kamar apartment tujuan. Ia bisa mendengar semua keributan yang di ciptakan oleh orang-orang yang ada di dalam kamarnya dari sini. Ia tersenyum tipis, merasa senang karena dengan ke 7 temannya yang lain, ia bisa merasa hidup.

Wooyoung itu anaknya sedikit apatis. Tidak peduli lingkungan, berteman dalam kawanan kecil, tidak nongkrong di kafe kekinian sepulang kuliah. Ia hanya, mahasiswa kupu-kupu. Kuliah-pulang kuliah-pulang. Tidak terlalu peduli akan yang namanya pertemanan, meski ia sering kali merasa kesepian.

Akhirnya perasaan kesepian itu lenyap saat Hongjoong dan yang lainnya datang. Mereka mengajak Wooyoung, yang kala itu sendirian di halte bus depan kampus pulang bersama naik motor yang mereka bawa. Kebetulan saat itu ia di bonceng oleh Jongho yang bahkan masih memakai seragam SMA kala itu.

Keesokan harinya Wooyoung kembali di ajak makan bersama di kantin fakultas psikologi oleh mereka semua, minus Jongho yang ada di sekolah kala itu. Sejak saat itu mereka menjadi akrab, dan Wooyoung menemukan keluarga yang sesungguhnya.

Wooyoung dan yang lainnya menjadi akrab. Seakan sudah di takdirkan untuk satu sama lain. Namun dari semua temannya, hanya San yang membuat Wooyoung sedikit merasa canggung. San itu orang yang baik tentu, namun ketika mengeluarkan wajah datar tanpa ekspresinya, itu akan membuatnya berkali-kali lipat lebih tampan dari sebelumnya. Serius. Wooyoung saja sampai terlena akan wajah rupawan itu. Hingga suatu hari Wooyoung tau bahwa San memiliki kekasih. Perempuan. Dan itu langsung membuat Wooyoung menguburkan niatnya dalam dalam.

•°•°•°•

Wooyoung pada akhirnya meraih gagang pintu dan masuk dengan segera. Ia tak ingin bertemu dengan Seonghwa dan Hongjoong di lorong, atau mereka akan mengomeli Wooyoung lagi.

Wooyoung mendapati ruang tamu miliknya masih dalam keadaan manusiawi. Bungkus serta remah ciki bertebaran, kaleng soda tergeletak di atas rak buku sebelah TV, bantal sofa yang berceceran di atas karpet bulu, serta anak-anak manusia yang hebih berteriak satu sama lain.

"YAAK! JANGAN MENARIK RAMBUT KU YUNII!"
"SIAPA YANG KAU PANGGIL YUNI HAH?!"
"YEOSANG HYUNG! ITU COLA PUNYA HOHO!!"
"AAAHAHAHAHAHAHAHA"

Serius, mereka hanya berlima, berenam jika dihitung Wooyoung dan bisa menimbulkan polusi suara separah ini. Luar biasa. Dan pada akhirnya Wooyoung memilih mendudukkan diri di sebelah San yang asik menertawai Yunho dan Mingi yang adu gulat ibu jari kaki.

Wooyoung ingin ikut merusuh sebenarnya, cuma energinya sedang tidak sebanyak itu. Makanya ia memilih duduk diam dan tertawa kecil menyaksikan kebodohan kawan-kawannya. Sebelum pada akhirnya sebuah tangan menempel di dahi Wooyoung dan mengagetinya. Itu tangan San.

Wooyoung menoleh dengan cepat dan mendapati wajah khawatir San yang kentara sekali. "Apa ada yang terasa sakit, Woo?" Simpel, tapi membuat Wooyoung merona hanya dengan sentuhan serta pertanyaan seperti itu.

Wooyoung harus bagaimana?

Wooyoung harus bagaimana?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lanjut?

House Of Cards ¦ WoosanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang