22

1.4K 108 21
                                    

Sesuai janjinya, malam hari Edrick datang ke rumah. Dia berbicara dengan Mama soal undangan acara pernikahan kami berdua nanti. Sebenarnya gak perlu sampai repot seperti itu, keluarga saja sudah cukup, tapi Mama mau acara gue berkesan untuk seumur hidup gue.

"Jadi lo tetep mau sewa gedung?"

Sebelum pulang gue putuskan untuk mengobrol dengan Edrick di mobilnya dia.

"Mama kamu mau undang teman-temannya, kita nurut ajalah."

"Gimana soal surat adopsi Aron?"

"Pengacara lagi urus semuanya, semoga secepatnya selesai. Dan Aron bisa jadi anggota keluarga kita."

Gue menggenggam tangannya dan merebahkan kepala gue di pundaknya. Dia mengelus pipi gue pelan sembari meciumi rambut gue.

"Takdir itu lucu, ya ..."

"Apannya yang lucu?" Edrick memeriksa sekitarnya kalau-kalau ada yang aneh mungkin.

"Dulu kita musuhan, lo anak buahnya Alby yang benci banget sama gue, gara-gara gue deketin Eka."

"Enak aja anak buah," seketika dia tertawa dan mencubit pipi gue.

Apa masih pantas kalau di usia yang sudah menginjak kepala tiga ini gue bersikap manja pada Edrick? Boleh dibilang masa abg gue sudah terlewat berapa tahun yang lalu dan mugkin ternyata masa abg itu adalah masa yang membahagiakan dengan segala rasa dan romansa cinta yang ada.

"Gak kepikiran kalau akhirnya aku suka kamu,"

Gue mencoba mendengarkan, mungkin ini kesempatan gur juga untuk mencoba mengulik bagaimana awalnya dia bisa ada di kantor gue dan akhirnya jatuh cinta ke gue.

"Sewaktu aku di Jerman, Alby sering curhat soal Aldy. Cerita soal Eza, kamu, Irgi dan siapa itu cewek yang ngerebut si Eza?"

"Frea ..."

"Ah, iya, Frea. Alby bilang kamu benci banget sama dia."

"Gimana gak benci, kalau dia mau coba buat kuasain harta Papa lewat Eza." Gue masih merasa kesal dengan kenyataan itu, meskipun Frea sudah meminta maaf, tetap saja semua perlakuannya pada Aldy dan Eza adalah hal yang keji.

"Hahaha ...."  Edrick tertawa ringan ketika mendengar jawaban gue yang memang cukup judes jika didengarkan. "Dan waktu itu, setelah kematian Aldy, Eka tawarin proyek yang di Surabaya itu. Karena Papa waktu itu masih gak peduli sama aku, aku berinisiatif buat nyoba tawarannya Eka, buat buktiin ke Papa kalau gue juga sama pantasnya seperti Edward dan aku gak tau sama sekali kalau itu adalah perusahaan Papa kamu."

"Emang Eka gak bilang?"

"Sama sekali gak, di hari pertama aku ngelihat kamu, tiba-tiba otak jahilku bangkit. Aku masih inget dulu kamu suka Eka dan bahkan benci banget sama Alby, tapi malah kalian kerja di tempat yang sama. Lama kelamaan aku kepikiran kamu terus."

"Kenapa bisa?"

Jujur saja ada sesuatu yang sedang bereuporia jauh di dasar sana karena mendengar cerita yang secara tidak langsung membanggakan itu.

"Judesnya kamu, pemarahnya kamu, akhirnya aku mulai tanya-tanya sama Alby dan sejak saat itu dia bantu aku buat dapetin kamu."

"Lo tau soal Irgi?"

"Jelas tau, apalagi waktu di pesta ulang tahunnya Jevan itu. Sejak saat itu aku pastiin perasaan aku ke kamu dan ya, aku mau punya hubungan yang serius sama kamu meskipun kamu bersikap dingin dan judes."

"Emang gue sejudes itu?"

"Gak apa-apa judes, aku suka, aku suka kamu yang bawel, pemarah, sinis, aku suka semuanya"

Who Feels Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang