𝖙𝖍𝖊 𝖙𝖗𝖚𝖙𝖍

439 54 0
                                    

moonbin cukup tercekat mendengar penuturan temannya. wooseok mau mati? no! never! masa ia hidup menjomblo?! moonbin menenggelamkan wajah wooseok pada perutnya. ia membiarkan air mata wooseok membasahi seragamnya, sedari tadi anak laki laki itu belum berhenti menangis. malah semakin keras.

"mau cerita?" tawar moonbin, dengan masih menepuk punggung kecil bergetar wooseok perlahan. anak laki laki itu masih diam dan makin terisak. moonbin menghela nafas, ia berjongkok.

matanya menelisik wajah wooseok yang sudah acak acakan. jempolnya ia gunakan untuk mengusap air mata yang mengalir. satu tangannya lagi digunakan untuk menangkup wajah wooseok yang kecil. lalu kedua ibu jari moonbin bergerak untuk mengelus mata kucing wooseok pelan. 

"seok, kamu bukan satu satunya yang paling menderita" moonbin mengelus kepala temannya. 

"kamu bukan satu satunya"

wooseok kembali menangis. kali ini lebih lama. moonbin bersyukur ini sudah menunjukan waktu pulang sekolah. jadi ia bebas menemani wooseok. moonbin memilih untuk duduk dibawah wooseok yang masih sibuk menghapus air matanya menggunakan lengan seragamnya. 

"yuk pulang seok. atau mau disini?" 

wooseok menggeleng kuat. ia merengek pada moonbin yang membuat temannya itu terkekeh. moonbin membalik tubuhnya. membuat isyarat 'naik' yang langsung dibalas pekikan senang oleh wooseok. ia dengan cepat menggalungkan tangannya ke leher moonbin. 

moonbin langsung berdiri dan berjalan keluar gedung sekolah dengan wooseok di pundaknya. sekolah sudah sepi, hanya ada anak anak kelas malam yang mulai berkumpul di kelas masing masing. moonbin masih tidak peduli dan tetap membawa wooseok di gendongannya.

ada beberapa yang memotret. yang mungking besok akan ada trending.

'seorang siswa beasiswa dijadikan babu oleh anak donatur'

atau semacamnya. moonbin memang anak beasiswa. malah bukannya itu bagus? meski ia menempati kelas unggulan tiga, tidak seperti wooseok yang menempati kelas unggulan satu. wooseok sepintar itu memang. dan itu semua tanpa uang ayahnya. jelas moonbin tau karakter ayah wooseok yang membenci suap dalam bentuk apapun. intinya, kalau ingin sesuatu kerjarlah sampai dapat. 

"tadi konyol banget deh" 

wooseok berhasil mengalihkan semua bebannya dengan mendengar celotehan moonbin. dan itu cukup, setidaknya untuk lupa sejenak dengan hal yang menimpanya dan keluarganya.

o.o

hyunjin mengucapkan terimakasih pada moonbin yang telah mengantar wooseok sampai ke rumah dengan aman. ia langsung menggiring wooseok masuk. 

"skip kelas malam ya?"

"huum ma, gak mood"

"yaudah, sana naik. tadi dikangenin seobin" hyunjin mengusak rambut wooseok yang dibalas cengiran oleh anaknya. wooseok langsung bergegas menaiki tangga. kemudian ia memasuki ruang tamu yang tergabung bersama dengan ruang tv.

"dengar suaranya kan?" hyunjin berujar sarkas, lalu ia duduk ke tempatnya semula.

han seungwoo menyeringai. "tampak cantik," ujarnya dengan kekehan yang membuat hyunjin naik darah. ia menujuk seungwoo. 

"apapun rencanamu, jika sampai anakku terluka. aku yang akan mengoyakmu" ancamnnya. seungwoo tertawa. ia memangku dagunya dengan telapak tangan kanannya.

"wooseok dan seobin bukan anakmu, jadi aku bebas menyakitinya"

hyunjin tercekat. ia berteriak, "mereka berempat anak anakku!"

"oh ayolah mrs. bang jangan delusional. terimalah kenyataan" seungwoo beranjak berdiri, ia merapikan kemeja putihnya yang kusut. lalu beranjak mengambil jasnya yang tersampir, kakinya berjalan ke arah hyunjin yang masih setia terduduk dan memandang seungwoo dengan benci. 

[2]𝒶𝒻𝓉𝑒𝓇 𝒾 𝓂𝑒𝑒𝓉 𝒽𝒾𝓂Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu