Ethan mendengar baik-baik setiap perkataan Alex. "So?" Singkatnya.

Angin malam membuat Alex merapatkan cardigannya. Ia menoleh ke samping, menatap langsung netra pekat itu seraya bergumam. "Siapa kau? Asal-usul mu? Keluarga mu? Atau mungkin kesibukan mu? Kerja atau kuliah?"

Ethan hanya menatapnya datar, tatapannya berubah tidak suka.

"Jangan salah paham. Anggap saja aku lupa menanyakan hal itu karena langsung merasa cocok dan suka terhadap mu saat kita pertama bertemu."

Ethan tersenyum. "Ada beberapa kisah yang sebaiknya tidak perlu diketahui. Kau tahu mengapa alasannya?"

Alex diam.

"Aku akan menceritakannya jika kau tahu alasannya." Ethan beranjak meninggalkan Alex sendirian, entah apa yang akan ia pikirkan setelah ini.

Begitu sampai ke kamarnya Ethan mengunci pelan pintu. Ia berjalan santai sebelum akhirnya dengan gerakan tiba-tiba meninju tembok dengan tangan kanannya.

Memar dan darah mengalir disela-sela jarinya. "Ada kisah yang tidak perlu diketahui. Hahah Ethan mengapa kau mengatakan itu." Ethan menjambak rambutnya sendiri, bersandar pada tembok lalu terduduk. Meringkuk akibat kekesalan yang ia buat sendiri.

Ia bukan tak mengerti, ia paham betul situasi seperti ini. Orang tua mana yang tak resah jika anaknya memiliki kekasih bringas. Ini semua karena para brengsek itu. Jika bisa, Ethan tak puas hanya membunuh mereka. Andai saja mereka tak keluar kamar dan menyaksikan perkelahiannya, pandangan mereka akan tetap sama.

*

"Oh mommy sudah tak kuat lagi." Keringat membanjiri dahi Nancy.
Nancy dan Clara berlari mengitari jalan di tepi sungai. Mereka menikmati acara pagi, Clara melempar senyumnya pada sang daddy yang memperhatikannya dari jarak dua meter kemudian melanjutkan larinya.

Nancy mengambil tempat disebelah Alex. "Sayang aku lelah. Bagaimana bisa anak kita sangat menyukai olahraga macam ini."

"Istirahatalah di villa jika kau mau." Alex tersenyum, tangannya terulur membenarkan rambut sang istri.

"Jangan menyuruh ku melewatkan kebersamaan kita. Aku akan mandi dan kembali lagi membawakan kalian minuman." Sungutnya.

Alex kembali tertawa. Dua perempuan dalam hidupnya memang selalu bisa membuat dirinya senang.

Sedangkan tak jauh dari sana Ethan lebih memilih mengabadikan pemandangan dengan ponsel pintarnya.

"Ethan. Kemarilah." Alex sedikit berteriak melambaikan tangannya.

Tak lama yang dipanggil pun datang menghampiri. Ethan duduk di batu besar sebelah Alex.

"Apa kau ingin melanjutkan pembicaraan kita tadi malam?"

Alex terdiam, namun senyumnya mengembang setelahnya.

"Apa kau suka memancing? Disini banyak ikan."

Ethan mengikuti arah pandang Alex, perairan tenang, jernih, dan pemandangan disana juga lumayan indah dan segar.

"Kau meragukan ku." Tegasnya.

Alex tak menyahut. Memilih menjadi pendengar.

"Aku berbohong. Aku berbohong jika ada alasan untuk kisah yang sebaiknya tak diceritakan. Bahkan aku sendiri tak tahu apa alasannya. Aku hanya tidak mampu mengakui kenyataan. Selain rasa sakit tak ada yang bisa ku katakan." Ethan menoleh ke samping, mereka bertatapan. Entah mengapa Alex bisa merasakan bahwa Ethan tertekan, mungkin ia menyimpan kenangan buruk.

"Tak usah dipaksakan jika itu lebih menyakiti mu." Alex menepuk pundak Ethan.

"Tapi kau meragukan ku." Teriaknya marah. Alex sedikit terkejut akan sikap Ethan.

Wanna Die (Complete)✓Where stories live. Discover now