12# Setelah Ini Ke Mana?

381 92 16
                                    

#Fendra dan Karima💑!!!  jaga kesehatan dears.#

****

Rasanya dunia di sekitarnya seperti berhenti, membeku dalam sebuah gambar di mana ia melihat cewek itu menangis tergulung dalam pelukan Nilam dan Juang.

Rasanya seperti melihat kilasan dirinya sendiri dua tahun silam.

Ayah....

Karima sekarang juga kehilangan ayahnya.... Ia akan melalui jalan duka panjang yang sangat sepi seperti yang pernah dilaluinya...

"Ndra! Bantuin kita dong!" Juang berseru dalam bisikan, menahan tubuh Karima yang merosot lemah di antara lengannya dan Nilam.

Ia bangkit dan mendekat, meraup tubuh Karima yang pingsan ke dalam gendongannya dengan sekali ayun. Langkahnya mantap ke salah sebuah bilik bertirai di instalasi gawat darurat itu. Ia membaringkan Karima di atas brankar dan menyelimuti tubuhnya yang masih mengenakan seragam sekolah. Karima belum pulang sejak siang tadi.

"Nggak pa-pa, Ndra, ditidurin di sini?" Juang menyelipkan kepalanya dari celah tirai, melihatnya sudah duduk di atas kursi plastik di dekat kepala Karima.

"Ini IGD. Semua orang yang pingsan boleh dibawa ke sini. Nggak peduli apa sebabnya." Fendra berpaling sedikit pada kedua temannya, "Carikan minyak angin, gih. Tangannya dingin banget. Dan lo telpon Pak RT di tempat Karima tinggal. Kabarin masalah ini. Tetangga-tetangganya pasti segera bergerak membantu."

"Oke.... Eh, tapi gue mana tahu nomor pak RT-nya Karima?" Juang mengernyit bingung.

"Cari aja di HP-nya Karima. Dia pernah bertelepon sama pak RT-nya. HP Karima ada di tasnya yang gue bawa tadi."

"Oke...."

"Tanyakan juga ke pihak rumah sakit apa aja yang harus diselesaikan untuk membawa jenazahnya pulang."

"Ya.... oke..."

Juang keluar dari bilik gorden itu, digantikan oleh seorang dokter muda berwajah lembut.

"Ini adeknya kenapa?"

"Pingsan, Dok." Fendra memberi isyarat dengan matanya kalau Karima adalah putri dari Pak Mardi yang meninggal barusan, dan dokter itu mengerti. Ia memeriksa tekanan darah Karima dan memberikan rangsangan untuk menyadarkannya kembali.

"Dijaga ya, sampai nanti keluarganya datang."

"Trimakasih, Dok."

Tubuh mungil itu beringsut pada posisi berbaringnya yang miring. Untuk sesaat bahunya gemetar. Lalu berubah menjadi hentakan-hentakan kecil yang berselang-seling dengan isak tangis.

"Ma... ayah gue juga meninggal di IGD ini dua tahun yang lalu.... Gue tahu betul apa yang lo rasain sekarang.... Gue cuma bisa bilang, kalau elo nggak perlu mikir hal-hal yang terlalu jauh dulu.... Nggak sekarang.... Fokus aja untuk tetap kuat selama yang elo bisa. Dan kalau lo nggak bisa, ada kita semua yang bakal dukung elo."

Fendra kelu. Ia tidak tahu apakah penghiburannya tepat atau tidak diucapkan seperti ini. Matanya hanya melihat punggung Karima yang bergerak lembut dalam helaan panjang-panjang yang gemetar.

Tahu apa dirinya soal menghibur orang yang berduka? Salah-salah malah ia akan membuat cewek ini semakin terluka.

"Lo mau ditemani Nilam? Dia baru cari minyak gosok tadi.... Tangan kaki lo dingin, Ma... Gue panggilin Nilam, ya?" Ia beranjak, tetapi rintihan Karima yang sengau membuatnya berhenti.

"Gimana caranya....?"

Fendra mendekat lagi untuk bisa mendengar lebih jelas, "Apa, Ma?"

"Gimana caranya tetep kuat seperti yang lo bilang?"

Lean On Me (Bersandarlah Padaku )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang