00

982 74 38
                                    

          -I WANT TO BE A PART OF THEM-
             
Luka itu tidak bisa dihindari. Tapi menderita itu adalah pilihan.
.
.
.
"Eomma...."

Kyuhyun terbangun, dengan peluh membasahi seluruh tubuh, lengkap dengan nafas memburu dan pusing yang menjelajar penuhi kepala. Bukan, bukan ini yang dia harapkan dari tidur singkatnya. Bukan ini yang dia harapkan setelah tubuhnya remuk bekerja seharian, bukan ini yang dia harapkan setelah dia berhasil mempertahankan kewarasannya setiap malam.

Mimpi buruk itu lagi.
Bukan, sedikit salah jika menyebutnya mimpi buruk, karena itu adalah kejadian nyata. Masa lalu yang setiap malam singgah dalam tidurnya. Apa  yang dia harapkan dari rutinatas harian yang disebut tidur? Setidaknya Kyuhyun berharap, ada satu waktu saja dalam 24 jam jatah hari nya, Tuhan memberikan sedikit ketenangan. Tapi tidak, bahkan dalam tidur singkatnya, Tuhan masih ingin menghukumnya.

Pemuda berusia tujuh belas tahun itu baru akan melipat kasur tipisnya ketika pintu kamarnya dibuka, ralat, ditendang secara kasar. Pria tua dengan kepulan asap rokok di mulutnya menatapnya sengit. Oh ayolah, Kyuhyun sangat yakin ini masih begitu pagi, tapi ayahnya itu sudah asik menikmati benda bau perusak paru-paru. Ingatkan Kyuhyun untuk menyembunyikan uangnya besok-besok.

Kyuhyun mengambil ancang-ancang, berdiri lalu mundur perlahan saat pria tua itu mendekat.

"Berisik. Sudah bangun kesiangan, teriak-teriak lagi. Kau ingin mati?"

"Aboji ingin makan apa? Akan aku siapkan, sepertinya masih ada waktu sebelum aku berangkat sekolah."

Tangannya yang terangkat itu hanya berhasil melayang diudara, ketika Kyuhyun dengan gesit kembali mundur beberapa langkah, menghindari tamparan. Kyuhyun itu lihai.

Batang rokok yang masih setengah di lempar sembarang, berhasil membuat lubang kecil di kasur lipatnya. Kyuhyun meringis, kalau sudah begini dia tidak akan bisa menghindar. Ayahnya sudah kepalang marah.

"Berhenti memanggilku ayah sialan! Siapa yang mau menjadi ayah dari anak sepertimu! Pembunuh sialan."

Kyuhyun tersenyum tipis, terlalu kebal untuk merasa sakit hati. Kembali berjongkok melipat kasur tipisnya. "Tapi aku masih mau menjadi anakmu. Jadi aboji ingin sarapan apa?"

Si pria tua kepalang marah, kakinya mendorong kasar Kyuhyun hingga tersungkur. "Dasar pembangkang sialan!"

Menarik tubuh kurus si anak hingga berbalik, lalu melayangkan satu tamparan. Kyuhyun meringis, disertai darah cukup banyak dari bibir yang sobek. Perih sekali rasanya, padahal hanya tamparan, tapi ngilunya terasa sampai ke tulang pipi sampai rahang. Anak itu cepat-cepat menangkap tangan besar sang ayah saat tamparan kedua akan dilanyangkan.

"Sudah aboji, maaf." Sudah meminta maaf tapi masih saja membangkang menyebut 'aboji', Kyuhyun benar-benar tidak tahu takut.

TIT
TIT
TIT

Bunyi klakson motor memekan telinga, si pria tua mendecih kesal sembari menarik tangannya.
"Cepat urus teman bodohmu itu! Berisik sekali."

Kyuhyun berlari ke depan, dengan senyum lega terpatri di wajahnya. 'Terimakasih Shim Changmin, manusia kelewat tinggi, kesayanganku, kau penyelamatku pagi ini, ralat, motor berisikmu.' ujarnya dalam hati.

"Changmin-ah berangkat duluan saja. Aku bolos jam pertama pagi ini!" Teriak Kyuhyun dari daun pintu, terlalu malas berjalan 10 langkah ke depan jalan.

"Ya Tuhan, ada apa dengan wajahmu? Apa lagi yang ahjussi lakukan?" Changmin panik, walau dari kejauhan tapi mata normal tanpa minus nya bisa melihat jelas kondisi wajah Kyuhyun. Pipi kiri anak itu biru, cukup bengkak, dengan darah basah yang cukup banyak di sudut bibir.

Kyuhyun memegang pipi kirinya, sakitnya masih tarasa. 'Baru ditampar saja wajahku sudah seperti zombie rupanya.'

"Salahku karena terlambat bangun. Sudah sana cepat berangkat. Kalau kau terlambat bisa gawat."

Changmin berdecak kesal, mengurungkan niat untuk turun dari motor mengecek keadaan Kyuhyun. Karena Kyuhyun benar, dia harus cepat-cepat berangkat sekolah. Kalau dia juga terlambat, siapa yang akan diam-diam mengutil tangga dari gudang ke tembok belakang sekolah untuk membantu Kyuhyun memanjat karena terlambat?

Menyusahkan? Memang, tapi namanya sudah kelewat sayang. Apapun dia lakukan.
.
.
.
Kontras dengan keadaan Kyuhyun. Diwaktu yang sama, berbeda tempat. Pria muda menghela nafas berkali-kali kelewat bosan. Disini, di ruang makan minimalisnya, tersedia berbagai lauk pauk lezat buatan ahjumma pekerja harian di apartment nya.

Walau lesu, tangannya masih menyendok banyak nasi ke mangkuk, dia butuh makan, pura-pura bahagia butuh tenaga bukan? Gerakannya terhenti saat satu-satunya penghuni rumah lain keluar dari kamarnya, penampilannya necis lengkap dengan tas kantor.

"Jungsoo hyung." Pemuda itu berteriak, tangannya melambai-lambai memanggil si kakak bergabung.

"Ayo sarapan dulu. Jung ahjumma masak seafood loh." Donghae tersenyum.

"Aku buru-buru. Harus rapat pagi ini hae."

"Hyung, hari ini saja yaa. Ayolah sarapan bersama. Rasanya sudah sangat lama hyung, aku rindu. Aku juga sedang tidak nafsu makan nih, siapa tahu jika bersama hyung aku bisa makan banyak."

Alis pemuda bernama Jungsoo itu mengerut, ini pertama kali adiknya memelas dan banyak bicara. Biasanya jika di tolak, adik berwajah childishnya itu hanya akan tersenyum sambil berkata hati-hati dijalan seperti pagi pagi kemarin.

Tapi lagi-lagi ketidakpedulian mengubur rasa herannya. Kesibukan mengubur kehangatannya.  "Aku sedang sangat sibuk Hae, jika aku sarapan, aku akan terlambat. Kalau tidak nafsu makan, makan saja di kampus. Aku pergi dulu."

"Jungsoo hyung." Lagi, panggilan sang adik menghentikan langkahnya. Jungsoo menarik nafas mencoba sabar. Sebenarnya Ada apa dengan Donghae pagi ini?

"Jungsoo hyung berhentilah seperti ini, kau selalu sibuk tak pernah memperhatikanku, bahkan 2 tahun lalu lalu kau tak menghadiri upacara perpisahan ku di SMA. Hampir setiap hari kau tak bisa sarapan dan makan malam denganku. Kita Tak pernah keluar seperti saudara pada umumnya." Akhirnya si pemuda tampan itu mengeluarkan keluh kesah yang dipendamnya selama ini. Butuh keberanian besar untuk mengluarkan kalimat sepanjang itu, karena selama ini Donghae adalah potret adik impian semua orang. Penurut, tidak banyak menuntut.

"Ada apa denganmu pagi ini Hae?" Jungsoo kini memutar tubuhnya menghadap Donghae.

"Kau yang ada apa?" Donghae memjamkan matanya setelah membuang nafas kasar, kefrustasian berhasil mengukuhkan keberaniannya untuk mengeluhkan segalanya. "Ada apa denganmu bertahun-tahun ini?" Lirihnya.

"Kita tidak akan jatuh miskin apabila kau bekerja seperti manusia normal. Sejak mereka pergi, sejak hanya ada kita berdua. Kau berubah. Dulu belajar seperti robot, sekarang bekerja seperti robot. Sebenarnya apa yang kau cari? Atau apa yang kau hindari?"

"Sudah?" sahut Jungsoo tenang. "Lebih dari siapapun, kau yang paling tahu kenapa aku berubah seperti ini. Masih bertanya?" Jungsoo tekekeh setelahnya.

Donghae menggeleng frustasi, kenapa kakaknya terlihat mengerikkan semakin hari, semakin tak berhati. "Kau egois. Kau lupa aku masih hidup? Kau lupa masih memiliki adik yang butuh perhatian?"

"Lalu kau mau aku seperti apa? Hidup santai dengan bayangan mereka yang membelenggu pikiran? Menangis setiap malam seperti yang kau lakukan? Tidak! Aku tidak memilih menderita sepertimu!"

Tidak ada tanggapan, dan Jungsoo berlalu menginggalkan ruangan. Meninggalkan Donghae yang termenung menyedihkan. Duduk dengan pandangan kosong, dengan semangkuk penuh nasi yang bahkan belum tersentuh. Hatinya sakit, ayahnya pergi, kakaknya berubah banyak. Dia benar-benar sendirian.

"Tidak memilih menderita sepertiku? Apa maksudnya itu?" Lirih Donghae tak mengerti.

"Eomma, Kyuhyun aku rindu. Kalian tidak ingat pulang?"
.
.
.
TBC
.
.
.

Ada yang masih ingat FF ini?
Ide ceritanya bakalan sama dengan di FFN. Tapi tulisannya aku ubah 90 persen, lebih aku persingkat agar lebih logis, karakter Kyu juga aku ubah lebih ceria. Semoga menikmati.
Satu chapter dulu, lanjut gak?

I WANT TO BE A PART OF THEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang