Birth Of Baby 'V'

131 0 0
                                    

Saat usia kehamilan Renatta berusia 9 bulan 3 hari. "Mas. Ini tadi, waktu mandi, kayak sakit banget perut aku, trus, ada keluar lendir ama darah gitu," ucap Renatta saat ia selesai mandi sore. "Cintaku. Kamu kayaknya mau lahiran. Itu namanya tanda blood slyme. Trus, sekarang gimana? Masih sakit?," sahutku. Jujur, kepanikan melandaku walau aku berusaha untuk terlihat tenang. Aku tahu, itu adalah saat bagi Renatta untuk melahirkan buah hati kami. Terlebih, dirumah, hanya aku dan Renatta. Mamiku masih belum pulang dari kantor. "Ya...kalau aku hitung, udah 10 menit sekali dan begitu sakitnya datang, bisa sakiiiit banget. Aaaooww...ini sakit lagi, Mas," timpal Renatta yang spontan memegang tanganku dengan 1 tangan dan tangan lain memegangi perutnya, karena ia sakit perut lagi. "Ya udah. Kita sekarang ke rumah sakit, cintaku," putusku, yang segera menggendong istriku untuk ke rumah sakit. Beruntung, rumah kami bukan tipe rumah bertingkat walau rumah itu juga cukup luas dengan halaman yang besar. Segera kusetir mobil secepat yang kubisa agar cepat sampai ke rumah sakit.

Di rumah sakit. "Bro. Ini udah pembukaan 3 cm. Kalau Mbak Renatta masih kuat, bisa dibawa jalan dulu. Tapi, jangan kejauhan jalannya. Disekitaran paviliun aja cukup," jelas Yongky, sahabatku yang juga dokter kandungan yang menangani Renatta. "Oke, Bro. Biar Renatta sama aku dulu, sambil aku telepon mamiku," ujarku. "Mami disini, kok. Tadi, dokter Yongky dan dokter Bram yang kasih tahu. Ayah, mama, dan Keyra juga lagi on the way kesini setelah mami telepon Keyra tadi. Ini Keyra lagi mau jemput ayah mertuamu. Kalau mama mertuamu kan, emang udah tinggal sama Keyra dari Renatta hamil 8,5 bulan," sahut mami yang mendadak muncul. "Renatta sayang. Gimana nak? Udah sering ya, sakitnya?," lanjut mami sambil mengusap sayang kepala Renatta. "Ini mulai hilang sakitnya, Mi. Tapi...aduduh...mami..sakit lagi ini," ujar Renatta sembari agak menunduk dan memegangi perutnya, lantaran ia sedang dalam posisi berdiri dan mau berjalan lagi. "Nak. Atur nafas kamu, Sayang, ya. Ada suami kamu, dan ada mami disini. Yuk, tenang dulu," sambung mami, yang langsug memeluk Renatta. Aku sendiri langsung memijiti Renatta dan begitu sakitnya berkurang, aku mengajak istriku untuk jalan santai lagi sembari kupeluk ia sebisaku. Bahkan, aku rela badanku jadi sasaran cubitan atau cengkraman Renatta saat sakit yang ia rasakan datang semakin sering.

Beberapa jam kemudian. "Mas..ini sakit banget," ucap Renata pelan sembari coba mengatur nafasnya yang mulai sesak. "Iya sayang. Aku pasang oksigen dulu, ya. Kamu mulai sesak lagi," sahutku. Dengan cepat, kupasang oksigen mask ke istriku, untuk membantunya bernafas. Tak lama, Yongky datang dan memeriksa Renatta. "Bro. Pembukaannya cukup cepat. Ini sudah pembukaan 8 cm. Sudah bisa ke kolam nya. Kan, udah kusiapkan tadi," jelas Yongky. "Oke. Mm...sayangku, pembukaannya udah 8 cm. Tinggal 2 cm lagi. Kita pindah ke kolam water birth ya sayang. Udah disiapin," ucapku sambil mencium pipi dan kening Renatta. "Iya. Mas, tapi oksigennya lepasin aja. Udah nggak sesak," lanjut Renatta. Aku dengan sigap membantu istriku untuk berjalan ke kolam water birth yang sudah disiapkan. Tim dari dokter Yongky yang terdiri dari ia sendiri, seorang dokter anak, 1 bidan dan 1 perawat juga sudah siap. Begitu masuk ke kolam water birth, istriku itu makin kesakitan. Jujur, aku tak tega melihatnya. Namun, aku berusaha kuat didepan istriku terkasih. "Mas...," panggil Renatta. "Apa sayangku? Sakit lagi?," tanyaku lembut sambil membelai rambut Renatta. Ia mengangguk dan memegangi tanganku. Aku tahu, ia sangat kesakitan tapi kulihat, istriku ini sangat tenang dan tak banyak berteriak. Spontan kupeluk bahunya dan aku mencium sayang kepalanya. "Bro. Lu bisa masuk ke kolamnya. Tahan bagian belakang badan istri lu. Peluk aja dia. Nggak apa-apa," ucap Yongky. Aku segera memasuki kolam. Kupeluk dan kusangga tubuh istriku itu. "Sayang, senderan ke badanku," bisikku pada Renatta, yang dipatuhi oleh istri cantikku. Renatta pun menyandarkan tubuhnya ke tubuhku. "Mas. Sakit...," bisiknya, yang membuatku semakin tak tega. "Iya sayang. Sabar cintaku. Kalau sakit, pegang aku. Aku nggak apa-apa. Kamu bisa, cintaku. Ayo, atur nafasnya lagi," bisikku. Begitu pembukaan lengkap, Yongky menyarankan agar Renatta mulai mengejan sebisanya. Dengan segera, ia mengikuti perintah Yongky, sedang aku menyangga tubuh Renatta sekaligus memasangkan oksigen untuk istriku. Ini dilakukan agar selama proses mengejan, resiko sesak nafas bisa berkurang lantaran Renatta memiliki riwayat asthma.

"Ya Allah Yang Maha Baik. Lancarkan persalinan anak kami Renatta," doa mama. "Jenk. Renatta pasti bisa," ucap mami. "Iya. Renatta ku anak yang kuat. Aku nggak nyaangka, dia sebentar lagi akan menjadi ibu," sahut ayah. "Iya, Yah. Kita doa aja supaya Rena kuat. Ayah ingat kan, dia ada asthma, dan mama takut asthma nya kumat disaat seperti ini," timpal mama. "Ma. Ada Allah yang jaga Rena. Doni, suaminya, dan tim dokter juga ada. Kita doa terus, ya," ujar ayah, coba menenangkan mama. Keyra sendiri disibukkan dengan mendekorasi ruang paviliun bersama calon suaminya, Bobby, untuk menyambut keponakan kecilnya. "Mas. Itu balonnya dipasang 1 lagi. Nih, aku udah kelar dekorin tempat tidur," ucap Keyra. "Beres, deh. Ini udah. Tinggal aku set up sedikit nih, mejanya," sahut Bobby. Maka, paviliun itu menjadi penuh dengan balon baby pink dan abu-abu dengan tulisan, 'Welcome Baby Girl.'

Setelah Renatta mengejan beberapa kali, akhirnya lahir juga anak perempuan kami. "Ya Tuhan. Terima kasih. Sayang, anak mama. Cantiknya kamu, Nak," ucap Renatta dengan sangat bahagia begitu buah cinta kami lahir dan bayi cantik itu diletakkan didadanya. "Iya sayang. Tuhan. Ini kado paling indah. Renatta, ninja girl ku. Makasih ya sayang. Kamu rela sakit demi anak kita," sahutku sambil menciumi Renatta. Mataku terlihat berkaca-kaca hingga Renatta berucap, "Mas. Udah, sayang. Aku nggak apa-apa. Lihat ni. Baby V udah sama kita," seraya memegang pipiku dan menyandarkan kepalanya dalam pelukanku. "Iya sayang. Selamat datang anakku, baby V, buah hati papa mama. Nak, papa dan mama akan jagain kamu," ucapku sambil mencium pipi dan kening putri kecilku, yang tengah berlatih mendapat IMD. Aku juga spontan mencium sayang bibir istriku sebagai ucapan banggaku serta cintaku padanya yang semakin besar setelah melihat persalinan istriku itu. "Mas. Ini ASI aku langsung keluar," ujar Renatta. "Wah..iya cintaku. Ini ASI mu banyak loh, cinta. Sampe anteng nih, Vienna minum ASI mama, ya," sahutku, setelah mengecek kondisi ASI istriku. Kuakui, ASI Renatta memang langsung keluar saat Vienna menghisap bagian payudara istriku itu untuk pertama kalinya. Tak heran jika bayi cantik itu sangat lahap meminum ASI dari payudara mamanya.

"Wah...selamat, ya, sayang. Akhirnya...kamu dan Renatta punya anak," ucap mami sembari memelukku saat dibolehkan dokter untuk melihat Renatta. "Iya. Masih kayak mimpi, Mi. Apalagi, lihat Renatta kesakitan kayak tadi. Beneran nggak tega saya, Mi. Saya nggak bisa lakuin apapun untuk hilangkan sakitnya," ujarku sambil memijiti pundak Renatta. Sedang baby Vienna masih minum ASI dalam dekapan Renatta. "Tapi, kamu udah support aku, loh, Mas. Itu lebih dari cukup," timpal Renatta. "Ini bayinya emang mirip Renatta kecil loh. Rambutnya hitam dan tebal, kulitnya putih, matanya juga bagus. Jadi inget waktu lahiran Renatta. Dulu, banyak yang bilang kalau Renatta mirip banget sama saya. Eh..sekarang kejadian yang sama terulang lagi. Pas Renatta nya lahiran, cucu kita ini mirip banget sama Renatta, Jenk. Mmm.... Doni kebagian apa ya ini," ujar mama. "Liat hidungnya jenk. Itu hidungnya Doni. Mancung. Tapi, Renatta juga punya hidung yang bagus. Jadi, cucu kita ketularan cantik deh ini, karena, papa mamanya kan, ganteng dan cantik," sahut mami. Lalu, ayah langsung meminta Renatta untuk memberikan bayinya sebentar padanya karena akan didoakan. "Nah. Ini nama anak kalian siapa? Biar enak doanya, dan sekalian sebut nama," tanya ayah. "Nama anak kami, Puti Vienna Maladiva Nugraha Moeloek, Yah," jawabku. "Iya. Panggil aja Vienna," sahut Renatta. Lalu, ayah segera membaca iqamat di telinga anak pertama kami.

"Mana ponakan aku nih," ucap Keyra saat ia menemui kakaknya itu usai mendekor ruang rawat khusus bagi Renatta dan baby Vienna. "Itu..lagi sama mama," sahut Renatta. Aku sendiri sedang menyiapkan beberapa vitamin bagi Renatta untuk ia minum sebentar lagi. "Mam. Giliran. Tante cantik mau gendong ponakannya," ujar Keyra. "Key...pelan-pelan loh gendongnya," tegur mama. "Adududuh..sayang. Ponakan tante, kesayangan, paling cantik. Siapa namanya ini," goda Keyra seraya menggendong Vienna yang sedang tidur lantaran kenyang usai minum ASI. "Key. Ponakan kamu namanya Vienna. Komplitnya, Puti Vienna Maladiva Nugraha Moeloek," balasku seraya menyuapi Renatta makan. "Baby Vienna sayang, nanti kemall ya, ama tante. Kita beli make up. Awas aja kalo kamu jadi tomboy kayak mamamu," ujar Keyra. "Key. Itu anakku masih bayi, baru lahir berapa jam, udah kamu ajak ngemall," protes Renatta. "Nanti, kalau Vienna gede, lah, Kak," timpal Keyra.

This I Promise YouWhere stories live. Discover now