Hantarkan Aku Pulang

146 0 0
                                    

Sandi menghentikan mobilnya di rumah makan sebelum terminal raja basa bandar lampung. 'Musi Raya'  terpampang tulisan di pintu masuknya. Rumah makan ini terletak seratus meter sebelum terminal induk Rajabasa, jika dari arah Natar. Disana dijadikan pengemudi ojek online berkumpul. Seperti malam itu, masih banyak pengendara motor dengan jaket ijo khasnya memarkirkan motornya di halaman rumah makan itu. Tempat tersebut memang sangat strategis, mengingat para penumpang yang dari luar kota enggan masuk terminal induk. Mereka memilih turun sebelum terminal dan memesan ojek online. Sandi adalah salah satu dari mereka.

Pukul 22.05 waktu yang ditunjukkan handphone di tangan Sandi. Biasanya jam segitu dia sudah pulang. Tapi malam itu poinnya belum cukup. Uang yang terkumpul juga belum sesuai target. Jadi sandi memutuskan untuk menunggu paling tidak satu penumpang lagi.

"Tumben masih ngetem?"

Ujar Gian, teman kuliah sandi yang berprofesi sama seperti dirinya. Sandi menjelaskan semua alasan mengapa dirinya masih mencari penumpang.

Waktu terus berlalu, Gian pun sudah berlalu setelah ada penumpang yang memesannya. Sebelum berlalu, Gian mengatakan itu penumpang terakhirnya. Karena setelah menghantarkan penumpang tersebut, dia langsung beranjak pulang.

"Ini gua terakhir San, abis ini langsung pulang. Ati-ati lu, ni malam jumat kan?"

Ucap Gian sebelum berlalu. Sandi hanya tersenyum tidak termakan takut yang diberikan Gian.

Sandi kini sendiri, hanya di pinggir jalan agak jauh terlihat serombongan ojek online yang masih mencari penumpang. Tak lama berselang, Sandi pun mendapatkan penumpang.

"Yes, akhirnya... "
Ujar Sandi nyengir.

Satu penumpang terakhir untuk Sandi mencapai target hari itu. Sandi langsung menelpon pemesan tersebut.

"Depan Gedung Pramuka mas"  ucapnya sebelum Sandi mengatakan oke dan menutup telponnya.

"Pringsewu"

Gumam Sandi seraya menuju tempat penumpang yang memesan. Waktu ketika itu menunjukkan pukul 22.49, semakin mendekati tengah malam. Namun, itu penumpang terakhir, selepas itu dia pulang. Akhirnya semua kekhawatiran dan keparnoan pun ia tepiskan.

Sandi tiba di depan gedung pramuka. Dihadapannya berdiri seorang bapak-bapak dengan kemeja rapi berwarna biru dengan tas hitang yang ia tenteng. Dia melambaikan tangan, memberi isyarat bahwa dia orang yang memesan melalui aplikasinya itu.

"Mas Irul ya?"

Ujar Sandi setelah membuka kaca mobilnya.

Laki-laki itu pun mengangguk seraya membuka pintu mobil dan duduk di kursi belakang.

"Pringsewu ya mas... "

Tanya Sandi sembari melihat laki-laki tersebut dari kaca spion dalam. Laki-laki tersebut mengangguk, mengiyakan.

Sandi pun mulai melajukan mobilnya. Perjalanan sudah lengang, jarak yang harus ditempuh tidak sampai 50 menit. Sandi melihat jam di handphone nya, dan berfikir akan tiba kembali di rumahnya sebelum pukul 1 dinihari. Dia langsung membuka whatsapp kemudian mengirimkan pesan pada istrinya bahwa dia akan pulang sedikit terlambat.

Waktu terus berjalan. Tidak terasa sandi telah sampai pada alamat tujuan. Laki-laki tersebut pun turun setelah memberikan sejumlah uang sesuai yang tertera dalam aplikasi.

Sandi pun memutar-balik mobilnya setelah mendapat lima bintang dari penumpang terakhirnya. Sandi melaju dengan cepat menuju pulang.

Waktu masuk tengah malam. Entah kenapa Sandi tiba-tiba teringat pesan Gian beberapa saat lalu.

"Aduh, kok jadi parno gini. Kurang ajar si Gian. Ngapain juga tadi dia bilang gitu."

Malam jumat.
Tengah malam.
Sendirian.

Malam itu sangat sepi. Hawa dingin mulai membuat Sandi merinding. Tidak biasanya dia merasakan hal tersebut.

Dimatikanlah AC. Dan Sandi masih melaju menuju bandar lampung. Hingga tepat di perbatasan, tepatnya di halte sebelum kebun karet berdiri di pinggir jalan wanita dengan wajah lusuh. Tampaknya dia lelah menunggu mobil untuk pulang. Dia melambaikan tangannya.

Entah kenapa iba menguat dalam hati Sandi. Dia tak bisa membayangkan jika istri nya yang mengalami itu. Akhirnya Sandi menghentikan mobilnya tepat di depan wanita itu.

Wanita tersebut tak berucap, hanya memasang wajah melas sembari menunjuk ke arah bandar lampung, tanda dia ingin pulang menuju bandar lampung.

Wanita tersebut pun membuka pintu mobil kemudian duduk tepat di belakang Sandi.

"Mau kemana mbak?"

Sandi bertanya, namun wanita tersebut hanya diam. Sesekali Sandi melihat wanita tetsebut dari spion dalam, namun hening. Wanita tersebut hanya diam agak merunduk.

Sesal menggeliat dalam benak sandi. Mengapa dia tadi berhenti menghampiri wanita tersebut. Padahal entah manusia entah bukan, pikirnya.

"Entah manusia entah bukan"

Tiba-tiba perkataan itu menguat. Sambil melajukan mobilnya Sandi mencoba melihat sekali lagi ke arah belakang dari kaca spion.

Dan betapa kagetnya ketika dia melihat wanita tersebut menjadi pucat dengan darah menetes dari wajahnya. Sandi semakin cepat mengendarai mobilnya hingga menemukan truk di depannya.

Sandi tetap berada di belakang truk tersebut. Dia tidak mau menyalip atau tertinggal dari truk tersebut.

"Mbak mau ke... Kemana mbak?"

Wanita tersebut menegakkan kepalanya hingga begitu jelas wajahnya terlihat oleh Sandi.

"Tanjung karang"

Wanita tersebut berbisik.

Sandi masih saja mengendarai mobilnya sembari sesekali melihat wajah seram yang ada dibelakangnya. Hingga masuk bandar lampung kota.

"Mbak, saya mau pulang. Mbak mau turun dimana?"

Tanya Sandi sekali lagi. Wanita tersebut tersenyum serem kemudian tertawa kemudian menghilang.

Sandi menghentikan mobilnya di tepian jalan kemudian membaca istighfar. Wanita tersebut masih nyata dalam pandangan. Sandi baru teringat cerita urban di sekitar daerah tadi. Dulu pernah ada kecelakaan hebat yang menewaskan satu keluarga di daerah tersebut. Dan tidak lama beredar kabar ada hantu yang terkadang minta diantarkan pulang. Kadang ibu-ibu, kadang bapak-bapak, kadang anak perempuan kecil.

Sandi berlalu dari tempat ia menepikan mobilnya. Kemudian menuju pulang. Walau wajah wanita tersebut masih nyata menggambar dalam ingatannya, Sandi mencoba tenang dan menepis ingatan tersebut.

Jumat, 13 Maret 2020 ; 15.19

DISINI ADA SELAIN KITAWhere stories live. Discover now