"K-kenapa kau membantuku?" tanya Taeyong penasaran, ia memasukan kedua tangan ke dalam kantung hoodie, matanya menatap lurus pada Doyoung.

"Karena kita teman." ujar Doyoung santai, ia membalikkan tubuh dan tersenyum kecil, "meskipun kita jarang berbincang, tapi aku selalu mengagumimu Lee Taeyong; mahasiswa yang mendapatkan beasiswa karena kepintaranmu. Ah, aku tidak berusaha memanfaatkanmu, hanya ingin membantumu agar tidak selalu melamun saat di kelas."

Taeyong mengalihkan pandangan ke arah lain dan mulai berjalan mendekati ujung gedung; menatap beberapa bangunan yang di bangun dengan tinggi. Ia bisa melihat indahnya pemandangan dari atas sini. "Terimakasih sudah membawaku kemari.."

"Bukan masalah besar." Doyoung tertawa kecil dan memejamkan kedua kelopak mata, menikmati hembusan angin. Sebenarnya ia berteman dengan Ten, Doyoung sangat tahu bila Taeyong dan Ten adalah teman dekat, namun akhir-akhir ini keduanya seolah bersikap seperti orang asing, tidak mengenal satu sama lain.

Bukannya Doyoung ingin ikut campur, ia hanya penasaran. Biasanya Ten akan selalu menghabiskan waktu bersama Taeyong, tapi sekarang tidak. Itu sedikit mengganggunya, Doyoung selalu senang melihat Ten dan Taeyong bersama.

"Jika membutuhkan teman untuk di ajak bicara, aku akan mendengarkanmu." gumam Doyoung pelan, ia melemparkan senyum manis pada Taeyong.

"Uhm.." Taeyong mengangguk dan ikut memejamkan kedua kelopak mata, menikmati semilir angin yang berhembus di sekitarnya. Ini menenangkan.

***

"

Kau tidak pulang lagi?"

Jaehyun menatap Kakak sepupunya; Suho, yang kini berjalan masuk ke dalam ruangannya. Ia menggeleng sebelum kembali memfokuskan pandangan pada layar laptop. Kacamata anti radiasi bertengger di hidung, rambut hitam Jaehyun terlihat sedikit berantakan.

Suho menghela napas jengah dan memutuskan untuk duduk di sofa ruangan Jaehyun. "Tidak biasanya kau seperti ini Jaehyun-ah, ada sesuatu yang terjadi?"

"Tidak ada."

"Kau terus menyiksa dirimu, tidak tidur dan mengkonsumsi kafein berlebihan." ujar Suho kesal, ia menyenderkan punggung pada sofa dan memejamkan mata, "kau bahkan tidak memakan nasi."

Jaehyun hanya diam, tidak berniat untuk menjawab. Ia berusaha menghubungi Taeyong, tapi panggilannya tidak pernah di angkat. Jaehyun juga beberapa kali datang ke rumah Taeyong, namun tidak pernah ada yang membukakan pintu. Itu membuatnya frustrasi, apakah Taeyong memang membutuhkan waktu selama ini untuk menata ulang pikiran?

"Kedua orang tuamu kembali bertengkar," gumam Suho pelan, kedua kelopak matanya terbuka, ia menatap Jaehyun dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Kau tidak mau menerima perjodohan yang Ibumu buat lagi?"

"Aku tidak tertarik. Kenapa mereka tidak bercerai saja."

Mendengar itu Suho tertawa. "Bercerai hanya akan membuat perusahaan yang di bangun oleh Ayahmu hancur, lelaki itu masih membutuhkan Ibumu."

Jaehyun mengeraskan rahang. Tumbuh di keluarga yang tidak harmonis memang membuatnya tersiksa, tidak pernah ada hubungan yang berhasil. Jaehyun memiliki dua sepupu wanita yang sudah bercerai karena pernikahan memang tidak selalu berjalan lancar. Belum lagi di setiap hari, Ibu serta Ayahnya selalu bertengkar, membicarakan hal tentang saham perusahaan.

Sungguh, hal yang paling Jaehyun takuti adalah membangun sebuah hubungan. Di keluarga besarnya, tidak ada pasangan yang memiliki hubungan harmonis. Mereka semua hanya menyembunyikan kebusukan bila sedang mengunjungi kumpul keluarga; berakting seolah mereka bahagia bersama pasangan hidup, namun kenyataan tidak seperti itu.

Jika bisa, Jaehyun tidak mau mengurus perusahaan atau merebutkan saham serta pewaris tunggal. Ia lebih memilih hidup sederhana dengan gaya nya sendiri. Hidup di dalam keluarga kaya raya membuat Jaehyun tersiksa, semuanya seolah sudah di atur, termasuk perjodohan. Jaehyun ingin melarikan diri.

Rasa takut Jaehyun pada pernikahan membuatnya tidak mau mengikat seseorang di dalam hubungan. Jaehyun berpikir bila pernikahan itu hanya status yang mengerikan; mengikat dua orang dalam sebuah janji yang di penuhi kebohongan. Seperti apa yang ia lihat dari Ibu, Ayah dan keluarga besarnya.

Tapi belakangan ini Jaehyun menyadari sesuatu. Bila memulai hubungan bersama orang yang ia cintai, mungkin Jaehyun bisa memiliki akhir yang bahagia, tidak seperti keluarga besarnya. Namun rasa ragu itu masih ada, Jaehyun membutuhkan seseorang untuk meyakinkannya. Trauma yang ia alami juga tidak mudah.

"Sampai kapan kau akan menyibukkan diri seperti ini?" tanya Suho penasaran, ia sudah berdiri di hadapan Jaehyun dengan kedua tangan yang terselip di kantung celana.

"Entahlah Hyung," gumam Jaehyun pelan, ia melirik ke arah ponselnya dan menghela napas dalam. "Mungkin sampai aku tidak bisa menggerakan kedua jariku di atas keyboard."

Suho menepuk pelan pundak Jaehyun. "Jangan memaksakan dirimu sendiri, bila memang ada masalah, kau bisa membicarakannya padaku."

"Tentu.." hanya itu yang Jaehyun ucapkan, ia tersenyum kecut.

'Membicarakannya padaku.'

Seperti Suho bisa membantu saja. Jaehyun tahu bila tidak ada anggota keluarga besarnya yang tulus, mereka semua hanya mencari muka. Termasuk Suho yang berpura-pura baik.

"Baiklah, aku pergi." setelah itu Suho keluar dari ruangan Jaehyun, meninggalkan Jaehyun yang mengusap wajah dengan kasar.

Jaehyun meraih ponsel, mencoba untuk mengubungi Taeyongㅡtapi nihil, panggilannya tidak di jawab meskipun nada deringnya terhubung.

"Kau masih membutuhkan waktu ya?" gumam Jaehyun pelan, ia menempelkan dahi di meja dan memejamkan kedua mata, "aku merindukanmu Taeyongie."

Tbc

HornYong《Jaeyong》✔Where stories live. Discover now