Don't Kill Him

191 10 31
                                    


Saat ini, aku sedang bercengkrama dengan si kecil Kirana. Saat itu pula, kami kedatangan tamu tetangga sebelah dengan tergopoh-gopoh.

"Man, man" panggil Pak Andi pada Bapakku. Iya Bapakku, aku tinggal serumah dengan Orangtuaku.

"Onok opo ndi?" (Ada apa ndi?)Tanya Bapakku ikutan panik saat melihat wajah pias Pak Andi. Aku dan Ibu menghampiri mereka di depan pintu dapur.

"Yuli Man. Bojone Haris di bacok kapak sirahe karo Lukman"(Yuli Man. Istrinya Haris di kapak kepalanya sama Lukman) ucapnya dengan gemetar.

"Innalillah" ucap kami serempak. Kami sangat terkejut mendengarnya. Bapak, Pak Andi dan Aku langsung berlari ke TKP. Ibu sengaja gak ikut karena menjaga Kirana di rumah, sangat fatal membawa anak lima tahun ke TKP. Bukan karena bahayanya tapi psikisnya.

Sesampainya di tempat, suasana sudah ramai. Korban telah di larikan ke Klinik terdekat dan pelaku melarikan diri.

"Piye kejadiane pakdhe?" (Gimana kejadiannya Pakdhe?) Tanyaku pada Pakdhe Haris, sepupu ibuku, suami korban yang duduk sangat lemas pias di depan langgar di depan rumahnya. Ada beberapa bekas luka di sekujur tubuhnya, baju putih yang lusuh dan sobek di beberapa bagian.

"Aku ora ngerti nduk. Seng ta ngerteni, waktu aku tadarus karo Doni neng langgar, Luk metu kas omahku gowo kampak wes ono getihe. Aku krungu bojoku tulung-tulung. Ibue Doni langsung mlebu Umah. Aku cegat Luk tapi Luk ngelawan, arep bacok aku. Aku lawan nduk. Aku seng menang. Bude wes di otong-otong nyegat mobil lewat neng klinik pas aku caruk karo Luk" (aku gak tau nduk. Yang aku tau, waktu aku tadarus sama Doni di Langgar, Luk keluar dari rumahku bawa kapak sudah ada darahnya. Aku dengar istriku tolong-tolong. Ibunya Doni langsung masuk rumah. Aku hadang Luk tapi Luk melawan, mau belah aku. Aku lawan nduk. Aku yang menang. Bude sudah di gotong, hadang mobil lewat ke klinik waktu aku perang sama Luk) terang Pakdhe Haris dengan terbata-bata. Sangat menyiratkan rasa ketakutan di suaranya.

Aku mau ambil air untuk Pakde Haris di dalam rumahnya. Saat memasuki pintu masuk betapa terkejutnya aku melihat banyaknya darah bercecer di lantai dan di bantal.

"Astaghfirullah" pekikku, seketika rasanya kakiku lemas tak bertulang. Ya Allah, selamatkanlah Budhe Yuli dan janinnya. Ya janin. Saat ini beliau masih mengandung lima bulan.

Aku yang beniat ambil air, mendadak tak bisa berjalan saat melihat banyaknya darah bercecer di lantai. Bapak yang melihatku langsung menuntunku keluar rumah.

Diluar rumah makin banyak orang yang hendak mengejar Pakde Lukman, lelaki berusia 40 tahun pengidap PTSD. Ya PTSD. Post Traumatic Stress Disoder. Penyebabnya adalah kegagalan berumah tangga. Entah tak ada yang tahu pasti bagaimana perjalannya hingga berakhir mengidap PTSD. Yang kami tau, Pakde Lukman, sepupu ibuku, pulang dari kalimantan sudah dalam keadaan stres dan di tinggal istrinya pulang ke rumah orangtuanya.

Kami tinggal di desa dengan pendidikan minim. Kami tak memiliki bekal untuk memahami apa itu PTSD. Sehingga menganggapnya marabahaya. Tindakan Kami membuatnya makin menjadi. Bukan malah sembuh. Bukan tanpa alasan aku berkata demikian, karena akupun mantan pengidap PTSD. Jadi aku tau persis apa yang Pakde Lukman alami. Setiap saat ingin membunuh diri sendiri dan membabat habis apa yang membuat kami trauma, hal itu datang tak tau waktu.

*****
Aku sudah pulang ke rumah. Saat sudah selesai sholat Maghrib, Anak-anak aku masukin ke rumah. Tak aku ijinin keluar barang di depan pintu sekalipun. Semua gerbang luar sudah ku kunci. Tak lupa pintu pun ku kunci.

"Luk Wes ketemu!" (Luk sudah ketemu) Teriak tetanggaku. Aku ikut dengannya melihat Pakde Luk tanpa membawa anak tentunya. Bapak tak pulang, dia masih di TKP sejak sore tadi.

Saat keluar gang betapa terkejutnya aku. TKP sudah layaknya pasar, ah malah lebih ramai TKP dibanding pasar. Sepanjang mata memandang tak luput dari manusia dan kendaraan terparkir di bahu jalan. Aku berusaha membelah jalan untuk melihat mobil yang membawa Pakde Luk di depan sana.

short StoryWhere stories live. Discover now