Patah Hati Sebenarnya

269 12 13
                                    

1 Februari 2020

Pagi Devi
Semangat kegiatannya
Jangan lupa makan
Ah kok jadi gini sih chatnya
Kaya pdkt lagi
Tapi gapapa
Have a nice day 💙
(Read)

Selamat malam Devi
Lagi apa?
Ini malam Minggu
Biasanya kita lagi vidcall
Cerita tentang hari ini
Kangen
Hehe
Kenapa cuma di-read Dev?
Maafin aku
Aku sayang kamu
Semoga cepet udahan break nya
Karena kangen
Good night 💙
(Read)

Jinan menghela nafas panjang ketika melihat pesannya hanya dibaca oleh Devi. Jinan lelah, tapi juga tidak ingin keadaan seperti ini berlarut-larut.

Kadang Jinan berfikir, haruskah dirinya menjauhi Cindy? Sahabatnya itu? Demi agar Devi memaafkannya? Rasanya tidak mungkin bagi jinan, karena mau bagaimanapun Cindy adalah sahabat terbaik yang Jinan miliki. Lagipula sejak awal perasaan Jinan ke Cindy adalah murni perasaan sayang sebagai sahabat.
Mungkin dirinya harus berjuang lagi. Seperti pertama kali. Mungkin. Tapi apakah dirinya mampu. Entah, coba saja dulu.

Tak jauh berbeda dengan keadaan Jinan yang sedang gelisah, galau, merana di Jakarta, di Pulau Dewata sana Devi juga merasakan hal yang sama. Galau iya, kangen apalagi.
Rasanya ingin sekali jarinya mengetikkan balasan untuk pesan Jinan, namun ia masih ingin meyakinkan dirinya lagi. Meyakinkan diri untuk nantinya mengambil keputusan, antara lanjut atau udahan.

Sebenarnya Devi masih amat sangat menyayangi si korea nyasar itu. Tapi ya begitu, ia masih tak yakin dengan posisinya saat ini di hati Jinan meskipun mereka telah lebih dari satu tahun bersama. Apakah sebagai pelarian? Atau sebagai apa? Entah.

Aish, ribet bgt sih Dev. Coba baca fairytales dari awal, biar tau kamu pelarian apa bukan!

***

Jinan tak bisa menyimpan semuanya sendiri. Ia ceritakan masalahnya tersebut pada kedua sobatnya. Bukan solusi yang Jinan dapat, malah ia jadi bahan tertawaan oleh Cindy dan Christy. Ketiganya kini sedang berada di sebuah cafe.

"Yaelah Devi masih bae cemburu. Segitu cakepnya apa gue." Ucap Cindy masih dengan sisa tawanya.

"Cakep dikit, banyak bolotnya." Timpal Christy, ia dan Jinan lalu tertawa.

"Gue nanya kan ke dia, apa gue harus jauhin Cindy. Tapi seketika gue nyesel nanya gitu, karena itu ngga mungkin. Untung dia kagak jawab iya." Jelas Jinan.

"Kalo Devi jawab iya, lo mau jawab apa, Nan?" Raut wajah Cindy berubah serius.

"Gue bakal pilih lo. Lo sahabat gue, bahkan sebelum perasaan gue ke Devi ada. Bukan berarti gue ngga sayang Devi. Gue sayang lo, Christy, dan Devi. Tapi beda konteks dan beda porsi antara kalian berdua dan Devi." Ucap Jinan.

"Ih bangga gue ama lo, Nan." Christy menepuk bahu Jinan.

"Kok gue terharu ya." Cindy mengusap matanya seolah terharu.

"Jangan baper lo, hati gue udah dimiliki sepenuhnya oleh si debu." Angkuh Jinan.

"Ih gue tampol juga lo!" Kesal Cindy.

"Udah ngga usah ribut bedua!" Christy menengahi.

"Kita bakal bantuin lo, santuy." Lanjut Christy.

"Bener. Ntar gue jelasin lagi ke Devi." Tambah Cindy.

"Makasih yeee." Jinan merangkul kedua sahabatnya.

***

FairytalesWhere stories live. Discover now