Pertemuan selanjutnya

92 38 6
                                    

Hujan. Lagi-lagi karena hujan aku bertemu dengannya. Aku masih ingat bagaimana hujan membawanya padaku hingga kami bertemu, lalu membawa pergi hingga kami tidak saling menjumpai. Lalu sekarang hujan membawanya kembali. Apakah dia seorang malaikat dari jelmaan hujan? Lihatlah. Dia tersenyum begitu memesona di hadapanku. Aku bahkan tidak bisa menunjukkan senyumku kepadanya. Dia juga mampu memandangku begitu lama. Sedangkan aku berusaha untuk tidak memandangnya.

Ada banyak pertanyaan yang menghuni isi kepalaku, tapi aku tidak tahu harus memulai pertanyaan itu dari mana. Apakah ini adalah pertemuan selanjutnya? Apakah kami berada di jalan cerita yang sama? Entahlah.

 Apakah ini adalah pertemuan selanjutnya? Apakah kami berada di jalan cerita yang sama? Entahlah

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Dua cangkir kopi datang ke meja kami. Dari aroma yang kucium, dia tampak tidak berubah—masih dengan coffe late full creamy favoritnya.

Dalam beberapa menit yang cukup lama, meja yang kami tempati ini seperti mati tidak berpenghuni, karena kebisuan di antara kami. Aku menunggunya untuk yang memulai.

“Kamu apa kabar?” tanyanya. “Kamu terlihat cantik dengan rambut pendek,” pujinya. “Aku rindu tempat ini,” sambungnya.

Dia masih terlihat sama seperti yang kutemui di malam itu. Tutur katanya dan juga mata menawannya. Dia memang rupawan dari segala sudut pandang.

“Aku juga rindu kamu,” ungkapnya tanpa memandang wajahku.

Kata-kata itu memang mengejutkanku, namun juga membuatku ragu. Mata menawan itu tampak tidak mampu menunjukkan keberaniannya untuk memandangku. Wajahnya seperti menyimpan banyak hal yang ingin dia sampaikan. Aku mencoba memahaminya dengan mencerna segala kerumitan yang ada di pikiranku. Aku mencoba mencari kepercayaanku kembali agar aku tidak salah membuka harapan. Aku mencoba untuk tidak memandangnya, agar aku tidak semakin dibuat bingung oleh sebuah perasaan.

“Kamu pasti menyimpan pertanyaan, kenapa aku nggak pernah datang?”

Bagaimana aku tidak ingin mengetahuinya, sementara hati sudah kamu buat patah seperti ini. Layaknya sayap merpati yang tengah asyik terbang, menikmati ketinggian, lalu tiba-tiba kesulitan terbang karena satu sayapnya terluka. Seperti itulah keadaan hatiku jika kamu ingin tahu.

“Yang pasti bukan karena aku ingin melupakanmu.”

Hati bukanlah papan tulis yang bisa langsung terbaca ketika kamu menulisnya

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Hati bukanlah papan tulis yang bisa langsung terbaca ketika kamu menulisnya. Tidak ada yang tahu isi hati seseorang, bahkan jika kamu mengatakannya dengan jujur. Aku tidak akan bisa melihatnya.

Dia menyesap kopi di cangkirnya. Lalu menghela napas panjang. Kamudian memandangiku yang masih terjaga oleh kebisuan.

Sebenarnya ada banyak kata yang ingin sekali aku katakan padanya, namun kata-kata itu sepertinya tidak dapat kurangkai. Aku bingung harus merangkainya dalam pertanyaan ataukah kekecewaan, atau juga kerinduan. Aku hanya ingin diam, menunggu dia menjelaskan semuanya, agar aku dapat mengerti isi kepalaku untuk merangkai kata yang ingin aku sampaikan.

“Aku pergi ke Itali kemarin,” ujarnya. “Aku diminta untuk pulang.” Pelan-pelan namun past,dia berusaha untuk menjelaskan. “Karena sebuah keluarga, jadi aku harus pulang," sambungnya.

Tidak diragukan lagi. Wajah rupawan yang dia miliki itu lantaran orang Itali.

Lima belas menit lamanya dia menjelaskan dengan gamblang. Apa, kenapa dan mengapa yang sudah pasti menjadi pertanyaan di benakku. Aku mencoba mendengarkan sejauh ini. Aku menunggu menunggu, dan terus menunggu mendapati ada kata yang dapat membuat hatiku lega.

“Aku datang dengan sengaja untuk bertemu sama kamu,” terangnya. “Mungkin aku sudah membuat kamu menunggu, atau mungkin sudah membuat kamu melupakan aku,” sambungnya.

Aku memang ingin melupakanmu, namun caraku selalu gagal oleh hal-hal yang selalu mengingatkanku padamu. Entah dengan cara apa agar aku dapat mengusirmu dari isi kepalaku? Tapi saat ini, kamu justru datang menemuiku untuk kembali melanjutkan pertemuan itu. Aku tidak tahu, apakah pertemuan ini adalah cara untuk mengubah jalan pikiranku, atau mungkin justru menjadi jalan untuk aku benar-benar melupakanmu.

“Lalu sekarang apa yang ingin kamu lakukan?”

Jika dia datang dengan sengaja untuk menemuiku pastinya ada hal lain yang menjadi alasan selain hanya sekadar menjelaskan

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Jika dia datang dengan sengaja untuk menemuiku pastinya ada hal lain yang menjadi alasan selain hanya sekadar menjelaskan. Setidaknya aku tahu hatinya. Apakah masih sama, ataukah berubah. Jika masih sama, pastinya ada kata yang mampu dia ucapkan untuk menyapa hatiku kembali.

“Saat ini aku ingin menunggu kamu untuk mengatakan sesuatu kepadaku. Aku sudah memberitahu alasannya. Dan aku juga sudah memberitahu jika aku merindukanmu. Lalu bagaimana denganmu?” tanyanya.

Apakah dia baru saja menyapa hatiku?

“Aku masih ingin berpikir.” Aku tidak ingin membuat jawaban dalam kebingungan dan keraguan. Aku butuh menjernihkan kepalaku untuk merangkai kata. Aku butuh keyakinan untuk menghilangkan keraguanku. Sampai hatiku siap untuk mengatakan semuanya.

“Aku akan menunggu.”

Perempuan Tuna Wicara (Tamat) Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora