Jarum jam delapan lebih lima belas menit

105 46 8
                                    

Sebuah lukisan sketsa menempel di dinding pesan. Seorang perempuan berambut panjang dengan senyum tipisnya yang cantik yang angat mirip denganku. Dipta membuatkannya untukku pada malam itu. Dia bilang, jika gambar itu untuk membayar secangkir kopi yang aku suguhkan. Dia juga menuliskan sebuah pesan untukku ....

Aku menunggu jawaban kamu. ^_^

Malam itu, aku gugup tiada terkira hingga tidak mampu menjawabnya. Namun sayangnya dia tidak menemuiku ke esoknya. Padahal aku mengira, esok hari adalah waktu yang tepat untuk aku memberinya jawaban iya usai menghilangkan rasa gugup itu. Tapi ternyata tidak.

Ke esoknya lagi aku menunggunya. Namun dia masih tidak menemuiku. Ke esoknya lagi aku masih menunggunya, dan tetap sama—dia tidak menemuiku. Tiba-tiba saja dia menghilang. Entah sudah berapa kali aku melewati ke esokkan hari dengan menunggu seperti ini, di mana dia belum juga aku jumpai.

Sejak pertemuan di malam itu, hatiku seperti sudah tertancap pesonanya dan membuatku terus menantinya datang. Sanggar yang menjadi tempat keberadaannya kerap menjadi obyek pemandanganku setiap hari, karena perasaan menanti ini. Dan selalu pada angka delapan lebih lima belas menit jarum jam, aku akan berhenti menunggunya. Sebab, terakhir kali aku mendapatinya datang  ke sanggar adalah pada pukul tersebut.

Cinta semakin mengelabuiku, membuatku menunggu, berharap, dan dipenuhi kecemasan. Dan hari-hariku semakin panjang dibuatnya ketika aku menantinya.

“Inar, masuk yuk!” Kak Yasmin meraih lenganku.

“Sebentar, lima menit lagi.” Jarum jam di pergelangan tangan kiriku masih menunjukkan angka delapan lewat sepuluh menit.

“Kamu masih menunggu dia?” tanya Kak Yasmin.

Aku mengangguk.

“Mau sampai kapan nungguin terus?”

“Lima menit lagi.”

Kak Yasmin mengela napas panjang. Lalu kemudian masuk meninggalkanku.

Kali ini jatuh cinta membawaku pada waktu yang panjang—penantian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali ini jatuh cinta membawaku pada waktu yang panjang—penantian. Mungkin berikutnya ada rindu usai kenangan. Mungkin juga penyesalan usai hati yang patah. Dan ini adalah jatuh cintaku pada laki-laki yang tiba-tiba datang, lalu tiba-tiba menawarkan perasaan, dan sekarang tiba-tiba menghilang.

Perempuan Tuna Wicara (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang