Satu tahun berikutnya

100 41 2
                                    

Sekarang kita lupakan laki-laki itu dan juga perasaanku itu. Aku sudah tidak lagi menunggunya di jarum jam delapan lebih lima belas menit. Kenapa? Karena dia tidak pernah lagi datang ke sanggar dan tidak pernah lagi datang ke kedai. Ini sudah satu tahun semenjak aku berhenti menunggunya. Biarlah. Di mana pun dia, aku tidak ingin mencari tahu. Dia mungkin mempunyai cerita sendiri dalam hidupnya, dan mungkin aku dan dia tidak berada di jalan cerita yang sama. Sehingga tidak ada lagi cerita selanjutnya dan pertemuan selanjutnya setelah malam itu.

 Sehingga tidak ada lagi cerita selanjutnya dan pertemuan selanjutnya setelah malam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita yang tidak pernah kita tahu ending-nya adalah cerita di kehidupan nyata. Sering kali aku menyibukkan kepala untuk menebak-nebak kejutan apa selanjutnya yang akan terjadi dalam hidup. Layaknya sebuah drama yang ditunggu-tunggu jalan ceritanya, yang ditunggu-tunggu siapa tokohnya, lalu di tunggu ending ceritanya. Sayangnya, menjadi penonton drama tidak membuat kita lantas bahagia di kehidupan nyata, tidak sama seperti di ending ceritanya. Namun ada dunia di mana lebih menyenangkan dibandingkan menjadi penonton drama. Dan aku menemukan dunia itu, Dunia yang membuatku bisa menciptakan banyak ending cerita.

“Halo? Dengan siapa?” sapa Kak Yasmin di balik telepon.

“....”

“Oh, Penerbit Lokamedi.”

“....”

“Baik, segera saya kirimkan naskahnya.”

Suara derap kaki berlarian terdengar mendekati pintu, lalu diikuti oleh suara ketukan pintu dan suara pintu terbuka. “Penerbit menunggu naskah selanjutnya,” ucapnya hati-hati di ambang pintu memberitahu. Ia tidak ingin membuyarkan konsentrasiku menulis dengan suara kerasnya.

“Aku sudah dengar.”

Sebelum Kak Yasmin memberitahu, aku sudah mendengar percakapannya di telepon. Suara Kak Yasmin yang keras, nyaris menghuni seluruh ruangan, bahkan ruangan kamarku yang aku kunci.

“Gagal membuat kamu terkejut, deh.”

Aku menertawainya.

Novel ke duaku akan segera terbit. Menulis adalah caraku untuk menuangkan cinta dengan menciptkan ending bahagia. Karena semua orang di dunia tidak lepas dari keinginan untuk bisa bahagia dalam hidupnya. Cinta yang penuh dengan cerita dan kejutan itu, aku membuatnya seolah-olah nyata dalam dunia imajinasiku. Walau dalam dunia nyata, aku tidak pernah tahu akan seperti apa cerita sebenarnya. Tapi bagiku, lebih baik membuat cerita daripada harus menebak-nebak cerita.

Hari-hari yang dulu aku lewati dengan biasa-biasa saja dan kerap membuatku bosan, saat ini aku berhasil keluar dari sana. Dunia luar yang sempat kukira tidak akan mampu merangkulku, justru memberiku kebebasaan. Semua itu semenjak hatiku yang merasa kesepian. Belum pernah aku merasakan kesepian dalam hidupku semenjak aku mengenal laki-laki itu. Dulu, Kak Yasmin dan kedai Vender sudah lebih dari cukup untukku agar tidak kesepian. Namun siapa yang menyangkah, jika laki-laki itu hadir dalam hidupku.

Sudahlah, kita lupakan dia. Saat ini aku sudah menemukan dunia baruku yang membebaskanku dari rasa kesepian itu.

 Saat ini aku sudah menemukan dunia baruku yang membebaskanku dari rasa kesepian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menulis mengantarkanku untuk bertemu dengan hal-hal baru. Seperti penerbit, perpustakaan, dan toko buku. Mereka adalah kesibukkan yang menemaniku selama satu tahun terakhir ini. Ketika keinginan yang kumiliki tidak tersampaikan dalam dunia nyata, maka menulis adalah caraku untuk menyampaikan keinginan-keinginan tersebut. Aku menyampaikannya lewat karaktek tokoh yang aku buat, lewat alur cerita yang aku buat, dan lewat kata yang aku buat. Bagiku, hidup dalam dunia imajinasi sangat menyenangkan.

Perempuan Tuna Wicara (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang