Waiting For (You)

Start from the beginning
                                    

Devi masih sangat ingat ketika tiba-tiba Jinan menyodorkan air mineral dingin pada dirinya yang tengah kelelahan. Tak hanya itu, Jinan berlutut dihadapannya lalu menyeka keringat di dahi Devi dengan saputangan miliknya.

Sempurna, seperti adegan drakor yang sering Devi lihat lewat layar laptopnya.

"Aku sayang sama kamu, tapi aku ngga bisa. Ngga bisa dengan semua sikap aneh kamu. Ngga bisa dengan semua hal yang kamu udah lakuin ke aku. Buat aku senyum, detik berikutnya aku nangis."

Devi menghela nafas panjang. Rasanya sesak, ketika kamu harus menyangkal sebuah perasaan yang terus tumbuh dengan baik untuk seseorang.

Ia lihat jam tangan berwarna putih yang melingkar di tangan kirinya. Satu jam sudah dirinya berada disini, lalu ia putuskan untuk pulang.

***

Hujan deras mengguyur kota Bandung pada sore ini. Langitpun menjadi lebih gelap dari yang seharusnya pada pukul sekian. Seorang gadis nampak tergesa membuka payung yang ia bawa. Kemudian ia langkahkan kakinya keluar dari area sekolahnya. Devi, gadis itu sekarang memilih berjalan kaki agar ia dapat menggunakan payungnya ketika hujan dan tak terlambat pulang karena harus menunggu hujan reda.

Baru sekitar 200 meter berjalan, Devi menoleh ke belakang karena merasa ada sesuatu. Tepat sekali! Jinan ternyata di belakangnya. Dengan seragam yang dibalut jaket abu-abu berlogo sekolah sihir ternama, Hogwarts yang telah basah kuyup oleh hujan.

Devi menatapnya. Sungguh ia tak tau harus bagaimana. Melihat Jinan seperti ini membuat Devi jauh lebih sakit. Mata yang sayu, wajah yang pucat dan bibir yang bergetar sudah cukup menggambarkan apa yang sedang Jinan rasakan.

"Jalan saja." Perintah Jinan. Ia tersentak kemudian.

Devi berbalik dan melanjutkan perjalanannya. Membiarkan Jinan terus mengikutinya hingga ia sampai di halaman rumahnya.

Gadis itu berhenti dan memandang ke arah kakak kelas yang sedang tersenyum itu. Perlahan gadis yang lebih tua darinya itu mendekat hingga payung yang dipengangnya mampu melingkupi keduanya.

Tanpa aba-aba Jinan memeluk erat gadis di depannya hingga gadis tersebut tersentak. Devi masih diam tak membalas pelukan jinan, namun kini air matanya siap meluncur.

"Saya rindu kamu. Saya mencintai kamu. Saya sungguh-sungguh."
Satu ucapan keluar dari mulut Jinan di tengah pelukannya.

Devi yang sudah tak kuat langsung membalas pelukan Jinan. Ia biarkan payung yang sedari tadi ia pegang jatuh dan membiarkan air hujan membasahi dirinya. Pertahanannya runtuh, ia menangis.

"Jangan nangis, saya ngga suka." Ucap Jinan setelah beberapa menit berlalu.

Devi melepaskan pelukannya, begitupun Jinan. Mereka saling menatap dalam diam.

"Pulang kak, jangan ngelakuin hal bodoh kaya gini."
Devi bersiap pergi dari hadapan Jinan, namun tangannya digenggam oleh Jinan.

Sekali lagi, ia tarik Devi mendekat ke arahnya. Perlahan tapi pasti bibir Jinan menyentuh kening Devi. 30 detik cukup. Jinan kembali menjauhkan wajahnya dari Devi.

Bagaimana reaksi gadis itu? Ia hanya diam mematung di tempatnya. Setelah sadar, ia bergegas masuk ke dalam rumahnya tanpa memedulikan Jinan yang masih berada di sana.

FairytalesWhere stories live. Discover now