NaTara || 10

30 6 0
                                    

“Menang tidak perlu, usaha dan menampilkan yang terbaik sudah menunjukkan suatu bentuk upaya dalam meraih kesuksesan.”

     Matahari mulai tampak bersemangat dan ceria kembali untuk bekerja, berperan dalam menerangi kehidupan di bumi. Bersyukur, masih tentang bersyukur. Bersyukur ia masih terbit dari ufuk timur, tidak melawan arah.

     Hal terakhir yang aku khawatirkan adalah ia tak kunjung kembali ke kota ini saat aku sedang membutuhkannya, mendukungku untuk perlombaan lusa hari. 'Tidak janji' , selalu itu yang ia utarakan disaat aku menginginkannya untuk pulang. Bukan masalah rindu, rindu sih iya. Tapi hari tersebut ialah hari yang sangat ku nantikan sejak lama. Akankah aku menyia-nyiakan moment tersebut tanpanya? Tapi, aku tidak ada hak untuk itu. Aku bukan siapa-siapanya, dia bukan siapa-siapaku. Ada yang lebih berhak melarangnya, mengatur hidupnya, bukan aku.

     Pagi ini, Bunda hanya menyediakan roti bakar yang sudah tergeletak di atas piring meja makan.

“Kok Tara jarang main ke rumah lagi Nat?”

“Tara keluar kota bun, ikut bunda nya”

“Loh udah lama? Kok bunda baru dikasih tau?”

“Ya gitu deh”

     Seperti jawaban orang pasrah terhadap cobaan. Kali ini aku benar-benar lelah, sangat sulit menjawab pertanyaan Bunda tersebut. Semesta, tolong beritahu Bunda. Aku lelah.

“Bun Nata berangkat dulu ya”

“Iya. Eh Nat, ini celana training nya ditinggal?”

“Eh iya untung bunda ingetin”

“Hm iya sayang. Lain kali jangan teledor ya, kalau mau apa-apa itu harus teliti, jangan ceroboh.” Bunda tersenyum sambil mengusap-ngusap kepalaku.

     Bunda memang yang paling paham isi hatiku, pikiranku, serta beban hidupku. Emang ya? Bunda itu emang pahlawan!

     Saat setibanya aku di sekolah, aku dihampiri oleh Caitlin yang tak lepas dari membahas tentang laki-laki.

“Eh Nat sumpah tadi pas gue lewat majelis guru, gue liat Dhito lagi nganter buku absen. Terus dia nanya 'butuh bantuan ga' gitu”

“Terus gue harus bilang wow gitu?”

“Ih ga seru banget lo, bukannya ikutan seneng temennya seneng”

“Gue lagi ga mood, bhay.”

     Sudah ku bilang dari awal, aku sedang tidak ingin diajak bicara, apalagi ditanya-tanya. Telingaku serasa risih mendengar ocehan itu semua, tidak penting. Aku ingin menyendiri hari ini, ingin menghemat suara, sebagai suatu bentuk persiapan perlombaan lusa.

     Saat jam istirahat tiba, terdengar suara yang bergema hingga ke seluruh penjuru sekolah. Ternyata itu ialah suara Pak Riza.

“DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH SISWA YANG MENGIKUTI LOMBA YEL-YEL LUSA, DIHARAPKAN UNTUK BERKUMPUL DI AULA SEKARANG.”

     Aku bergegas ke aula bersama Caitlin. Sedikit bersyukur, karena pelajaran setelah ini adalah sejarah. Untuk apa kita mengingat sejarah jika menyakitkan? Tidak tidak. Ingatlah kata Ir. Soekarno 'JAS MERAH' : JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH. Tidak melupakan kok pak, hanya butuh sedikit refreshing otak.

***

“Sudah berkumpul semua?”

“Siap sudah pak!”

“Bagus, jadi ada yang ingin bapak beritahukan kepada kalian. Bahwa lusa kalian bapak izinkan kepada wali kelas agar tidak mengotor-ngotori absen. Kedua, selama latihan dua hari ini pergunakan waktu dengan sebaik mungkin. Sudah dua minggu kalian berlatih, jika tidak ada hasilnya juga percuma. Menang tidak perlu, usaha dan menampilkan yang terbaik sudah menunjukkan suatu bentuk upaya dalam meraih kesuksesan.”

“Siap iya pak”

“Nata aman?” tanya Pak Riza.

“Siap aman pak.” jawabku.

     Kami diperbolehkan kembali ke kelas masing-masing. Waktu istirahat tersisa 5 menit lagi. Aku sangat kesal, tidak sampai pelajaran sejarah. Dahaga tak kunjung mereda, malah datang tiba-tiba. Aku kembali ke kelas untuk mengambil uang. Saat sedang ingin mengambil, aku melihat sebotol teh kotak dingin di atas mejaku. Selalu begini. Kalaupun kerjaan Tara, ini tidak mungkin. Mungkin ada orang iseng yang taruh disini, atau emang punya orang yang numpang letak disini? Mungkin.

***

     Sepulang sekolah, seperti biasanya aku langsung mengganti pakaian. Tapi kali ini aku benar-benar lapar. Aku mengajak Caitlin untuk makan di warung sebelah sekolah.

“Enak ya nasi goreng nya Nat.”

“Iya, enak sih parah.”

“Buk, es teh nya dua ya!”

“Oke, bentar ya.”

     Wah gila sih. Aku selama ini tidak pernah sadar kalau ada nasi goreng seenak ini di samping sekolah? Kemana aja aku? Dasar aku.

     Tak lama kemudian, es teh tersebut sampai. Cocok banget panas-panas gini minumnya es teh, beh! Kalian wajib coba, haha.

“Naik yuk Cat.”

“Aaa bentar lagi, masih kenyang.”

     Emang gitu anaknya, kalau diajak pasti harus ngikutin kemauan dia.

Sarah
Woi Nat buruan naik

Nata
Udah disuruh ngumpul?

Sarah
Engga, naik aja buruan

     Akhirnya aku dan Caitlin pun ngebut naik ke lapangan. Sesampainya di lapangan..

“Nah gitu dong”

Astagfirullah gue kira ada apa tengil.”

“Ya temenin gue disini, nolep banget aelah.”

“Y”

“Woi Nat pinjem hp dong.” teriak Kak Faris.

“Ga ada kuota.”

“Alah tadi bales chat nya Sarah bisa lo.”

“Iya itu terakhir.”

“Yaudah pinjem.”

     Maksa banget kan? Iya. Itulah yang aku rasakan setiap harinya, seperti tenggelam di dalam lautan kekangan. Untung dia kakak kelas, huh!

“Beneran ga ada kuota ni anak.”

“Ya kan udah di bilangin Nata ga ada kuota kakak.”

     Yang padahal sebenarnya ada, cuma belum diisi, haha. Latihan lagi, lagi, lagi. Berusaha tidak cukup tanpa didasari oleh niat. Sudahkah kalian berniat untuk hari ini? Untuk mengitari roda kehidupan? Ingat, berusaha merupakan sebuah kunci kesuksesan.

NaTaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang