NaTara || 03

75 11 3
                                    

“Gue pengen lo bahagia, bukan sebaliknya”

***

Tiba di tengah keramaian kota, banyak sekali orang-orang yang tidak berperikemanusiaan. Membuang sampah dari kaca mobil contohnya. Itulah perkotaan, kesadaran sudah mulai memudar dan menghilang.

Tak terasa kami sudah tiba di Fairy Cafe. Aku melihat banyak sekali anak remaja disini, apa ini semacam basecamp?

“Nat ayo masuk.” ajak Kak Faris.

Aku mengangguk-angguk sebagai tanda aku mengiyakan perkataannya.

“Nah itu mereka Nat.” kata Kak Faris.

“Eh? Haura? Kayla? Bryan? Andre?” ucapku.

“Iya itu semua mereka. Kenapa kaget?” tanya Kak Faris padaku.

“Hm gapapa kak. Cuma bahagia bisa ketemu mereka, long time no see. Makasih ya kak.” jawabku.

“Iya sama-sama. Yaudah yuk kesana.” ajak Kak Faris.

Kami menghampiri tempat mereka yang tergabung menjadi empat meja sangking ramainya.

“NATAAA!!!” teriak Haura dan sontakku terkejut karena ia yang secara tiba-tiba memelukku dengan erat.

“Woi Nata gila lo berapa abad kita ga ketemu?” sambung Kayla.

“Lo yang gila kay, cantik gini dibilang gila. Aneh.” jawabku.

“Cantik, bagi...” ucap Haura.

“Heh udah stt sttt! Cafe udah kaya punya nenek moyang kalian aja seenaknya bising-bising.” kata Kak Faris.

“Siap salah kak!” jawab kami serentak.

“Eh Kay, Hau, kok ada Andre disini? Dia ngapain?” bisikku pada mereka.

“Lo yang ngapain disini, lo kira gue ga denger?” sambung Andre.

“Apaan si lo? Orang ngomong sama Haura Kayla kok lo yang sewot?” jawabku emosi.

“Gue sewot karena lo yang ga hargai gue ada disini!” bentak Andre.

Seperti yang ku ceritakan dari awal, aku adalah salah satu orang yang sensitif. Susah jika di bentak sedikitpun. Aku langsung pergi dari tempat itu tanpa meninggalkan sepatah kata yang terurai. Kak Faris langsung menghampiriku hingga keluar cafe.

“Nat, Nat, Nat!” teriak Kak Faris sambil memegang siku tanganku hingga perjalananku terhenti.

“Kenapa sih kak?” jawabku.

“Gue ngajak lo kesini bukan bermaksud bikin lo kecewa. Gue pengen lo bahagia, bukan sebaliknya.” kata Kak Faris.

Aku tak kuasa membendung tetes air mata itu. Untuk pertama kalinya aku menangis di tempat umum setelah terakhir kali aku menangis pada umur 4 tahun karena mainanku hilang di taman kota.

“Eh Nata, jangan nangis. Ada kakak disini.” kata Kak Faris sambil mengelap tetesan tangisku dengan sapu tangan miliknya.

NaTaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang