"Hyunjin?"
Yang namanya dipanggil segera menoleh. Dari nadanya terdengar bahwa Jeongin terlihat sangat serius.
"Apakah kau menyembunyikan sesuatu dariku?"
Hyunjin menggeleng pelan, bahkan kedua pasang manik itu tidak saling bertemu. Padahal sudah jelas-jelas Jeongin menatap Hyunjin, tapi Hyunjin menghindarinya, kemudian Jeongin meresponnya dengan helaan napas cukup panjang.
Dari awal berjumpa dengannya, Hyunjin memang terlihat sangat mencurigakan, tapi dengan gerak-geriknya seperti saat ini malah membuat ia penuh dengan kecurigaan. Jeongin merasa ada yang aneh dengan kekasihnya, sudah beberapa hari kebelakang ia tidak mendapatkan gangguan. Untuk diajak keluar seperti ini susahnya minta ampun. Sementara itu, biasanya Hyunjin paling senang kalau Jeongin mau diajak keluar untuk pergi.
Sudah menjalin hubungan dengan waktu yang lama, dan Jeongin baru menyadarinya kalau Hyunjin tidak pernah memakan apapun jika diajak kencan, atau sekedar nongkrong dikafe dan atau pergi ke taman bermain dengan alasan ia sudah makan dirumah. Tapi jika dipikir-pikir alasan macam apa itu? Memang tidak jelas. Jeongin yang memang terlampau polos sempat mempercayai ucapan dari pacarnya, tapi lama-kelamaan Jeongin mulai menyadari kalau ada yang salah dari Hyunjin.
Dan entah bagaimana ceritanya Jeongin bisa jatuh hati dengannya. Yang mulanya dengan benci, dan kini berakhir dengan sebuah hubungan.
"Terus, coba jelasin kenapa waktu itu kamu ngilang?"
Hyunjin menengguk salivanya secara kasar. Pertanyaan yang seharusnya ia hindari malah terjadi begitu saja. Pikiran Jeongin terlalu sulit untuk ia tebak, dan hanya Jeongin seoranglah yang tidak bisa ia kendalikan melalui pikirannya.
Jeongin tersenyum tipis, "Mau coba kue ini?" Tawarnya sambil mendorong piring berisikan sepotong kue yang tersisa setengah kepada Hyunjin.
Hyunjin tidak menjawab, dan malah menatap kedua manik Jeongin dalam-dalam. Selama mereka kencan, Jeongin sering kali menawarkan makanan atau minuman yang ia belikan untuknya. Namun baru kali ini Hyunjin merasa ada yang berbeda dari cara pandang dan tingkah laku Jeongin kepadanya hari ini. Disini Jeongin terlihat lebih berani dan mengintimidasi.
"Lebih baik kau habiskan" ucapnya sambil menunjukkan senyum setelah terjadi jeda yang cukup lama diantara mereka, lalu mendorong kembali piring itu kepada Jeongin.
"Apakah kau akan mati jika makan ini?! Jadi makanlah!"
Seluruh atensi pengunjung kafe sontak terarah kepada mereka setelah Jeongin menggertak cukup keras. Dan tidak tahu kenapa Hyunjin tidak bisa membalasnya dengan gertakkan lagi. Ada perasaan aneh yang bercampur aduk dalam benaknya, seperti rasa bersalah mungkin.
Hyunjin bangkit berdiri, "Jeongin ayo kita keluar darisini" ucapnya dan menarik paksa pergelangan tangan Jeongin hingga mereka kini sudah berada diluar kafe.
"Kenapa? Kau malu? Ayolah itu cuma sepotong kue! Apakah kau benar-benar akan mati jika memakan sesuatu yang bukan berasal dari rumah Minho ssaem?! Itu tidak masuk akal HYUNJIN! Cepat katakan sesuatu atau aku akan pergi dari sini sekarang juga!"
Hyunjin memijat kedua pelipisnya. "Ini bukan waktu yang tepat" lalu Hyunjin memegang masing-masing tangan Jeongin.
"Terserah kau aja! Aku pergi darisini!" Jeongin melepaskan genggaman tangan itu secara paksa dan berpaling dari Hyunjin hendak meninggalkannya disana.
Tapi baru saja selangkah dari tempat, Hyunjin sudah menarik Jeongin untuk memeluknya dari belakang. "Baiklah aku akan mengatakannya, tapi ingat! Jangan sampai kau menyesal" bisiknya pelan tepat ditelinga kanan Jeongin.
~
Jeongin hanya menatap Hyunjin yang berjarak dua rentangan tangan dari posisinya sambil melipat tangan di depan dada. Mereka kini berada disebuah gang sepi, dan ucapan Hyunjin yang tadi malah membuatnya tertawa jika diingat-ingat lagi.
"Apa katanya? Jangan menyesal? Pfftt", ucapan Hyunjin memang tidak masuk akal, Jeongin pun kembali dibuat tertawa. Tapi itu tidak berlangsung lama ketika Hyunjin mengeluarkan sebuah pisau lipat yang berasal dari saku celananya.
Kedua mata Jeongin terbelalak sempurna. "Hyunjin mau apa kau?! Buang pisau itu sekarang juga!"
Hyunjin hanya memberikan seringaian tipis kepada Jeongin yang sudah memundurkan kakinya kebelakang karena ketakutan. "Katanya kau ingin tahu semuanya" ujarnya pelan tapi terdengar sangat menakutkan, apalagi Hyunjin terkekeh pelan diakhir ucapannya yang buat suasana semakin menyeramkan.
"Cepat buang atau aku hubungi polisi sekarang juga!" Jeongin yang ketakutannya setengah mati, sudah dalam memegang ponselnya untuk bersiap-siap menghubungi polisi jika Hyunjin nekat melakukan sesuatu hal yang dinilai sangat berbahaya.
Hyunjin melangkah pelan menghampiri Jeongin, dan tangannya yang lain menurunkan ponsel itu dari telinga kanan Jeongin. "Hyunjin jangan begini, kau menakutiku!" Jeongin bergetar dalam ucapnya oleh air mata yang sudah siap turun dari kedua pelupuknya.
Sret
Pisau itu terjatuh ke tanah setelah Hyunjin menggores telapak tangannya dengan pisau lipat yang ia pegang. Lukanya sangat lebar, dan Jeongin sudah berteriak histeris sambil memegang telapak tangan Hyunjin yang terluka.
"Bodoh! Apa yang kau—" Jeongin kehabisan kata-kata ketika luka itu mulai tertutup kembali secara apik dan tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Bahkan darah tidak menetes darisana, dan Hyunjin hanya tersenyum untuk mencubit pipi kanan Jeongin.
"Mukamu terlihat makin menggemaskan ketika kaget"
Jeongin masih terpaku ditempat. Tangan Hyunjin yang sebelumnya benar-benar terluka ia bolak-balik berkali-kali, sambil sesekali memandang Hyunjin dengan mulut menganga, tapi sayangnya ia tidak menemukan bekas sayatan disana.
"Sudah kuduga! Kau memang bukan manusia!" Jeongin menghempaskan tangan Hyunjin. Berjalan mundur seraya menatap Hyunjin ketakutan, sampai ia berhenti karena terantuk dinding dibelakang tubuhnya.
Hyunjin lagi-lagi kembali mendekat, dan kali ini mengukung tubuh mungil itu dan berucap, "Apakah kau menyesal?" Dengan tampilan kilat mata berwarna merah yang tidak terlalu terlihat karena keadaan disana memang remang-remang.
Jeongin menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "T—tidak! Itu bagus jika kau j—jujur!"
Hyunjin tersenyum lebar, dan nampaklah deretan susunan gigi yang rapih dengan dua gigi taring panjang yang sudah menghiasinya. "Okelah kalau begitu" katanya, sedangkan Jeongin sudah dibuat keringat dingin ditempat.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]
Vampir[ P A R T 1 : C O M P L E T E D ] 'Siapa sangka jika yang tinggal disebelah rumahmu bukanlah manusia' ⚠️DALAM BOOK INI TIDAK TERJADI PENGALIHAN/PENGURANGAN TOKOH KARENA SEMUA SUDAH DIATUR DAN DISUSUN SECARA TERORGANISIR ⚠️READER DIHARAPKAN BIJAK, BA...
![WHO's THERE | [P A R T 1 : END ]](https://img.wattpad.com/cover/179073904-64-k287588.jpg)