2. Putus, Menyesal, dan Kembali

120 12 3
                                    

+Happy Reading+

Meira membersihkan wajahnya sebelum ia tidur, saat berdiri di depan cermin terlihat warna keunguan di pelipisnya. Cewek ini memang andal dalam memakai make-up saat berpergian, sehingga tidak ada orang yang mengetahui perubahan di area wajahnya, sekalipun itu sahabatnya, Javier.

Tanganya bergerak menyentuh pelipisnya yang lebam. "Aw ...." Meira meringis menahan sakit. Ia menatap wajahnya lekat-lekat, lalu mengembuskan napasnya berat.

"Apa Dava punya penyakit aneh, ya?"

"Tapi nggak mungkin, dia dulu selalu perhatian sama aku, bahkan dia nggak pernah nyakiti aku. Kali aja, memang aku yang salah." Meira tetap berpikiran positif mengenai pacarnya itu, ia tidak ingin berburuk sangka yang nantinya akan membuat dirinya menyesal.

"Semoga, Dava nggak kenapa-kenapa," ucapnya dengan menyunggingkan senyuman. Fisik dan hatinya sudah jelas terluka, tapi Meira masih saja mendoakan agar Dava baik-baik saja.

Meira membereskan kasur kecil yang telah menjadi tempat ternyamannya selama 3 tahun belakangan ini. Sampai dirasa rapi, ia memadamkan lampu kamar, kemudian membaringkan tubuhnya yang terasa lelah. Sebelum ia terlelap, Meira mengecek ponselnya terlebih dahulu, terdapan 10 panggilan tak terjawab dari Dava dan pesan WhatsApp yang belum ia buka.

Dava : Ra, kenapa nggak angkat tlpn dr aku?

Dava : Mau jd cwk murahan lagi?

Meira mengembuskan napasnya setiap kali ia membaca pesan tersebut secara berulang. Cowok itu selalu meminta maaf, tapi dengan cepat juga dia mengulanginya lagi.

Dava : Kamu dibayar brp sih? Aku bisa bayar kamu lbh mahal, tapi sayangnya aku nggak mau sama org yg sudah dipake!

Mata Meira mulai memburam, ia berusaha menguatkan diri agar tidak tersulut emosi, tapi perlakuan Dava sudah tidak bisa dimaafkan menurut logikanya. Dia terlalu menyakiti Meira secara verbal maupun fisik.

Meira : Aku bukan cewek murahan yg kayak kamu tuduhkan. Kalau aku murahan, kenapa kamu mau pacaran sama aku yg murahan?

Meira : Dav, aku nggak kuat. Kita udahan!

Akhirnya, Meira membalaskan pesan tersebut, walaupun dengan menangis. Jujur, hati Meira masih sangat menyayangi Dava, tapi Meira juga menyayangi dirinya sendiri.

Dulu awal pacaran, Meira mengira Dava adalah sosok pelindung. Ia tidak tanggung-tanggung menceritakan betapa baiknya Dava kepada Javier, hingga Javier bosan mendengarkan cerita yang sama setiap harinya.

Namun, beberapa bulan belakangan ini Meira selalu dibuat terpaku oleh perlakuan Dava; dari yang menampar, menjambak, menendang, mendengar kata-kata yang tidak pantas, dan sampai Meira dilarang untuk bertemu keluarganya di Bandung. Satu lagi, saliva yang mendarat tepat di wajahnya.

Sejak itu, Meira merasa tidak punya harga diri lagi. Menurutnya, dia dihadirkan Tuhan sebagai perempuan malang. Tapi, ada saja yang selalu membuat cewek itu bersyukur, seperti memiliki Javier—sahabat over-protectif yang selalu mengikutinya ke mana pun Meira pergi.

Setelah balasan tersebut terkirim, Meira segera mem-blokir semua sosial media yang dimiliki Dava. Mulai malam ini, Meira tidak ingin lagi berurusan dengan Dava si cowok kejam, sayangnya Meira masih begitu tulus mencintai cowok itu.

***

Pagi ini kota Jakarta terlihat ramai—lebih tepatnya selalu ramai. Entah mengapa, kali ini perasaan Meira begitu lega, mungkin karena ia sudah terbebas dalam penjara yang menyakitkan.

MEIRAWhere stories live. Discover now