11. WANITA YANG BERBEDA

397 46 1
                                    


Semua kenangan bersama Mara kembali berputar di ingatan Alden. Duduk di dalam kamarnya saat hujan di malam itu, menyalakan radio yang kebetulan memutar lagu When You're Gone milik Avril Lavigne menambah kesakitan di hati Alden.

Alden sudah menemukan Mara kembali. Gadis itu berada di rumahnya. Hanya berada beberapa meter dari tempatnya duduk. Tetapi sialnya Alden tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Ia mengusap wajahnya dengan handuk. Bahkan mandi pun tidak membuatnya bisa berpikir lebih jernih. Ia masih tidak dapat mengendalikan dirinya untuk tetap tenang dan tidak melakukan sesuatu yang akan membuat Mara kali ini melarikan diri meskipun hati Alden menggebu ingin membawa Mara untuk menyelesaikan apa yang belum mereka selesaikan.

Mara duduk di ruang keluarga, keluar dari kamar Lulu, berbicara sejenak dengan Lulu dan Ibunya. Alden bisa mendengar suara tawa Mara. Ia menarik napas sebanyak mungkin lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. Kembali menutup wajahnya dengan handuk yang cukup basah dan bergulat dengan bagian dirinya yang lain yang ingin sekali membuka pintu kamarnya lalu menarik Mara untuk meninggalkan rumah. Tetapi Alden sadar, ia tidak mungkin melakukannya di depan keluarganya yang pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan.

Tanpa diduga, pintu kamar Alden terbuka. Alden mengintip dari balik handuk. Ibunya sudah berdiri tepat di depannya.

"Al, kamu nggak sibuk 'kan? Bantu Mama sebentar dong."

Alden menghela napas lalu bangkit duduk. Ia tertunduk sambil melipat handuknya. "Kenapa, Ma?"

"Di luar masih hujan tapi makin malam juga. Tolong kamu antar Mara pulang."

"Hah?" Alden mengangkat wajahnya sambil melotot pada Ibunya. "Antar siapa?" Alden mengorek telinganya dengan kelingking.

"Itu, gurunya Lulu." Ibunya mengangguk ke arah pintu kamar Alden yang masih terbuka. Dari sana Alden bisa melihat Mara yang masih tersenyum mendengarkan Lulu antusias bercerita. "Kasihan dia. Sudah malam. Besok pagi dia harus kerja juga soalnya. Kamu antar dia pulang ya, Al."

"Kenapa harus Alden, Ma?" Bukannya Alden tidak ingin, ia hanya ingin meminimalisir interaksi mereka malam itu. Sudah cukup Alden terkejut melihat keberadaan Mara di rumahnya dan ia harus membuat strategi lebih dulu untuk memulai percakapan dengan Mara kelak.

"Terus harus siapa?" Ibunya melipat kedua tangan di depan dada sambil mengerutkan kening. "Kamu mau nyuruh Mama antar dia pulang? Mama jarang lho minta tolong ke kamu, Al."

Alden berdecak kesal. Ia mengusap kasar kepalanya dengan handuk sambil mengeluh pelan. "Yaudah, yaudah. Tapi buat hari ini saja lho."

Wajah Ibunya berubah. Wanita itu tersenyum lalu menyondongkan tubuhnya pada Alden. "Memangnya kamu nggak tertarik sama dia?" Ibunya menyeringai. "Dia cerdas, cantik, akrab sama Lulu. Mama juga suka sama dia."

"Apaan sih, Ma!" Alden meninggikan suaranya hingga membuat Ibunya tertawa. Alden menoleh ke arah pintu dan melihat Mara yang kini menatapnya dengan tatapan yang Alden tidak mengerti.

***

Sesuai permintaan Ibunya, Alden mengantar Mara pulang. Tidak ada percakapan sama sekali di dalam mobil. Saat memasuki mobil, Alden meminta Mara mengarahkan jalan dan memang hanya itu yang Mara lakukan selama perjalanan pulang. Baik Alden maupun Mara, tidak ada yang membuka topik pembicaraan. Alden menyalakan radio di mobil, memecahkan keheningan di antara mereka.

Sesekali Alden melirik kursi penumpang di sampingnya. Mara hanya diam bersandar di pintu mobil sambil memerhatikan jalanan yang mulai sepi. Bahkan sampai mereka hampir tiba di tempat tinggal Mara, kecanggungan masih Alden rasakan.

BETTER THAN BEFOREWhere stories live. Discover now