Prolog

8 4 1
                                    


Aku berada di sebuah tempat yang entah apa namanya, meski terasa aneh, tapi entah kenapa ada bagian dari diriku yang merasa familiar dengan keadaan sekitar, aku berada di sebuah lorong kosong dengan tembok berwarna putih dengan hiasan akar tanaman yang terlihat telah diukir sedemikian rupa sehingga terlihat sangat rapi dan indah.

    Setiap orang yang berpapasan denganku selalu menunduk hormat dan tersenyum tulus, aku tak mengenal mereka, tapi sepertinya semua orang mengenalku.

   Aku berjalan dengan cara tak seperti biasa aku lakukan, aku juga baru sadar pakaian yang kukenakan tampak aneh dan kuno, hampir tak ada jahitan pada gaun yang saat ini kukenakan, selain itu dadaku terlalu menonjol dan besar. Aku tak ingat punya bentuk tubuh seperti ini, tapi sekarang aku merasa nyaman dengan semua keadaan itu. Meski semua tampak berbeda dan benar-benar terasa bukanlah diriku.

   Aku berjalan sampai di taman, di sana aku melihat seseorang yang sangat aku sayangi, aku merasakan bibirku tersenyum namun saat hendak mendekat. Sesosok makhluk raksasa jatuh dari langit, Makhluk itu memiliki ketinggian sekitar empat meter, dia memiliki kepala kerbau dengan sebuah senjata di tangannya. Itu adalah Minotaur.

    Sesaat kemudian keadaan tenang berubah menjadi medan perang dan penuh dengan mayat bergelimpangan, dengan monster-monster berbentuk aneh mengerikan membunuhi setiap makhluk hidup terutama manusia.

    Aku sadar jika aku tak merasa takut sama sekali, aku juga baru sadar jika pakaianku bukan gaun lagi, pakaian perang yang sangat berat dengan logam atau batu mengkilap berwarna merah. Pada tangan kananku aku memegang sebuah pedang yang tak kalah merahnya dengan warna baju perangku. Kemarahan yang teramat besar aku rasakan dan ....

Aku membuka mataku dengan napas terengah dan mata yang basah, tubuhku penuh keringat sehingga pakaianku basah, hal pertama yang kulihat saat ini adalah langit-langit kamar, ya aku ingat.

    Ini adalah kamarku dan aku telah bermimpi aneh, mimpi yang belum pernah terjadi selama hidupku. Tapi entah mengapa aku merasa jika semua itu adalah kenyataan dan aku mengalaminya secara sungguhan, perasaan yang tadi masih terasa sangat kuat.

   Aku segera turun dari ranjang dan mengenakan kacamataku, sejak kecil aku terlalu banyak berinteraksi dengan buku, dan ketika hadir ponsel yang menyediakan buku elektronik membuatku jadi lebih rajin lagi membaca tiap kata demi kata, pada akhirnya mataku mengalami rabun jauh. Tidak parah sih, aku hanya tak bisa mengenali wajah seseorang yang jaraknya lebih dari lima langkah kakiku.

    Aku segera berjalan dengan tergesa menuju kamar mandi yang letaknya terpisah dari kamarku, kamar yang memiliki ruang sempit dan kecil ini. Hari ini ada kuliah pagi dan aku benar-benar tak mau melewatkannya.

    Ketika aku keluar dari kamar mandi, kulihat seekor burung hantu salju dengan seluruh bulunya berwarna putih mengepak masuk ke dalam ruangan, di sana hewan ini bertengger di tempat yang sudah kusiapkan untuknya.

   Burung itu beberapa minggu lalu kutemukan tergeletak di jalanan, hari itu terjadi tepat setelah kematian kedua orang tuaku.

    Aku ingat hari itu, aku tinggal sendirian sampai senja di pemakaman, aku baru beranjak ketika perutku keroncongan dan minta diisi, saat itulah aku menemukannya, kukira ia mati karena tubuhnya tergeletak begitu saja di tengah jalan, tapi ternyata masih hidup dan memiliki beberapa luka yang kemungkinannya didapat dari pertarungan antar sesama burung.

   Berbekal dari pengetahuan yang kudapatkan, aku membawanya pulang dan mengobati luka-lukanya. Satu hari kemudian kondisinya sudah sehat tapi Burung Hantu itu tak mau pergi.

   Meski aku sudah beberapa kali melepaskannya ke luar bahkan aku sempat mengusirnya, burung itu selalu kembali dan selalu berada di ruang tengah. Aku menyerah dan membiarkan saja si burung berada di sana, lagi pula ia tak pernah buang kotoran di sembarang tempat, maka dari itu aku membeli tempat bertengger untuknya.

   Biasanya burung itu akan pergi saat malam dan kembali pagi hari untuk bertengger di tempatnya dan tertidur. Hari ini dia pulang lebih lama dari jadwal biasanya.

    "Selamat pagi Owl." Aku mengusap bulunya, ya meski sudah beberapa minggu aku memeliharanya di rumah, aku masih belum memberinya nama. Aku bukan ahlinya dalam memberi nama.

   ***
Matahari tak bersinar, awan mendung menutupi seluruh langit, hujan turun biasanya saat hari menjelang siang, tapi semoga saja hari ini tak turun hujan.

   Jeans hitam dan sweater merah saat ini kukenakan, tas selempang butut hitam yang telah beberapa tahun menemaniku kini tergantung di samping kanan badanku.

   Jarak rumah dengan tempatku menempuh pendidikan agak jauh dan sepeda adalah alat transportasi terbaikku selama ini, selain menghemat pengeluaran, itu juga membuat badanku bergerak, jujur saja, menghabiskan waktu dengan duduk dan membaca itu membuat tubuh kaku dan kurang sehat.

   Udara berembus dingin, sepertinya salju akan turun dalam waktu yang dekat. Dan itu sama sekali tak kusukai, salju membuat aku harus berhati-hati dan bekerja ekstra saat mengendarai sepeda tua ini.

   ***

   Pagi yang sibuk, banyak orang berjalan kaki dan bersepeda, jalanan dipenuhi taksi dan kendaraan pribadi, berapa lama aku tak mengendarai kendaraan seperti itu? Rasanya sudah sangat lama, harusnya aku sudah mendapatkan surat izin mengemudi dan memiliki kendaraan pribadi, sayang sekali takdirku bukanlah seperti itu.

   Kehidupanku seperti ini, serba kekurangan dan susah, kedua orang tuaku tak meninggalkan apapun. Tapi aku harus menerima semua dan memulai hidup dengan melakukan penghematan.

   "Ada bahaya di belakangmu bodoh, pergi dari sini." Aku terhenyak kaget sampai menghentikan sepedaku saat mendengar suara seruan itu, ada suara wanita yang aku dengar, itu tak jelas dan seperti suara gema di dalam goa, tapi jelas dia memperingatkanku.

   Aku menoleh ke sekitar sejenak dan segera melanjutkan perjalananku.

Ellvhanrytrust Laharguiddel CnahiryspellWhere stories live. Discover now