Elpída #6

36 7 12
                                    

Aku mendapatkan sebuah kaos dari ransel ajaib Pandora dan mengenakannya di detik-detik terakhir kecanggungan yang tercipta.

Kemudian kami menjadi agak sibuk.

Setelah beberapa kali hampir terjengkang saat naik, aku dan Pandora akhirnya berhasil menginjak lantai atas.

Masalahnya bukan di aku, tapi gadis keren itu ternyata takut ketinggian. Setelah sampai di anak tangga ketiga, Pandora kembali turun dengan wajah datar yang dibuat-buat. Kemudian mengulanginya sampai beberapa kali.

Sebenarnya aku sudah mengira hal itu. Namun, melihat Pandora tidak acuh pada tatapanku, aku memilih menunggunya yang terasa selamanya.

Sampai aku gregetan sendiri melihatnya yang ingin kembali turun untuk yang ke delapan kali. "Naik terus," ujarku. Kemudian bersiap-siap menapaki tangga goyang-goyang itu.

"Jangan naik!" Serunya saat aku baru memegang pinggiran tangga.

"Tidak," jawabku.

"Terus saja, aku akan jaga-jaga jika kau jatuh," ujarku kemudian menginjak pedang pertama supaya tangga itu menjadi tegang dan tidak terayun-ayun. 

Pandora tidak melihat kebawah dan lanjut menapaki tangga keempat untuk pertama kali, tapi dia masih saja sempat membalas. "Aku tidak akan jatuh!" ujarnya tegas. Namun, dia berteriak saat aku melepaskan pijakan.

Dengan suara bergetar, "iya-iya bantu aku," ujarnya yang terdengar memelas.

Aku tertawa dan kembali menahan tangga. "Naik saja, kau tidak akan apa-apa. Aku janji!" kataku meski masih dengan kekehan.

Pandora naik lagi dengan perlahan. Aku bisa mendengar gadis itu merapalkan doa dan umpatan diwaktu yang hampir bersamaan.

Saat gadis itu sampai di atas dan berteriak mengucap syukur keras-keras. Aku berteriak, "tahan tangganya!"

Pandora tidak melongok kebawah untuk meresponku, tapi aku tahu kalo gadis itu melakukan permintaanku. Terlihat dari tangga yang agak tertarik.

Perlahan aku menaikinya. Perasaanku agak awas karena kemungkinan tangga akan rusak lebih dulu sebelum aku sampai ke atas.

Begitu aku menapaki lantai atas, aku menghela napas dan mendapati Pandora duduk di belakang pondasi patung seraya menahan tali sekuat tenaga.

Gadis itu berdiri dan melepaskan pasak yang tertancap di leher patung itu. Burung ciptaan Pandora ternyata berkerja dengan sangat baik.

"Kau berat sekali!" celetuknya misuh-misuh seraya menarik tangga keatas. Aku mendelik saja, jelas-jelas dia yang lebih dulu membuat masalah dan merengek.

Namun, sekarang hal itu seakan tidak pernah terjadi saja. Dasar anak cewek.

Setelah tangga itu digulung dan dimasukkan kedalam ranselnya yang ikut di bawa naik. Pandora berjalan lebih dulu melewati dua buah patung dada yang terletak dekat dengan pinggir lubang.

Aku mengikutinya setelah kembali mengamati ruangan sebelah, tempat pembuangan harapan.

"Ini apa?!" tanya Pandora dengan intonasi tidak santai. Aku mendekat dan melihat gadis itu menenteng sebuah boneka yang terlalu sudah ku deskripsikan.

"Eugh ... kadal?" tanyaku tidak yakin.

Pandora mencicit aneh seraya memutar-mutar boneka itu. "Sejak kapan kadal punya sayap begini? Dan apa ini? Ekor dinosaurus?!"

Gadis itu melempar boneka itu yang spontan ku tangkap. Aku mengamatinya dan langsung depresi melihat bentuk yang abnormalnya sudah di luar batas. Badannya kadal, tapi punya sayap yang sebelahnya sayap kupu-kupu dan sebelahnya lagi kelelawar, juga berekor seperti yang di bilang Pandora, dinosaurus.

Elpída ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang