Elpída 3#

50 8 18
                                    

|Apifayi | Elpída | 1523 words|

Aku tidak bisa melihat, mataku menolak terbuka. Badanku terkubur dalam ribuan fortune cookie. Aku tidak bisa bernapas, eh! Aku 'kan sudah tidak bernapas lagi sejak mati.

Aku berusaha berdiri, dengan kesusahan yang seakan tanpa batas aku berhasil mengais sampai akhirnya kepalaku timbul ke atas. Dan sekarang aku berada dalam sebuah ruangan penuh lukisan unik dan barang-barang antik kuno, sebenarnya tidak dalam satu ruangan.

Ruangan yang ku maksud itu ada di sebelah, sementara aku sepertinya berada di tempat pembuangan fortune cookie yang tidak terwujud. Dengan kalimat lain, tempatku berada menjadi wadah dari harapan manusia yang tidak beruntung.

Yah. Sepertinya semua dariku tidak ada yang keren. Buktinya, jangankan hanya harapanku, diriku sendiri bahkan ikut di buang. Aku sangat tidak beruntung.

Sekali lagi aku berusaha keluar dari gunung kue keberuntungan, hasilnya sedikit bagus. Hidung, mata, dan telingaku terisi serbuk-serbuk pecahan cookie, tapi aku berhasil keluar. Namun, aku hampir mati lagi saat mendapati lantai berlubang di depanku.

Aku buru-buru mundur. Gunungan fortune cookie di belakangku, sementara ruangan yang ku bicarakan tadi berada di depan sana dengan lobang berbentuk kubus yang menjadi pembatas. Sekonyong-konyongnya aku tidak akan bisa ke sebelah, tidak ada apapun yang bisa ku jadikan sebagai jembatan.

Aku termenung dan berpikir, semoga saja mataku tidak salah. Tadi aku sempat melihat sesuatu di bawah sana, semacam ruang bawah tanah mewah. Aku yakin melihat lantai keramik keren, atau barangkali marmer granit.

Perlahan aku melongok ke bawah, dan benar saja dibawah sana terdapat ruangan lain yang dari lantainya saja sudah sangat mewah. Aku membayangkan betapa kerennya bangunan ini secara keseluruhan. Walau cukup menggelikan ruangan keren itu berada di bawah tempat pembuangan.

Aku menelisik gunung fortune cookie dengan lebih cermat, diantara kue itu juga terdapat ratusan kertas kecil yang hampir semuanya kusut. Jadi, perkiaraanku memang benar.

Aku mendekat saat mataku melihat satu biskuit yang masih utuh. Aku mengambilnya dan benar saja, kedua Piramida biskuit itu masih merekat alih-alih menjadi segitiga bolong seperti yang lain.

Bagaimana bisa satu harapan terlewatkan begitu saja? Bahkan bisa saja masih ada biskuit utuh lagi di antara ribuan bagian yang sudah patah.

Aku menggenggam biskuit itu tanpa berniat mematahkannya, aku merasa belum saatnya melakukan itu. Kemudian aku kembali ke bibir lubang, aku ingin ke ruangan sebelah. Tapi kakiku tidak akan sampai jika melompat, yang ada badanku bakalan tercerai-berai menghantam marmer di lantai bawah.

Aku berusaha menelisik apa saja yang ada di bawah, tapi yang kulihat hanya lantai abu-abu penuh relief yang bakalan keren jika saja aku memahaminya. Namun tidak, aku tidak bisa cukup ahli dalam menerjemahkan gambar.

Sepertinya aku harus menunggu, bisa saja akan ada seseorang atau apalah yang akan datang kesini atau muncul di bawah sana. Aku memilih duduk bergelantungan kaki, seraya mengamati fortune cookie di tanganku yang sebenarnya tidak akan berubah bentuk selain kupatahkan. Aku merenungi pilihanku memilih harapan, sedikit aku menyesali tidak bisa hidup kembali sebagai manusia.

Sekarang aku terkungkung dalam wujud tanpa nama, hanya sedikit dari bagian orang-orang mati.

Terlanjur kalut, aku tanpa sadar melepas fortune cookie dan biskuit itu jatuh kebawah. Karena kaget, aku juga tanpa sengaja ikut melayang turun saat ingin menggapai biskuit piramida ganda itu.

Elpída ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang