Chapter 1

63 10 18
                                    

"Hah, gimana? Tina nggak salah dengar?!" Aku mendadak ngilu saat ibu menyampaikan 'pidato' singkatnya di hadapanku. Sementara itu, Charlotte dan Ardan tampak sedang menertawaiku.

Sialan.

"Kamu dengar apa yang ibu sampaikan tadi, sayang."

Baru saja ibu mengatakan kalau aku diberi waktu dua bulan untuk mencari calon suami, dan jika sampai waktu dua bulan aku tidak bisa menemukannya, maka ibu akan menjodohkanku dengan Johnny --anak Om Jimmy, yang juga mantan kekasih Lisa, usianya empat tahun lebih tua dariku.

"Dua bulan itu waktu yang singkat, bu." Aku berusaha mencari pembelaan. Yang benar saja, masa aku hanya diberi waktu selama dua bulan? Memangnya ada pria yang tiba-tiba ingin mengajakku menikah? Lisa yang sudah berpacaran selama beberapa tahun saja masih belum dilamar.

"Kalau gitu, kamu nikah sama Mas Johnny, ya?" Ibu tersenyum.

Aku mengerang kesal. "Ya nggak Mas Johnny juga, bu. Memang nggak ada cowok lain?"

Ibu menggelengkan kepala. "Nggak ada. Lagian, cuma dia cowok yang mau sama kamu."

Tunggu, ini bukan suatu bentuk penghinaan terhadapku, kan?

"Maksud ibu, Tina nggak laku-laku, gitu?" Tanyaku.

"Tuh, tahu."

Aku bersedekap sambil terus memandang ke arah ibu. "Kalau sama Mas Johnny, Tina nggak bisa."

"Ya sudah, cari calon suami di luar sana kan banyak. Kalau perlu kamu pasang iklan di sosial media atau pasang billboard sekalian." Ujar ibu dengan enteng. Hal tersebut spontan mengundang gelak tawa di antara Charlotte dan Ardan.

"Diam!" Titahku kepada keduanya. Mereka pun menurut.

"Charlotte saja sudah bisa kasih ibu cucu, masa kamu belum?" Ibu melirik ke arahku dengan tatapan mautnya.

"Terima aja sih Mas Johnny. Dia kan ganteng, terlepas dari status dia yang pernah jadi pacarnya Mbak Lisa." Charlotte buka suara. Aku langsung menoleh ke arahnya dan memberikan dia kode untuk diam.

Bisa-bisanya dia tidak membantu dan malah mendukung ibu.

"Tina, atau kamu mau ibu jodohkan dengan Lucas?" Ibu secara random mengatakan ingin menjodohkanku dengan Lucas --pria yang usianya tiga tahun lebih muda dariku.

Lucas adalah adik tingkatku sewaktu di Universitas, yang kata beberapa orang dia sempat menyukaiku, meskipun aku sendiri tidak tahu kebenarannya. Jika diingat lagi, bukannya Lucas sudah punya calon sendiri?

"Bukannya Lucas sudah ada calon sendiri, bu?" Tanyaku kebingungan.

"Hah? Kata siapa? Terakhir kali ibu ketemu, dia bilang masih mencari calon istri kok. Jangan aneh-aneh deh kamu." Ibu tampak syok mendengar pertanyaanku barusan.

"Tina lihat di media sosial. Dia lagi proses lamaran tuh. Ibu salah dengar kali?" Jawabku.

"Tunggu deh, jangan bilang kalau kamu berpikir ibu mau menjodohkan kamu dengan Lucas mantan adik tingkatmu itu, ya?" Tanya ibu setengah tertawa.

Aku hanya mengangguk.

"Ya ampun, dia mah mana mau sama kamu!" Kalimat ibu lagi-lagi membuatku merasa diremehkan. "Maksud ibu tuh Lucas anaknya Pak Lesmana, Tin. Kamu pasti tahu deh."

Pak Lesmana?

Tunggu...

Jadi, maksud ibu Lucas yang sudah menduda sebanyak empat kali itu?!

●● ●● ●●

"Anjrit! Gila juga nyokap lo, Tin. Masa lo dijodohin sama anaknya Pak Lesmana?" Lisa tertawa terpingkal-pingkal saat aku menceritakan kejadian malam tadi. "Terus, lo mau nggak?"

"Ya jelas enggak, lah! Gue malah ngeri sama dia." Ujarku setengah emosi.

Aku sendiri masih frustasi dan bingung. Bagaimana aku bisa mendapatkan calon suami dalam waktu hanya dua bulan? Memikirkannya saja sudah membuatku jenuh.

Lisa menepuk pundakku berkali-kali. "Cheer up, Tin! By the way nih, gue sama Bram ada solusi buat lo. Siapa tahu kan cara ini berhasil. Mau, nggak lo?"

"Maksudnya gimana?" Tanyaku lirih.

"Iya, biar lo nggak ditanya terus kapan nikah sama nyokap."

"Lo yakin berhasil nggak?"

"Ya siapa tahu berhasil. Makanya mau nyoba nggak?"

"Boleh deh," aku mengangguk, "emang apaan?"

"Lo nyoba blind date, mau nggak?" Katanya sumringah.

Aku mengernyitkan dahi. "Hah? Blind date? Gimana maksudnya? Nggak ngerti."

"Ih, dasar manusia purba!" Lisa memutar kedua bola matanya. "Kencan buta maksudnya!"

"Oh, kencan buta."

"Ngerti sekarang?"

"Enggak."

"Ya Tuhan," Lisa tampak sedikit frustasi dan menjambak rambutnya, "intinya, lo datang ke suatu kencan gitu, dan lo nggak tahu siapa yang datang ke sana. Kalau misalkan dia sesuai dengan kriteria lo dan sebaliknya, kalian bisa lanjut."

"Ini gratis kan tanpa dipungut biaya apapun?" Tanyaku.

"Gratis, elah. Kebetulan Bram punya teman yang single dan ready to mingle."

"Cakep nggak orangnya?" Tanyaku lagi.

"Namanya juga Blind Date. Lo nggak boleh tahu wujud orangnya." Ujar Lisa setengah emosi. Namun, kemudian perempuan itu berkata. "Gue pribadi belum pernah ketemu sih sama orangnya, tapi sejauh yang gue tahu, teman-temannya Bram itu cakep-cakep. Jadi, kemungkinan besar lo juga akan ketemu sama yang bening."

Boleh juga.

"Kapan kencan butanya dimulai?" Aku bertanya, lagi.

"Besok. Ini gue lagi komunikasi sama Bram, dan dia bilang besok." Balas Lisa.

"Cepet banget. Terus gue sama dia ketemuannya dimana?"

"Kafe Amertha, tahu kan lo?"

Aku mengangguk pelan menanggapi ucapan Lisa. "Jam berapa?" Tanyaku.

"Kencannya sih dimulai jam empat sore. Kalau bisa lo jangan sampai telat."

"Nama temannya Bram yang ikut kencan siapa?"

"Jaehyun."

※※ ※※ ※※

A/N

Ini per chapter aku sengaja bikin pendek, cuma 600 kata. Kayaknya lebih asik gitu sih. Hehehe.

Btw, ini bukan cerita Jaehyun yaaa... jangan salfok sama namanya diakhir chapter :333

Slice of Love [NCT Kim Doyoung]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum